Norma Rahman, S.Pi*: Pendidikan Era New Normal. Kebijakan Normal ?

Opini627 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA   — Dilansir Kompas.Com, berbulan-bulan sudah dunia, termasuk Indonesia, berada dalam cengkraman Covid-19. Kondisi ini memaksa kita untuk tinggal di rumah, melakukan pekerjaan dari rumah, tidak terkecuali sektor pendidikan.

Pemerintah mengambil kebijakan melakukan pembelajaran jarak jauh. Bahkan, ada guru terpaksa mendatangi peserta didik di rumah bagi mereka yang tidak bisa mengakses internet.

Banyak hambatan dan rintangan dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh, namun semua itu harus dilalui demi membelajarkan peserta didik yang “dikurung” Covid-19. Kini pemerintah menggulirkan wacana ” New Normal” termasuk kenormalan baru dalam bidang pendidikan.

Begitu pun pernyataan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sulawesi Tenggara (Sultra) mewajibkan sekolah-sekolah menyiapkan diri menuju tatanan hidup baru atau new normal.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dikbud Sultra Asrun Lio mengatakan, saat ini sudah ada beberapa kabupaten dan kota di Sultra yang masuk kategori zona hijau.

Jadi, menghadapi tahun ajaran baru yang jika mengacu pada kalender pendidikan dimulai 13 Juli, sekolah harus sudah mulai menyiapkan segala hal terkait protokol kesehatan Covid-19.

New normal kita diminta untuk bisa hidup berdampingan dengan Covid-19. Tentu banyak hal yang harus kita persiapkan, agar new normal ini tidak menjadi bumerang bagi kita dengan semakin tingginya angka terjangkit wabah ini.

Menyiapkan Sekolah Era Normal Baru

Apa yang harus disiapkan pengelola sekolah?

Pertama, membersihkan lingkungan sekolah dengan menyemprotkan disinfektan.

Kedua, melengkapi sarana dan prasarana pendukung untuk kegiatan mencuci tangan di setiap kelas.
Ketiga, mengundang orangtua/wali peserta didik, dan komite untuk mensosialisasikan gerakan new normal dan meminta dukungan dari orang tua dan komite.

Keempat, menjalin kerja sama dengan dinas kesehatan dan meminta tenaga kesehatan minimal perawat untuk berada di lingkungan sekolah setiap satu minggu sekali guna melakukan pemeriksaan peserta didik, dengan tujuan bila ada peserta didik menunjukkan gejala Covid-19 dapat segera dirumahkan.

Kelima, membuat jadwal guru yang akan mengontrol social distancing peserta didik selama di dalam kawasan sekolah.
Keenam, kepala sekolah beserta wakil kurikulum dan kesiswaan, membagi jumlah peserta didik dalam satu kelas menjadi dua bagian, dengan tujuan agar penerapan sosial distancing di dalam kelas dapat dijalankan. Jaga jarak antarpeserta didik dapat diterapkan jika kepadatan jumlah peserta didik dikurangi.

Ketujuh, menyusun roster atau jadwal pembelajaran pagi dan siang. Kedelapan, melaksanakan proses pembelajaran dalam dua shift atau dua gelombang, pagi dan siang.

Pro dan Kontra New Normal

Persiapan ini tentu akan menimbulkan pro dan kontra, baik di kalangan orangtua maupun dari kalangan guru sendiri. Dari kalangan orangtua, kekhawatiran mereka terhadap kesehatan peserta didik selama di sekolah tentunya dapatlah kita maklumi.

Namun, dengan membekali masker, hand sanitizer, membawa bekal dari rumah, selalu mencuci tangan, dan menjaga jarak dengan sesama peserta didik di sekolah akan menjauhkan mereka dari tertular pandemi.

Usaha pihak sekolah untuk memberikan jaminan kesehatan selama peserta didik berada di sekolah tidak akan ada artinya bila tidak didukung orangtua dan dimulai dari rumah masing-masing, melalui penerapan pola hidup bersih dan sehat.

Di kalangan guru sendiri, pro dan kontra tentang kebijakan mengajar dua gelombang dalam satu kelas pasti akan muncul.

Keberatan karena terlalu lama berada di lingkungan sekolah (luar rumah), kurang waktu untuk istirahat, dan alasan lain pasti akan dilontarkan para guru.

Namun, bila kita menginginkan gerakan new normal pendidikan ini berjalan maka mau tidak mau, suka tidak suka harus tetap kita dukung dengan cara ikut melaksanakan.

