Rida Asnuryah*: Pemotongan Tunjangan Guru, Antara Pandemi dan Diskriminasi

Opini530 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Menjadi guru bisa jadi salah satu profesi idaman bagi sebagian orang. Sebab bukan hanya menilik materil, akan tetapi meluas pada pengabdian mulia untuk mencerdaskan anak bangsa.

Di zaman dulu, pahlawan tanpa tanda jasa ini identik sebagai pekerjaan dengan penghasilan pas-pasan. Oleh musisi Iwan Fals, kehidupan sederhana guru ini sampai dipopulerkan dalam lagu Oemar Bakri.

Kini pun, guru ialah profesi yang terbilang mayoritas belum ‘tersejahterakan’, terutama guru non-PNS, tak bisa dipungkiri pula, masih banyak pula guru yang gajinya sangat rendah di beberapa daerah di Indonesia. Sungguh apa yang didapatkan guru tak sebanding dengan perannya yang sangat mumpuni nan vital dalam sebuah negara.

Bahkan baru-baru ini pun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menghentikan tunjangan profesi guru PNS dan non PNS. Tunjangan profesi yang dihentikan tersebut tercantum dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 6 Tahun 2020.

Dalam aturan tersebut, di Pasal 6 tercantum, tunjangan profesi ini dikecualikan bagi guru bukan PNS yang bertugas di Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK).

Tunjangan guru dihentikan untuk penanganan covid. Dalam lampiran Perpres 54/2020, Tunjangan Guru dipotong setidaknya pada tiga komponen yakni, tunjangan profesi guru PNS Daerah, semula Rp. 53,8 T menjadi Rp. 50,8 T. Selain itu, tambahan penghasilan guru PNS Daerah, semula Rp. 698,3 M menjadi Rp. 454,2 M.

Kemudian tunjangan khusus guru PNS Daerah di daerah khusus, semula Rp. 2,06 T menjadi Rp. 1,98 T. Totalnya mencapai Rp. 3,3 T.

Apabila kita perhatikan, maka kebijakan pemotongan tunjangan profesi guru ini amatlah merugikan dan mendiskriminasi guru, sedangkan guru merupakan salah satu tongkak inti pendidikan bangsa.

Karena, meskipun un dengan alasan guna penanganan pandemi, kebijakan seperti ini sangatlah tidak layak. Mengingat, masih banyak sektor lain yang memungkinkan untuk menjadi sumber dana penanganan pandemi covid-19.

Misalnya saja sektor Sumber Daya Alam yang melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke atau apabila terdesak ada tunjangan aparatur pemerintah yang besarannya lebih layak untuk ‘disumbangkan’ dibanding tunjangan guru yang nilainya ‘pas-pasan’.

Ini menegaskan semakin rendahnya keberpihakan pemerintah pada dunia Pendidikan. Dari sini kita makin disadarkan, apabila di tengah wabah corona ini, Kita harus mengembalikan penanganan dan segala problem kepada aturan buatan Sang Pencipta.

Dalam islam, penanganan persoalan kekurangan dana akibat bencana telah diatur sedemikian rinci, serta apa saja sektor yang boleh dan tidak boleh dipenuhi anggarannya di masa tersebut (Ref : kitab al amwal fi daulatil Islam).

Misalnya saja sektor Sumber Daya Alam yang melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke, atau pun apabila terdesak, negara dapat melakukan penarikan pajak yang sifatnya kontemporer.

Pemerintah wajib mengadakan segala kebutuhan, dan tentu akan mudah didapat apabila langkah-langkah penanganan / pendanaan di masa pandemi dengan syariah islam tanpa harus meng-anak tiri-kan pendidikan.
Mari serukan bersama agar islam kembali diterapkan secara totalitas.
Wallahu ‘alam.[]

*Mahasiswi

 

Comment