RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pendidikan adalah suatu pondasi dalam hidup yang harus dibangun dengan sebaik mungkin. Secara umum pendidikan adalah proses pembelajaran pengetahuan, keterampilan serta kebiasaan yang dilakukan suatu individu dari satu generasi ke generasi lainnya. Proses pembelajaran ini melalui pengajaran, pelatihan dan penelitian. Adanya pendidikan juga dapat meningkatkan kecerdasan, akhlak mulia, kepribadian serta keterampilan yang bermanfaat baik itu untuk diri sendiri maupun masyarakat umumnya.
Sesuai dengan apa yang diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia dalam UU No. 2 Tahun 1985, tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, memiliki budi pekerti luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan bertanggung jawab terhadap bangsa.
Visi yang mulia itu nampaknya hanya tercantum dalam konstitusi. Namun miskin realisasi. Kisruh pendidikan tak juga usai. Mulai dari gonta ganti kurikulum hingga 11 kali, kisruh naiknya UKT di tengah pandemi, sistem zonasi dalam PPDB yang juga menuai kritikan. Kisruh dana bantuan yang tak juga cukup menyediakan fasilitas yang baik dan tenaga pengajar yang berkualitas, juga kebijakan terbaru untuk mengawinkan sekolah dengan industri.
Berawal dari mimpi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, agar sekolah SMK diminati oleh masyarakat. Saat ini seperti dikutip laman theworldnews.net (27/6/2020) Nadiem sedang menggalakkan upaya kerja sama dunia industri dengan dunia pendidikan di Tanah Air yang dia ibaratkan dengan perkawinan massal. Perkawinan massal dimaksud ialah sebuah simbiosis mutualisme antara sektor pendidikan dan dunia industtri.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kemendikbud, Wikan Sakarinto dalam laman antaranews.com.com (27/6/2020) menambahkan, tujuan utama dari gerakan ini agar program studi vokasi di perguruan tinggi vokasi menghasilkan lulusan dengan kualitas dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan dunia kerja.
Walhasil arah sistem pendidikan semakin absurd dan melesat jauh dari tujuan semula. pendidikan kemudian menjadi mesin pensuplai kebutuhan pasar tenaga kerja bagi industri raksasa milik negara-negara adidaya dan bukan sebagai pilar membangun peradaban cemerlang. Hal ini akan berdampak negeri ini terposisi sebagai objek penjajahan. Tak berdaulat dan jauh dari kemandirian.
Visi pendidikan untuk mewujudkan insan mulia tentunya jauh panggang dari api.
Ini tentu tidak lepas dari peran sistem kehidupan sekuleristik yang telah merasuki sendi sendi kehidupan termasuk juga pendidikan. Sehingga dihasilkan berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai agama.
Dari rahim sekular inilah lahir tatanan ekonomi kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hesonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap agama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan materialistik.
Sistem pendidikan materialistik terbukti gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus menguasai iptek. Secara formal kelembagaan, sekulerisasi pendidikan ini telah dimulai sejak adanya kurikulum pendidikan dua departemen yang berbeda, yakni Depag dan Depdikbud. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu kehidupan (iptek) adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai, sehingga sama sekali tak tersentuh oleh standar nilai agama. Kalaupun ada hanya sebatas kode etik saja.
Sementara pendidikan karakter justru kurang tergarap secara serius. Tercetak lah banyak orang pintar, jadi pejabat tapi juga pelaku korupsi, suap, dll.
Nampak jelas wajah buruk pendidikan sekuler yang telah mencetak para pejabat yang hanya berpikir kepentingannya semata. Negara ini telah tergadai kepada asing akibat ulah tangannya. Anak negeri hanya menjadi kacung dari industri mereka ditambah lagi pendidikan yang hanya bisa menghasilkan buruh dan pekerja bukan para ahli di bidangnya. Jauh dari visi pendidikan yang tercantum dalam undang undang tersebut di atas.
Sistem pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi ada bagian sisi kehidupan lain yang saling mempengaruhi. Ada sistem ekonomi, sistem sosial budaya, politik pemerintahan, hukum, yang kesemuanya terangkai dalam satu sistem tatanan kehidupan yang terintegrasi.
Ketika tatanan tersebut pondasinya kuat dan shahih, maka bangunannya juga kokoh tak mudah roboh.
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya perombakan sistem kehidupan yang bertumpu pada azas yang tepat dan benar. Tidak berorientasi dan berpijak pada materi yang terbukti lemah dan rapuh.
Islam merupakan sebuah ideologi shohih yang berdiri di atas landasan yang benar. Berasal dari Sang Maha Kuasa atas segala ciptaNya. Iman kepada Allah SWT menjadi kunci peradabannya. Ridho ilahi menjadi tujuannya. Tak ada andil manusia untuk menciptakan aturannya.
Pendidikan dalam perspektif islam, menjadikan aqidah islam sebagai pilar utama. Hakikat hidup manusia merupakan perumusan komprehensif dari tiga pertanyaan mendasar: Dari mana manusia berasal, untuk apa manusia hidup, serta kemana manusia setelah mati?
Pemahaman ini yang menentukan corak atau gaya hidup seseorang termasuk juga landasan sebuah negara. Tujuan hidup manusia untuk beribadah kepada Allah menjadi ruh dalam setiap lini kehidupan termasuk pendidikan.
Mencetak generasi cemerlang yang berkepribadian islam, memiliki pola pikir dan pola sikap islami menjadi perhatian utama dalam pendidikan islam. Sains dan teknologi juga diajarkan agar generasi menjadi ahli mengelola dunia untuk mempermudah ibadahnya. Tak ayal, pendidikan islam menghasilkan ahli agama sekaligus ahli sains dan teknologi. Lihatlah hasil sebuah pendidikan Islam yang telah melahirkan ulama Averos (Ibnu Rus) yang cakap di bidang sains ilmu pengetahuan.
Saatnya dunia pendidikan berkiblat pada islam yang telah terbukti menorehkan hasil gemilang tatkala kejayaannya. Pendidikan gratis dan berkualitas yang terjamin penuh oleh penguasa. Menjadikan rakyatnya kaya akan ilmu dan pemikiran. Banyak temuan yang dihasilkan dari ahlinya. Telah menjadikan peradaban islam menjadi mercusuar dunia.[]
*Praktisi pendidikan
Comment