RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTS – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkap sebanyak 3.324 anak di RI berstatus PDP corona. Dari data yang diungkap, 129 anak berstatus PDP meninggal, lalu 584 anak terkonfirmasi positif COVID-19, dan 14 anak meninggal karena COVID-19.
Temuan tersebut menunjukan bahwa tidak benar anak tidak rentan terhadap COVID-19. Data ini bertolak belakang dengan anggapan bahwa anak-anak relatif lebih aman dari virus Corona. Bahkan ada yang sampai mengatakan bahwa kalaupun tertular, hanya akan menyebabkan dampak yang lebih ringan daripada orang dewasa.
Padahal beberapa waktu lalu Kemendikbud berencana membuka sekolah pada pertengahan Juli mendatang. Rencana tersebut menuai banyak kontra, apalagi saat ditemukan bahwa anak rentan corona. Di sisi lain data yang dimiliki pemerintah pusat dan daerah tak sama. Padahal data yang akurat, mana daerah hijau, kuning dan merah, sangat mempengaruhi keberhasilan rencana tersebut.
Pemerintah telah menyatakan bahwa rencana pembukaan sekolah kembali hanya berlaku untuk daerah-daerah yang berzona aman. Di sisi lain, data yang dimiliki oleh pemda dan pemerintah pusat tidaklah senada. Terkadang mereka memegang hasil yang berbeda-beda. Hal ini yang menjadi perhatian para pengajar dan wali murid, karena dampak dan resiko yang diambil sangat besar. Mengingat tingginya data positif corona pada anak yang diungkap oleh IDAI.
Seperti yang dikatakan Ketua IDAI, Aman Bhakti Pulungan menegaskan dan mewanti-wanti agar Indonesia waspada terhadap COVID-19 pada anak.
Aman menyampaikan angka kematian anak di Indonesia sudah tinggi akibat penyakit pneumonia. Pneumonia adalah pembunuh anak nomor satu di Indonesia. Menurut data UNICEF, lebih dari 19.000 balita di Indonesia meninggal karena pneumonia di tahun 2018. Tanpa COVID-19 saja, pneumonia yang karena bakteri sudah menjadi pembunuh nomer satu, bagaimana jika ditambah dengan virus yang menyerang organ paru-paru ini? Maka, jangan sampai pemerintah benar-benar merealisasikan rencana kembali ke sekolah pertengahan bulan Juli. Apalagi di tengah buruknya penanganan corona.
Selain itu, masyarakat juga harus sadar bagaimana rentannya anak-anak mereka. Terutama jika anak-anak mereka mengidap pneumonia, asma dan gizi buruk. Jangan sampai membiarkan anak-anak mereka terpapar corona. Jagalah agar anak-anak tetap di rumah dan lakukan protokol kesehatan dengan ketat.
Dari data IDAI, harusnya menjadi pertimbangan pemerintah menetapkan kebijakan. Namun, pemerintah justru mengabaikannya. Malah merencanakan anak-anak untuk kembali ke sekolah. Dengan menetapkan relaksasi PSBB dan wacana kembali ke sekolah telah menegaskan bahwa pemerintah hanya peduli keadaan ekonomi dan investasi saja.
Seharusnya negara mempertimbangkan kembali wacana kembali ke sekolah setelah rilisnya data dari IDAI tersebut. Melonjaknya angka positif COVID-19 setelah relaksasi PSBB harusnya menjadi evaluasi, bahwa status Corona di Indonesia masih berbahaya. Pada 21 Mei lalu, penambahan kasus harian bahkan mencatatkan angka tertinggi, yakni 973 kasus. Sehari kemudian, per 22 Mei 2020, sudah ada 20.796 orang terinfeksi virus corona.
Pertanyaan kritisnya, Bagaimana jadinya nasib anak-anak jika mereka harus juga menjalankan kehidupan “new normal” dengan kembali ke sekolah? Jangan sampai, anak-anak juga dikorbankan demi menjalankan skenario-skenario percobaan.
Anak-anak adalah aset negara. Negara wajib menjamin kesehatan mereka. Karena negara yang kuat terletak dari anak bangsa yang sehat. Maka, jangan sampai anak turut dikorbankan demi menjalankan skenario pola hidup ‘A New Normal”
Islam telah mencontohkan bagaimana melindungi anak-anak bangsa. Karena bagi Islam anak adalah anugerah seperti yang telah Allah Firmankan dalam Al-Qur’an:
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. ” (QS as-Syuura[42]: 49). Oleh karena itu, anak wajib dijaga.
Islam dengan paradigma yang sahih telah memberikan hak-hak kepada anak. Konsep tersebut telah dipraktekan selama lebih dari 13 abad. Anak memiliki hak hidup yang sama seperti halnya orang dewasa seperti yang termaktub dalam Firman Allah
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (TQS. Al Insan: 2)
Kemudian hak kesehatan, seperti dalam hadits Rasulullah SAW
“Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR Muslim)
Maka dengan demikian, Islam menerapkan sistem kesehatan berbasis Islam. Sistem kesehatan Islam adalah syariat Islam itu sendiri. Syariat Islam secara keseluruhan dipersiapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai penyelamat kehidupan saat wabah maupun kehidupan normal.
Kemudian, sistem politik Islam dan sistem ekonomi Islam merupakan unsur utama pembentuk sistem kesehatan Islam. Baik dari fungsi negara sebagai pemelihara dan pelindung masyarakat, maupun segala aspek yang menjamin kesehatan setiap individu dan anak-anak.
Contohnya, sistem ekonomi Islam menjamin kebutuhan pangan anak, sehingga anak terhindar dari gizi buruk yang berpengaruh terhadap kesehatan tubuh anak, karena gizi buruk membuat anak rentan terhadap penyakit menular. Sistem ekonomi Islam juga menjamin pembiayaan kesehatan anak secara gratis.
Lalu negara segera mengembangkan vaksin halal dan aman disamping penerapan karantina yang sangat penting untuk memutus mata rantai penularan secara cepat. Dan memastikan anak telah tervaksin seluruhnya.
Maka himbauan kepada pemerintah, melihat bahaya yang akan ditimbulkan apabila masih berencana mengembalikan anak-anak ke sekolah, maka mohon pemerintah untuk mempertimbangkan kembali data IDAI. Berikutnya, mohon pemerintah untuk benar-benar memperhatikan keakuratan data pemda dan pemerintah pusat serta transparan dalam menyajikan data COVID-19 karena data sangat berpengaruh terhadap penentuan kebijakan yang tepat terkait wabah COVID-19 ini.
Kemudian, melihat gambaran Islam yang sempurna dalam menjaga anak dari pusaran wabah, kami berharap agar pemerintah melirik dan mencoba menerapkan konsep Islam dalam sistem kesehatan negara. Wallahu’alam bisshawab.[]
*Penulis adalah Founder Griya Sehat Alfa Syifa
Comment