RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pandemi Corona yang melanda bangsa kita saat ini memang membuat tatanan kehidupan menjadi berubah.
Tenaga Kesehatan (NaKes) berjuang di garda terdepan untuk menyelamatkan jutaan nyawa manusia. Bahkan tak sedikit NaKes yang menjadi korban keganasan virus yang mematikan ini.
Namun perjuangan NaKes tidak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah seolah tergagap menghadapi pendemi ini. Jeritan NaKes sering diabaikan oleh pemerintah.
Kisah-kisah yang menyayat hati sering kita dengar dari NaKes. Mulai dari kisah NaKes yang kekurangan APD (Alat Pelindung Diri), padahal alat ini adalah alat yang sangat vital bagi NaKes dalam merawat pasien virus Corona. Selain itu tak sedikit kisah NaKes yang “di usir” dari lingkungannya karena warga lingkungan sekitar tempat tinggal NaKes Khawatir tertular virus yang mematikan ini.
Baru-baru ini ada kisah yang sangat memilukan hati dari NaKes. Di lansir dari Detiknews.com Tenaga medis khusus ruang isolasi rumah sakit rujukan Corona atau COVID-19 di Cianjur dihadapkan dengan kondisi memprihatinkan. Mulai dari insentif yang belum kunjung turun, minimnya alat pelindung diri (APD), hingga memilih indekos mandiri.
Seorang paramedis, yang namanya tidak bersedia disebutkan, mengatakan insentif penanganan COVID-19 yang dijanjikan pemerintah belum kunjung turun hingga saat ini. Sehingga ia dan paramedis lainnya harus berusaha memutar otak guna memenuhi kebutuhan hidup selama pandemi.
Bahkan, ia terpaksa menggadaikan sepeda motor miliknya untuk menutupi kebutuhan rumah tangga. “Tidak hanya saya, tim medis yang satu jadwal dengan saya terpaksa menggadaikan mas kawin untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Ya karena insentif dari rumah sakit belum juga turun,” kata dia, Jumat (8/5/2020).
Sungguh miris keadaan NaKes di negara kita. Mereka adalah pahlawan di tengah pandemi namun kondisi mereka sangatlah memprihatinkan. Di satu sisi mereka berjuang untuk menyelamatkan jutaan nyawa manusia yang terpapar virus Corona. Di sisi lain mereka punya tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya.
Pemerintah negeri ini harus peduli dan memperhatikan nasib mereka. Anggaran kesehatan negara yang minim, terutama anggaran dalam menghadapi pandemi Corona ini berimbas pada banyak hal. Salah satunya adalah tidak ada jaminan keselamatan dan kesejahteraan dari pemerintah kepada NaKes.
Hal ini membuat nasib NaKes sangat memprihatinkan. Jangan hanya menuntut para NaKes untuk bekerja keras menyelamatkan ribuan nyawa manusia. Namun keselamatan mereka diabaikan. Keselamatan para NaKes adalah nomor wahid yang harus menjadi prioritas, seharusnya pemerintah sebagai nahkoda di negeri ini menyediakan alat-alat kesehatan yang memadahi agar NaKes dapat bekerja dengan optimal.
Kekurangan APD menjadi salah satu masalah NaKes dalam berjuang menghadapi pandemi ini. Tak sedikit NeKes yang mendapatkan bantuan APD dari pihak swasta atau pribadi.
Jaminan kesejahteraan NaKes juga tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pemerintah tidak memberikan gaji atau tunjungan yang memadahi bagi para NaKes sehingga mereka menjerit dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Gaji yang tak kunjung turun dari membuat para NaKes harus memutar otak agar dapat menyambung hidup. Pemerintah seharusnya lebih peduli dengan kesejahteraan para NaKes.
Kapitalisme yang di anut bangsa kita sekarang sudah merambat ke bidang kesehatan (kapitalisasi kesehatan), dimana kesehatan sudah dikomersialisasikan.
Rumah sakit yang seharusnya melayani pasien dengan sebaik-baiknya tanpa harus melihat latar belakang pasien. Namun sekarang latar belakang pasienlah yang menjadi prioritas yang utama.
Kapitalisasi kesehatan telah memandulkan peran negara dalam menjalankan tugasnya mengurus rakyat terutama di bidang kesehatan. Pihak swasta dan asing memainkan perannya dalam bidang kesehatan sehingga pemerintah tak berdaya.
Rumah Sakit swasta banyak berdikari di negeri ini membuat RS pemerintah mati suri. Pemerintah seolah tak berdaya menghadapi kapitalisasi kesehatan yang melanda negeri kita ini. Tak sedikit contoh di masyarakat ketika mereka mau berobat namun ditolak pihak RS lantaran tak punya biaya.
Butuh solusi sistemik untuk menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia, terutama di masa pendemi Corona ini.
Sistem Islam Menjamin Kesehatan Rakyat
Dalam sistem Islam kesehatan dan pendidikan adalah dua hal yang merupakan kebutuhan asasi dan harus di kecap oleh manusia dalam hidupnya. Keduanya termasuk masalah pelayanan umum dan kemaslahatan hidup terpenting.
Negara merupakan pihak yang berkewajiban mewujudkan pemenuhan keduanya untuk seluruh rakyatnya tanpa terkecuali, baik orang kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim. Baitul Maal yang akan menanggung pembiayannya.
Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah, Beliau pernah membangun tempat pengobatan untuk orang-orang yang sakit dan pembiayainya dengan harta dari Baitil Maal. Umar Bin Khatab telah memberikan sesuatu dari Baitul Maal untuk membantu kaum yang terserang penyakit lepra di jalan menuju Syam.
Selain jaminan kesehatan untuk rakyat, dalam sistem Islam juga menjamin kesejahteraan para Tenaga Kesehatan. Hal ini bisa kita lihat dalam sejarah Islam. Seorang dokter di negara Islam mendapatkan bayaran tinggi. Misalnya, ada seorang dokter Kristen di masa kekuasaan Islam, Ibn Tilmidz, memiliki pendapatan tahunan yang jumlahnya lebih dari 20 ribu dinar.
Ada pula kisah tentang Muhadzdzab al-Din Ibn al-Naqqasy. Ia merupakan seorang dokter dari Baghdad, Irak, pada abad ke-11. Ia pernah pergi ke Kota Damaskus untuk mencari pekerjaan. Sayangnya, ia belum berhasil mendapatkan pekerjaan yang diharapkannya.
Al-Naqqasy kemudian memutuskan untuk bergegas ke Mesir yang saat itu di bawah kekuasaan Dinasti Fatimiyah. Ia menemui seorang dokter kepala di istana dan mengutarakan maksudnya. Gayung pun bersambut, ia mendapatkan pekerjaan di sana.
Lalu, al-Naqqasy mendapatkan imbalan tiap bulan sebesar 15 dinar. Ia pun mendapatkan apartemen lengkap dengan perabotannya, seperangkat pakaian mewah, dan seekor keledai terbaik.[]
Comment