Aminah Darminah*: Pajak Andalan Utama Ekonomi Kapitalis

Opini579 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pelonggaran PSBB yang dilakukan pemerintah menimbulkan tren bersepeda di kalangan masyarakat.

Animo masyarakat semakin tinggi untuk menggunakan sepeda sebagai alternatif kendaraan pribadi. Di tengah ramainya masyarakat menggunakan sepeda muncul ide dari Kementrian Perhubungan untuk menarik pajak dari sepeda.

Kontan saja pernyataan ini membuat gaduh masyarakat yang kondisi ekonomi terpuruk akibat imbas civid-19.

Direkrorat jenderal perhubungan darat Kementrian Depertemen Perhubungan (KMENHUB) sedang membuka wacana untuk memberlakukan pajak sepeda.

Menurut Dirjen perhubungan darat Kementrian Perhubungan Budi Setiadi saat mengisi diskusi virtual yang dilansir antaramews (30/6/200), mengatakan tentang pengalaman masa kecil dirinya bersepeda dikenakan pajak dan sebagainya dan sekarang ini bahkan sejalan dengan revisi UU No. 22/2009 dan sudah didiskusikan pula dengan korlantas Polri. Namun pernyataan tersebut kemudian diralat kembali.

Kementrian Perhubungan seperti dikutip CNNIndonesia.com (30/6/2020), menegaskan, tidak mengatur pemungutan pajak sepeda, melainkan regulasi yang akan mengatur sisi keselamatan bersepeda. Aturan pajak sepeda seseorang yang membeli sepeda di toko dalam negeri akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% dari harga jual. Apabila membeli online dari luar negeri negara berhak memungut bea masuk atas sepeda tersebut.

Miris, negeri yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) dan terkenal dengan istilah gemah ripah loh jenawi toto tentram kertoraharjo ini, pajak justeru menjadi pendapatan utama negara.

Padahal sejatinya,  Indonesia memiki wilayah alam yang luas dengan tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.

Kekayaan alam yang terpendam di bumi Indonesia sangat besar. Seperti minyak mentah, gas alam, timah, tembaga dan emas. Dengan Sumber Daya Alam yang besar negara kapitalis berupaya memperebutkan pengaruhnya di Indonesia.

Dengan seluruh potensi yang ada, sesungguhnya Indonesia merupakan negara kaya. Namun sangat disayangkan meski memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) tersebut, Indonesia  Justru menghadapi masalah besar terkait kemiskinan. Pada tahun 2019 saja, jumlah kemiskinan di Indonesia menyentuh 9,4 % atau 25,15 juta.

Sebagai sebuah konsekuensi mengadopsi sistem ekonomi kapitalis, pemerintah tentunya harus membuka kran pengelolaan SDA bagi investor asing.

Tidak kurang 80% lebih SDA dikuasai asing dan akibatnya negeri yang sangat subur dan makmur ini, masyarakatnya justeru menghadapi dan hidup dalam kondisi miskin. Sementara pemasukan untuk APBN mengandalkan pajak.

Berdasarkan kutipan laman kontan.co.id (5//6/2020), jumlah pemasukan APBN tahun 2020 mencatat realisasi penerimaan pajak sampai april 2020 sebesar 367,67 triliun.

Konsekwensi APBN mengandalkan pajak membuat semua aktivitas akan terkena pajak, dampaknya ekonomi biaya tinggi.

Dalam Islam,  negara wajib memenuhi kebutuhan pokok individu seperti sandang, pangan dan papan. Memberikan jaminan dengan mekanisme tidak langaung dan dalam konsdisi tertentu menggunakan mekanisme langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut.

Pertanyaannya adalah dari mana negara mendapatkan dana untuk memenuhi kebutuhan pokok individu dan masyarakat?

Menurut Abdul Qodim Zallum dalam bukunya “Sistem Keuangan Negara Khilafah” menjelaskan bahwa sumber pendapatan negara dikumpulkan di Baitul Maal yaitu lembaga keuangan negara Islam. Tugasnya menangani segala harta ummat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. 

Ada beberapa sumber pendapatan negara: Pertama, dari pengelolaan negara atas kepemilikan umum. Dalam sistem ekonomi Islam SDA seperti kekayaan hutan, minyak, gas, dan barang-barang tambang  adalah milik umum sebagai sumber utama negara untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat.

Syariat Islam,  mengharamkan pemberian hak khusus kepada individu, kelompok swasta apalagi asing. Kedua, dari pengelolaan fa’i, kharaj, ghanimah, dan jizyah serta harta milik negara dan BUMN.

Ketiga dari harta zakat. Keempat, sumber pemasukan temporal seperti infak, wakaf, sedekah dan hadiah, harta penguasa yang ghulul, harta orang murtat, sisa harta waris atau yang tidak memiliki ahli waris. 

Dalam sistem ekonomi Islam, pemerintah dilarang bahkan diharamkan memungut pajak secara rutin dan terstruktur. Pajak hanya menjadi salah satu pendapatan yang bersifat insidentil dan dalam kondisi tertentu. Pajak hanya diwajibkan ketika kas Baitul Mal kosong. Hanya dipungut dari orang-orang kaya dan muslim, jumlah tidak boleh melebihi kebutuhan. 

Dalam sistem kapitalis, pajak merupakan sumber utama pendanaan negara. Sebaliknya di dalam Islam hanya sebagai penyangga dalam kondisi darurat, dengan begitu pemerintah tidak perlu membebani rakyat dengan pajak. Wallahu a’lam.[]

Comment