RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah Provinsi mulai senin (16/3) meliburkan sekolah, dari jenjang TK, SD, SMP, dan SMA. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi penyebaran virus corona jenis baru atau Covid-19 di lingkungan pendidikan. Sebagai gantinya, pembelajaran yang biasanya di lakukan disekolah diubah menjadi di rumah.
Siswa tetap mengerjakan semua tugas sekolah meski berada dirumah. Orang tua yang juga bekerja dari rumah diminta untuk mengawasi proses belajar anak selama berada dirumah. Meski terlihat menyenangkan, pembelajaran dirumah bukanlah suatu yang mudah bagi para orang tua.
Sebagaimana yang dirasakan oleh Mesya, seorang wali murid mengatakan “ini anak-anak belajar di rumah jadi orang tua yang sibuk. Aku stress banget nih jadi pengawas. Materinya banyak banget”.
Ini baru salah satu dari wali murid yang mengeluhkan anak-anak mereka belajar di rumah, belum tentu wali-wali murid yang lainnya tdk merasakan yang sama. Masih banyak wali-wali murid yang mengeluhkan kerena harus memiliki gawai.
Mana lagi apabila orang tua melihat gawai anak-anak juga ikut-ikutan mau melihat gawai. Sehingga perang orang tua dalam mengawasi anaknya dalam belajar dirumah merasa stres karena mereka tidak siap mental.
Bukan hanya orang tua saja yang mengeluhkan anak-anak mereka belajar dirumah, akan tetapi banyak juga anak-anak yang merasa tidak nyaman belajar bersama orang tua dirumah, mereka banyak mengeluhkan difecebook, WA, dan istagram. Bahkan ada seorang anak SD ketika ditanya oleh temannya, “Gimana rasanya belajar dirumah? Anak tersebut menjawab, “Saya sudah tidak sanggup lagi, karena mama ku lebih galak dari ibu guru di sekolah, marah-marah terus”.
Yang membuat orang tua tidak sanggup untuk mengajar anak-anaknya dirumah dan bawaannya marah-marah terus. Itu karena adanya yang salah dengan peran ibu bagi anaknya. Padahal seorang ibu adalah madrasah yang pertama bagi anak-anaknya.
Seharusnya seorang anak lebih nyaman belajar bersama dirumah dengan orang tuanya. Malah banyak ibu yang bingung apa yang harus mereka lakukan dalam mendidik anaknya. Karena sudah terbiasa anak hanyak belajar disekolah saja. Tidak didampingi dengan pendidikan dalam rumah.
Ini menunjukkan kegagalan negara dalam membentuk perempuan menjadi madrasah pertama dan menjadi ibu yang baik untuk anak-anak mereka di dalam rumah. Itu artinya belum ada kesiapan bagi kaum perempuan untuk menjadi seorang ibu. Malah banyak seorang ibu hanya memahami tugasnya sebatas kebutuhan hidup seperti makan, pakaian dan lain-lain tanpa memikirkan kehidupan anak sejak dari dini baik itu pendidikan, akhlak dan tauhid.
Bahkan perempuan sekarang lebih bangga dengan karirnya di perusahaan dibandingkan untuk mendidik anak di dalam rumah. Mereka bisa dikatakan berhasil apabila mereka memiliki gelar yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja dan menjabat posisi tertentu pada pekerjaannya.
Ide gender sangat kuat merasuki pemikiran perempuan sehingga membuat banyak perempuan berlomba-lomba untuk selalu eksis di rana publik, perannya sebagai seorang ibu telah tercederai sehingga menyebabkan para ibu mudah stress dan depresi mendampingi anak-anak mereka. Sosok yang seharusnya lembut dan menjadi penyejuk bagi suami dana anak-anak telah tiada.
Berebda dengan islam yang telah mengatur dan menempatkan perempuan sebagai sosok yang terjaga kehormatannya. Tugas pokok perempuan adalah menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga, mengajar dan mendidik anak-anak mereka di dalam rumah.
Islam juga mewajibkan para laki-laki untuk menanggung nafkah bagi perempuan dan anak-anaknya. Ini merupakan bentuk kerja sama yang saling mengoptimalkan potensinya masing-masing. Sehingga kaum perempuan tidak berfikir lagi untuk keluar rumah hanya untuk mencukupi kebutuhan dasar mereka. Perempuan sebagai ibu, fokus di dalam rumah untuk mendidik anak-anak mereka agar tercipta generasi yang tangguh.[]
*Ibu rumah tangga
Comment