RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Wabah pandemi virus Corona sepertinya belum akan berakhir beberapa waktu dekat ini. Kasus positif virus Corona (COVID-19) di Indonesia terus bertambah. Dalam 24 jam terakhir, terjadi penambahan 282 kasus. Sehingga total menjadi 4.839 kasus positif Corona di Indonesia.
Berdasarkan data pemerintah, sebagaiman dikutip merdeka.com (14/4/2020), jumlah pasien yang sembuh juga bertambah 46 orang. Menjadi 426 orang. Sedangkan untuk korban meninggal dunia melonjak 60 kasus. Sehingga total 459 orang meninggal dunia.
Rasa kekhawatiran atas wabah pandemik membuat rakyat terus waspada dan berhati-hati menghadapi kondisi ini. Persoalan yang menjadi perhatian saat ini adalah segala aturan serta kebijakan yang dilakukan pemerintah seakan menghilangkan segala kebutuhan rakyat dalam hal ekonomi.
Mata pencaharian, pendapatan yang semakin berkurang akibat lockdown mandiri, isolasi mandiri, menjadi penghalang rakyat dalam mendapatkan pendapatan harian mereka. Namun yang lebih menyakitkan lagi adalah badai PHK yang semakin hari semakin nyata. Rakyat semakin tercekik, kebutuhan sandang, pangan belum mampu terpenuhi.
Badai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran dilakukan beberapa perusahaan besar akhir-akhir ini. Fenomena ini terjadi dengan berbagai alasan seperti dampak Covid-19, penyelamatan perusahaan, ataupun pangsa pasar yang menghilang.
Sayangnya keputusan PHK tersebut dilakukan ditengah-tengah sulitmya kondisi ekonomi masyarakat saat wabah Corona datang menghampiri negeri ini.
Gelombanh PHK seperti dikutip detik.com (8/3/2020), menerpa perusahaan es krim AICE, PT Alpen Food Industry (AFI). Menurut Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) yang bekerja di AICE menyampaikan telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan buruh di perusahaan tersebut. Ketua SGBBI Indra Permana menjelaskan hingga saat ini sudah ada sekitar 300 buruh yang mendapatkan surat PHK.
Tidak jauh berbeda, nasib pilu yang sama dirasakan oleh sedikitnya 87 karyawan Ramayana di City Plaza Depok juga dirumahkan (PHK). Seperti yang disampaikan Manager City Plaza Depok, M Nukmal Amdar mengatakan, perusahaan memutuskan tidak lagi beroperasi sejak 6 April ini diambil lantaran omzet penjualan menurun hingga 80 persen. Akibatnya, perusahaan pun tak mampu lagi menanggung semua biaya operasional. (Liputan6.com, 9/4/2020).
Bagai ditusuk sembilu rakyat tak mampu bergerak menenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Jika penguasa dan pemimpin negeri mengerti permasalahan kondisi akan kebutuhan rakyatnya, tentu masalah kesejahteraan ekonomi rakyat menjadi perhatian dan tanggung jawab negara, khususnya saat kondisi pandemi seperti ini.
Namun faktanya alih -alih rakyat diberi bantuan seluas-luasnya justru malah diberikan rasa pilu serta kesulitan yang mendalam atas nasib yang diterimanya.
Di mana rasa keadilan buat mereka? Di mana posisi negara saat rakyat menjerit meminta tolong atas nafkah keluarganya? Mereka tidak mengemis, mereka tidak meminta-minta. Mereka hanya ingin pemimpinnya merangkul dan mengurus dengan rasa kasih sayang pada rakyatnya. Itulah fungsi negara seutuhnya.
Sistem kapitalis hari ini telah membuat rakyat semakin terpuruk daalam hal ekonomi, psikologis, dan ketahanan pangannya. Jika hal ini terus berlanjut akan membuat carut marut negeri ini. Urgensitas yang dibutuhkan sekarang adalah pemimpin yang nampu menarik rakyatnya dari kubangan lumpur hitam yang dalam.
Badai PHK yang dikatakan sebagai dampak pandemi dan kerugian omzet tidak akan lagi menjadi masalah jika pemimpinnya mampu menjadi pemelihara dan pelindung (ra’in dan junnah) rakyatnya.
Islam pernah mencontohkan ketika masa Daulah Islam yaitu khilafah yang menghadapi situasi seperti ini, Seperti halnya Rasulullah yang menjabat sebagai pemimpin atau kepala negara melaksanakan kebijakan dengan melakukan karantina di satu wilayah yang terkena wabah tho’un.
“Apabila kalian mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut.” (HR. al-Bukhari).
Begitu pun para khalifah di masa berikutnya, tahun 1845-1852 pada masa Sultan Turki Ottoman, Abdul Majid I memberi bantuan sebesar 10.000 sterling (sebesar 22 miyar saat ini) Kepada rakyat di eropa “Irlandia” yang secang mengalami kelaparan hebat akibat gagal panen di eranya pada tanaman kentang skala besar yang menimbulkan kematian kala itu.
Islam memberikan bantuan kepada rakyat Irlandia tanpa pamrih dan memikirkan untung rugi. Mereka hanya ingin membantu atas dasar kemanusian dan perintah Islam didalamnya untuk saling menolong satu sama lain.
Bayangkan negara non Muslim saja ditolongnya dengan sepenuh hati, bagaimana dengan negeri muslim yang berada dalam naungan khilafah, sudah pasti akan diurus hingga tuntas tanpa memikirkan berapa materi yang harus dikeluarkan untuk mengatasi suatu wabah tersebut. MasyaAllah.
Sesungguhnya kondisi negeri yang ada hari ini, dengan sistem kapitalisnya bukanlah sistem pemerintahan yang ideal.
Kondisi ekonomi terkait wabah Covid-19 yang dialami rakyat Indonesia saat ini justru akan semakin menciptakan kekacauan karena tidak ada kebijakan yang tepat dalam antisipasi dan penanganannya.
Justru yang harus diperhatikan saat ini adalah ketahanan pangan rakyat yang semestinya semakin ditingkatkan dan dijamin oleh negara serta diurus oleh pemimpin amanah yang diharapkan.
Sejatinya kesejahteraan, kemakmuran dan ketahanan pangan yang hebat akan terwujud saat Islam memberikan solusi bagi negara.
Saat itu Islam telah membuktikan kepemimpinannya membawa kemakmuran umat, lalu mengapa tidak, jika hari ini kita pun menerapkan sistem Islam demi kemaslahatan dunia. Karena sistem pemerintahan islam.dengan model khilafah akan melahirkan pemimpin-pemimpin amanah, cemerlang bagi umatnya.
Dan siapakah yang mampu mengobati sembilu rakyat saat ini? Ketika rakyat menghadapi himpitan ekonomi dan berharap pandemik ini segera berakhir.
Dengan penuh harapan menyongsong terangnya cahaya yang muncul menyinari seluruh bumi. Wallahu a’lam bishawab.[]
*Anggota Revowriter Bogor
Comment