Terkait hal itu, sebagai mana di kutip tribunnews.com, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan, hanya sekolah di zona hijau yang dapat kembali membuka pengajaran secara tatap muka di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Kepala Biro Kerja sama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani mengatakan pembukaan sekolah yang berada di zona hijau akan dilakukan secara hati-hati. Kesehatan dan keselamatan warga sekolah menjadi prioritas utama.

“Sehingga sekolah-sekolah di wilayah zona hijau tidak serta merta dibuka, tetapi akan dilakukan dengan sangat hati-hati, dan tetap mengikuti protokol kesehatan,” ujar Evy dalam keterangannya di Jakarta, (merdeka.com)

Selain itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. dr. Aman Bhakti Pulungan, mengatakan data kasus Covid-19 yang menimpa anak-anak antara lain hampir 3.400 anak berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), kematian PDP sebanyak 129 anak, positif Covid-19 pada anak sebanyak 584 kasus, dan 14 kematian anak dari kasus positif Covid-19. (Kompas.com)

Banyak pihak yang menilai bahwa pemberlakuan new normal, khususnya di dunia pendidikan sangat berbahaya dan terkesan menjadikan siswa didik dan para guru sebagai kelinci percobaan. Apalagi faktanya, situasi wabah belum benar-benar selesai dan kurva kasusnya pun tak kunjung melandai.

Atas kontroversi ini, pemerintah pun lantas memberi penjelasan. Bahwa yang dimaksud adalah membuka tahun ajaran, bukan membuka sekolah sebagaimana ramai dibicarakan.

Menurut pemerintah, memasuki new normal, pembukaan tahun ajaran baru tetap harus dilakukan. Namun opsi pembelajarannya bisa dengan tatap muka di sekolah atau secara daring alias belajar dari rumah (BDR).

Pendidikan Dalam Sistem Islam.

Islam diposisikan dalam level yang sangat tinggi sebagaimana Islam menempatkan kedudukan ilmu dan orang yang berilmu pada level yang juga sangat tinggi.

Paradigma inilah yang mendorong negara yang menerapkan sistem Islam menempatkan sistem pendidikan sebagai salah satu pilar peradaban cemerlang yang harus mendapat perhatian serius oleh negara, baik dalam menjaga kemurnian visi, kurikulum, metode pembelajaran, hingga dukungan sarana dan prasarananya.

Negara atau kepemimpinan -yang dalam Islam memiliki fungsi sebagai pengurus dan penjaga umat- bahkan akan memastikan agar sistem pendidikan ini berjalan sempurna, dengan turut menciptakan suasana kondusif melalui penerapan sistem-sistem hidup lainnya.
Misalnya, menerapkan sistem ekonomi dan moneter Islam yang kuat dan menjamin kesejahteraan seluruh warga negara.

Orang per orangnya. Termasuk dukungan anggaran yang lebih dari memadai bagi terselenggaranya pendidikan dengan kualitas mumpuni. Seperti sarana dan prasarana pendidikan, gaji dan fasilitas guru yang sangat tinggi, insentif dan fasilitas bagi para siswa yang menggiurkan, biaya riset yang sangat memadai serta hal-hal lain, yang membuat pendidikan menjadi hal yang agung dan menyenangkan.

Juga dukungan sistem politik Islam yang mandiri dan berdaulat bebas dari intervensi asing. Sistem sosial Islam yang menjaga kebersihan moral masyarakat dan menjamin ta’awun serta tradisi amar makruf nahi mungkar berjalan sebagaimana semestinya.

Sistem sanksi Islam yang tegas dan memberi rasa aman bagi semua. Serta sistem-sistem pendukung lain yang menjamin arah pendidikan dan kultur belajar dan beramal demi kepentingan umat benar-benar terjaga dengan sempurna.

Wajar jika dari sistem pendidikan Islam yang didukung sistem-sistem Islam lainnya ini lahir sosok-sosok yang berkepribadian Islam dengan skill yang mumpuni yang berhasil membawa umat ini pada level kehidupan jauh di atas level umat-umat lainnya, sebagai khairu ummah dalam masa yang sangat panjang.

Visi dan aturan-aturan Islam yang komprehensif inilah yang terus dipegang teguh para penguasa Islam dari satu generasi ke generasi lainnya. Sehingga setiap situasi yang dihadapi termasuk saat situasi wabah terjadi mampu dilewati dengan sebaik-baiknya.

Hingga sepanjang sejarahnya, umat Islam yang hidup di bawah naungan sistem kepemimpinan Islam tetap dikenal sebagai pionir peradaban. Di mana peradaban barat modern pun begitu berutang pada Islam. Wallahu a’lam.[]

*Guru SMKN 1 Pomalaa, Kolaka

 

Comment