RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Jumlah kasus Covid-19 belum menunjukan trend angka penurunan. Juru bicara Pemerintah untuk penangan virus Corona Achmad Yurianto menyampaikan informasi terbaru dalam konferensi pers di Graha BNPB pada minggu sore.
Data pemerintah yang masuk hingga Minggu pukul 12.00 WIB menunjukkan, terdapat 1.681 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan kasus baru itu menyebabkan kini ada 75.699 kasus Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak diumumkannya pasien pertama oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.
Sungguh miris,jumlah kasus yang terus meningkat, namun kita dapati masyarakat semakin abai dengan kondisi saat ini.
Peningkatan kasus ini kontradiktif dengan pelonggaran PSBB serta pendanaan Covid-19.
Dari segi kebijakan PSBB, dapat kita jumpai banyak daerah sudah melakukan pelonggaran meskipun jumlah kasus meningkat. Istilah New Normal sudah merasuk ke pemikiran masyarakat, sehingga masyarakat semakin abai dengan protokol kesehatan yang harus dijalankan, selain itu pemerintah juga terkesan longgar untuk menindak pelanggaran terkait protokol kesehatan di area publik.
Setali tiga uang dengan kebijakan pendanaan Covid-19, jumlah kasus meningkat seyogyanya dana yang dikucurkan juga meningkat. Namun pemerintah mengatakan bahwa anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 tidak akan bertambah hingga akhir tahun walaupun kasus positif Covid-19 semakin banyak dengan rata-rata jumlah penambahan perhari diatas 1000 kasus.
Perlu adanya evaluasi sistem penanganan Covid-19 yang ada di Indonesia. Urgensi penyelamatan nyawa rakyat tidak boleh dikesampingkan. Pemerintah harus segera membentuk instrument baru guna menekan pertambahan kasus positif Covid-19. Ruh kebijakan yang ada harus dirubah, yang sebelumnya adalah hitung-hitungan materi sekarang harus diubah menjadi melayani urusan umat.
Bisa kita lihat dalam mekanisme penanganan wabah di sistem Islam. Jaminan kesehatan dalam Islam itu memiliki empat sifat. Pertama, universal, dalam arti tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat. Kedua, bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Ketiga, seluruh rakyat bisa mengaksesnya dengan mudah. Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh plafon.
Kebijakan karantina wilayah yang dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khattab menunjukan bahwa penangan wabah dalam Islam memiliki pandangan universal. Jika wilayah persebaran tidak dibatasi, akan mempersulit penanganan penyembuhan pasien positif serta akan menambah jumlah kasus. Dengan adanya karantina nakes akan konsentrasi pada penyelamatan pasien, tidak disibukan dengan semakin bertambahnya pasien setiap harinya. Cara ini terbukti efektif menyelesaikan masalah wabah.
Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana tidak kecil. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya.
Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat, secara berkualitas.
Kuncinya adalah dengan menerapkan Islam secara menyeluruh. Hal itu hanya bisa diwujudkan di bawah sistem yang dicontohkan dan ditinggalkan oleh Nabi saw., lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya.[]
Comment