RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pelangi-pelangi alangkah indahmu, tak seindah pelangi kaum laknat ini. Simbol pelangi bagi sebagian anak kecil adalah hal yang menyenangkan, namun terlihat ngerih di tangan pengagum kebebasan, kebebasan yang kebablasan.
Awal tahun 2020 negeri ini di gemparkan dengan berita Renhard Sinaga pada kasus pemerkosaan yang bikin panling. Bagaimana tidak, selama menempuh pendidikan program doktoral Geografi di Universitas Leeds, Inggris. Pengadilan Inggris menyebutnya sebagai predator seks. Dan terbukti bersalah, hingga di hukumi hukuman seumur hidup karena melakukan kasus pemerkosaan 159 kasus pemerkosaan di Inggris.
Menurut kepolisian Manchester, Reynhard memperkosa korbannya setelah sebelumnya di bius. Kasus ini di sebut sebagai kasus pemerkosaan terbesar di Inggris, (tempo.co, 8/1/2020).
Publik kembali di buat tercengan pada Juli ini. Salah satu selegram terkenal dan merupakan idola para milenials, Karin Novilda atau Awkarin. Dalam salah satu video di channel youtubenya, yang berjudul #KelanaKarin, Aceh apa kabar. Tampak ia melakukan perjalanan ke Aceh dan mengunjungi beberapa komunitas, salah satunya kaum LGBT. Mengapa harus Aceh? bukankah Aceh di kenal dengan serambi mekah? Dan terkenal sebagai tempat paling tegas perlakuannya kepada perilaku yang menyimpang.
Sekilas terlihat semuanya baik-baik saja, tak ada yang salah dalam tayangan video ini. Namun, terdapat konspirasi busuk menopang propaganda kaum LGBT tak terendus lewat tayangan humanis yang menyentuh ini, sebab Awkarin mendokumentasikan semuanya dengan mulus tanpa celah. Ia seolah menunjukkan kepada dunia bahwa syariah Islam di Aceh tidak lebih dari macan ompong. Bahkan ia menemui langsung orang-orang, termasuk mereka yang dianggap telah terzalimi oleh pemberlakuan syariah Islam, mengekang kebebasannya untuk mengekspresikan diri dan menikmati hidup dengan menjadi diri sendiri.
Di perparah dengan aksi dukungan Unilever terhadap gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ), pernyataan itu diposting lewat akun istagramnya Unilever Global, (19/062020). Menambah daftar panjang keberanian kaum pelangi ini merajalelah secara bebas tanpa rasa malu. Unjuk gigi ingin di akui keberadaannya di tengah masyarakat yang sedang sakit.
Meski hal tersebut telah menuai kecaman di dunia maya dan nyata dengan adanya seruan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyerukan untuk memboikot produk Unilever tersebut. Lantas pertanyaannya, apakah dengan memboikot kaum pelangi ini akan musnah?
Membuat aksi boikot memang akan merugikan produsen, tetapi tidak ada jaminan bahwa dukungan terhadap kebobrokan (LGBT) akan dihentikan.
Sama halnya dengan kasus yang pernah terjadi dengan produk asal negara Israel yang mendapat kecaman atas tindakan kekejaman tentara Israel pada masyarakat muslim Palestine. Apakah setelah boikot produk, mereka menghentikan pergerakan senjatanya ke Palestina?
Tidak saudariku. Begitupun hanya dengan boikot produk Unilever, apakah setelah boikot akan menghentikan merajalelahnya kaum pelangi?
Faktanya di era penganut sistem kapitalisme, MNC perusahaan Multinasional yang mendukung LGBT berpijak pada paham liberalisme yang di agungkan dan mampu memberi feeback bagi suburnya lahan bisnis mereka.
Menganut paham liberal yang menyusun ide kebebasan, membuat setiap manusia berpotensi menjadi kaum LGBT. Terdengar nyeleneh tapi nyata, setiap kalangan baik kaya maupun miskin, orang perkotaan ataupun pedesaan, berpendidikan atau tidak, semua dapat terancam terkena penyakit terlaknat ini.
Mereka sudah merancang senjata sedemikian rupa, ibaratnya sekarang peluru-peluru kaum pelangi sudah ditembakkan ke segala penjuru dunia, hingga ke pelosok desa sekalipun.
Jika tidak punya perisai, lambat laun akan terjerumus terkena virus menjijikkan ini. Ia pun melanda tatanan keluarga, sampai ada yang melakukan hubungan inses, hubungan badan dengan saudara kandung sendiri.
Lagi-lagi prinsip kebebasan tanpa kendali, di sebabkan tidak adanya kontrol untuk naluri nau (melestarikan keturunan) dalam diri seseorang.
Sebagaimana Allah telah mengabarkan hal ini pada masa kaum Nabi Luth, akibat membiarkan naunya bebas berkelana, akhirnya main sikat main embat saja. Bermula dari ide kreativitas dangkal, coba-coba akhirnya keterusan dan kebablasan. Tabrak sana-sini, hingga melakukan perilaku menyimpang.
Secara fitrah, laki-laki suka dengan perempuan dan perempuan suka dengan laki-laki. Allah telah menciptakan naluri kasih sayang sebagai bentuk mengaplikasikan kasih sayang pada diri hamba-Nya. Tinggal bagaimana setiap diri mengontrol dalam pemenuhannya bagaimana dan harus seperti apa berdasarkan syariah Islam.
Tidak cukup sampai di sini, media pun ikut andil dalam propaganda busuk ini. Sebuah serial televisi nasional menayangkan tontonan yang tidak semestinya dilihat oleh para generasi muda, kecaman di dunia maya pun mengalir deras di laman Facebook dengan #BoikotSCTV, #BoikotFilmDariJendelaSMP. Film ini seolah menyimpulkan, bahwa zina dan ngehamilin anak orang dianggap romantis.
Perlawanan terhadap LGBT harus di lakukan dengan upaya sistematis menghapus paham, sistem dan lembaga yang membackup dari belakang. Di gantikan dengan ideologi Islam yang melahirkan individu yang taat dan mampu menebar rahmat di tengah-tengah masyarakat. Karena hanya syariah Islam, setiap individu akan bergerak sesuai dengan fitrahnya. Jika ada yang melanggar, sesungguhnya hukuman dalam Islam adalah sanksi yang dapat menghapus dosa dan memberi efek jerah bagi para pelakunya, serta pintu-pintu kemaksiatan di tutup rapat-rapat, hingga mustahil akan ada yang berulah di luar batas kewajaran manusia normal. Wallahu a’lam bissahawab.[]
*Aktivis Dakwah Makassar Dan Anggota AMK)
Comment