RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Korban kasus postif covid-19 tercatat hingga hari ini menembus angka 50 ribu jiwa. Jumlah tersebut memungkinkan akan bertambah.
Sejak Indonesia menerapkan kehidupan baru, rupanya belum mampu menghambat laju penyebaran virus covid-19 ini. Bahkan, setiap harinya kasus baru corona mencapai lebih dari 1.000 kasus.
Penerapan kehidupan baru diambil sebagai langkah untuk menormalisasikan sektor ekonomi, nyatanya belum tepat. Langkah efektif yang dilakukan adalah dengan pencegahan dan terus mengedukasi masyarakat.
Sehingga sebaran covid-19 bisa dicegah sejak dini, serta menutup peluang penambahan jumlah korban.
Dilansir kompas.com – Anggota Tim Satgas Penanganan Covid-19 dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra menilai, ada yang salah dari strategi penanganan pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia.
Sebab, menurut dia, sejak awal pemerintah tidak cukup dalam meminta pendampingan penanganan Covid-19 dari para ahli kesehatan masyarakat.
“Tetapi memang ada yang salah dalam strategi penanganan Covid-19 oleh pemerintah. Pemerintah tidak cukup merekrut dan meminta pendampingan dari pakar kesehatan masyarakat, para ahli epidemiologi dan juga yang sifatnya berbasis komunitas,” kata Hermawan pada Kompas.com, Senin (29/6/2020).
Hermawan mengingatkan, ada baiknya jika saat ini Presiden Joko Widodo tidak terjebak dalam penanganan Covid-19 berbasis infrastruktur atau pelayanan medis saja.
Namun, pencegahan Covid-19 di tingkat akar rumput juga harus menjadi perhatian yang serius.
“Tetapi juga pencegahan yang memang ini menjadi konten terbesar penanganan Covid-19 malah kurang diperhatikan,” ujar dia.
“Nah hal-hal yang sifatnya insentif ini kan tertuju pada tenaga medis yang di rumah sakit ya padahal upaya kesehatan masyarakat harus dikuatkan,” ucap Hermawan.
Para ahli berpandangan bahwa tingginya angka kasus baru corona diberbagai daerah karena pelonggaran PSBB di tengah kondisi ketidaksiapan masyarakat. Semestinya program new normal dicabut.
Sementara dari pihak Pemerintah beralasan, penerapan kehidupan baru sudah bisa dijalankan karena faktor tes masif dan pelacakan secara terus-menerus yang dilakukan oleh Pemerintah.
Akhirnya diharapkan dengan kehidupan baru ini bisa memulihkan sektor ekonomi yang masih lesu akibat pandemi.
Hanya saja, Pemerintah mengabaikan dari sisi keamanan. Sadar atau tidak, kita ini sedang berjuang melawan virus berbahaya tanpa pelindung dan strategi apapun. Siapa yang kuat, dialah yang akan bertahan.
Inilah wujud asli penerapan sistem kapitalis sekuler. Hitung-hitungan untung rugi menjadi prioritas, dengan tidak mengindahkan nyawa manusia sekalipun.
Dalam sistem kapitalisme, penguasa hadir bukan sebagai pemelihara urusan rakyatnya, melainkan sebagai pelayan para kapitalis.
Seharusnya kelesuan ekonomi yang dialami pelaku ekonomi raksasa/ kapitalis tidak menjadi pendorong kuat Pemerintah memberlakukan new normal dengan resiko mengorbankan keselamatan jiwa masyarakat luas.
Lain halnya dalam pemerintahan Islam, sang penguasa merupakan junnah (perisai) bagi rakyatnya. Dialah satu-satunya pelindung umat, yang menjaga jiwa seluruh rakyatnya tanpa terkecuali ( baik muslim maupun non muslim) sebagai penanggungjawab keselamatan rakyat pada saat terjadi wabah maupun tidak.
Dalam rangka menjaga dan menyelamatkan jiwa rakyat serta menjamin kebutuhan pokok rakyat dikala pandemi, maka beginilah cara Islam mengatasi pandemi, dapat dijelaskan dalam beberapa poin sebagai berikut:
Kesatu, dengan isolasi wilayah yang terdampak atau dalam istilah sekarang disebut Lockdown. Seperti yang pernah di terapkan di masa Khalifah Umar bin Khattab pada daerah yang terserang wabah, semua akses dari luar wilayah terdampak wabah seperti transportasi dan akses publik lainya di tutup agar wabah tidak makin meluas.
Selain itu dalam mengatasi penyebaran yang meluas negara sebagai pengurus rakyat akan melakukan pelacakan secara masif tanpa menarik biaya pelayanan, dengan sistem door to door.
Petugas kesehatan akan memeriksa seluruh rakyat tanpa terkecuali, dengan begitu orang yang terinfeksi akan langsung dikarantina.
Ketika kasus terinfeksi sudah sedikit atau bahkan tidak ditemukan dalam jangka waktu tertentu maka orang yang tidak kerkena wabah atau dinyatakan sehat bisa kembali beraktifitas. Sehingga tidak menimbulkan beban ganda bagi sebuah negara.
Kedua, Islam akan menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyat yang terdampak wabah dengan memberikan suplai kebutuhan vital rakyat seperti makanan, minuman, alat kesehatan pribadi (masker, hand sanitizer, dll) termasuk menyediakan bahan untuk meningkatkan imunitas tubuh baik herbal maupun kimiawi.
Juga memastikan tersedianya layanan kesehatan seperti rumah sakit, perawat, obat, alat kesehatan, termasuk memastikan layanan pengurusan jenazah tersedia dengan cukup.
Ketiga, Islam membiayai aktifitas promosi dan edukasi hidup sehat pada masyarakat diantaranya aktivitas sanitasi pada tempat-tempat publik. Juga pemasangan alat pendeteksi suhu tubuh di semua akses titik masuk wilayah negara Islam, sehingga masyarakat yang sehat tidak merasa khawatir terinfeksi saat beraktivitas di luar.
Dalam pemberian jaminan kesehatan saat wabah, Pembiayaannya diambil dari kas negara (baitul mal) dengan berbasis pos pemasukanya bukan dari pajak ataupun utang, sehingga ekonomi negara islam tetap stabil meskipun saat wabah.
Pembiayaan bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah, yaitu 3 pos utama (pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum, pos Zakat).
Untuk penanganan wabah negara dapat mengambil dana dari pos kepemilikan umum serta pos fa’i dan kharaj. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat, secara berkualitas.
Mendamba hidup aman nan sejatera lagi terlindungi dari segala marabahaya di bawah naungan sistem kapitalisme, nyatanya jauh panggang dari api. Wallahu’alam.[]
*Mahasiswi UPI, Bandung
Comment