Ismawati *: BPJS, Kesehatan Berbayar Dan  Lagi-Lagi Naik

Opini543 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – “Sudah jatuh tertimpa tangga” mungkin itulah ungkapan yang pas bagi rakyat Indonesia saat ini. Ditengah kemelut penyebaran virus corona, disaat masyarakat harus berjuang sendiri menghindari terkena wabah tersebut di tambah berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya semasa wabah karena kurangnya riayah dari pemerintah. Kini, masyarakat mendapat kebijakan pahit premi kesehatan dari BPJS yang lagi-lagi naik. Ironi!

Diketahui pada akhir tahun 2019 lalu, Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan karena terus mengalami defisit anggaran dalam Perpress Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, Mahkamah Agung membatalkan kenaikan tersebut. Hingga pada akhirnya di tahun 2020 ini, Presiden kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Perpres No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. (tribunmataram 15/5/2020)
Akhirnya Perpees tersebut menjadi dasar hukum bagi pemerintah untuk kembali menaikkan iuran BPJS. Meskipun sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan kenaikan BPJS Kesehatan berdasarkan Perpres 75 Tahun 2019 melalui putusan MA nomor 7/P/HUM/2020.

Demikianlah gambaran yang terjadi akan pengurusan rakyat dalam sistem kapitalisme. Rakyat di nilai dengan untung dan rugi. Pun atas masalah tanggungjawab memberikan hak kesehatan bagi rakyat. Dari awal kemunculannya, BPJS adalah produk rezim yang jelas ada karena lepasnya tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat. Rakyat diminta membayar iuran kesehatan setiap bulan dengan membagi tiap-tiap kelas berdasarkan kemampuan berdalih ini adalah “gotong royong” kesehatan. Ini adalah bentuk pemungutan yang mencekik rakyat.

Padahal beban rakyat memenuhi kebutuhan hidup sudah semakin berat. Belum lagi apabila BPJS dikabarkan defisit, siapa yang akan menerima kemalangan ini? Tentu rakyat utamanya peserta BPJS.
Belum lagi saat ini Indonesia berada dalam duka wabah Covid-19 yang sudah memakan korban positif sebanyak 18.000 lebih jiwa yang mengakibatkan krisis ekonomi besar bagi rakyat. Sulitnya memenuhi kebutuhan hidup ditengah pandemi. Bantuan sosial tak merata, bencana kelaparan dimana-mana. Yang dibutuhkan rakyat adalah penyelesaian masalah. Alih-alih membantu kehidupan rakyat, kebijakan menaikkan premi BPJS ditengah pandemi merupakan kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

Ditengah himpitan kesulitan seperti ini, kesehatan haruslah menjadi tanggungjawab pemerintah. Meskipun pernah diputuskan gagal naik oleh MA. Namun, dikeluarkannya keputusan Presiden menjadi hukum yang tak bisa di elakkan lagi. Rakyat membutuhkan pelayanan kesehatan gratis ditengah pandemi bukan menaikkan premi. Sungguh rezim tak punya hati.

Pada faktanya, BPJS terus menerus mengalami defisit. Tapi mengapa pemerintah masih mempercayakan pengelolaan kesehatan kepada Badan tesebut? Karena memang tolak ukur kapitalisme memandang kesehatan adalah yang menghasilkan materi. Alhasil, pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Setiap fasilitas dan pelayanannya berbayar sesuai kelas-kelas yang sanggupi.

Berbeda dengan sistem islam. Di dalam islam, kesehatan jiwa warga negara merupakan tanggungjawab Khalifah (pemimpin). Sudah taka sing di telinga kita Hadist yang mengatakan bahwa pemimpin adalah yang bertanggungjawab atas rakyatnya. “Maka seorang pemimpin adalah pengurus bagi rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang diurusinya.” (HR. Muslim)

Untuk itu, adalah wajib bagi seorang pemimpin mengurus kebutuhan dan hak-hak rakyatnya. Dalam penanganan wabah misalnya, kewajiban memutus penularan wabah dengan lockdown dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang berdampak karena wabah.

Dari sisi kesehatan, negara wajib menyediakan layanan kesehatan dengan fasilitas yang terbaik bahkan gratis. Sehingga, rakyat yang sakit tidak semakin sakit karena harus memikirkan biaya pengobatan yang mahal. Telah tercatat dalam sejarah peradaban Islam, bagaimana Khalifah memberikan pelayanan kesehatan terbaik nan gratis bahkan diberikan pesangon setelah pasien sembuh. Pembiayaan kesehatan ini dapat diperoleh dari pengelolaan Sumber Daya Allam yang melimpah ruah, dikelola dan dimanfaatkan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat.Wallahu a’lam bishowab.[]

*Penulis tinggal di Banyuasin, Sumsel

Comment