Desi Wulan Sari, S.E, M.Si*: Tes Corona Minim. Lockdown Mandiri Untuk Keselamatan Diri

Opini591 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sungguh mengejutkan data terakhir korban dan suspect Covid-19 di Indonesia semakin hari semakin mengalami peningkatan. Update per 20 Maret 2020, info kasus positif 309, meninggal 25, sembuh 15 (Radar Bogor, 20/3/2020). Begitupun info update Jawa Pos, positif 309, cek ulang 23, meninggal 25, Negarif 1.342, dan sembuh 15 (Jawa Pos, 19/3/2020).

Pemerintah dan jajarannya berupaya memberikan Infornasi yang dianggap perlu melalui media. Berbagai media yang berseliweran di dunia maya memberikan beragam informasi dan edukasi tentang virus corona dan cara penanggulangannya. Itupun dihimpun dari berbagai dunia. Akibat mudahnya arus informasi yang didapat membuat masyarakat harus lebih bijaksana dalam menyaring informasi yang benar-benar valid.

Rakyat Indonesia yang berjumlah 271 juta jiwa, harus berjuang dalam mengatasi virus Covid-19 ini. Bayangkan jika ribuan orang saja berada pada status positif, suspect, ataupun dalam pengawasan berbondong-bondong memeriksakan diri secara bersamaan, apakah setiap RS di berbagai wilayah mampu menampung orang-orang tersebut secara bersamaan? Secara logika tidak akan mungkin dapat teratasi dengan signifikan.

Ditambah keterbatasan tenaga medis dan alat medis membuat perawatan pasien akan semakin diluar kontrol dari pengawasan para petugas medis.

Jika saja sebelum wabah ini merebak semakin luas masyarakat mendapat edukasi dan informasi terbuka dari pemimpin negara pastinya mereka akan lebih waspada dan mempersiapkan diri dengan bekal pengetahuan yang cukup baik saat menanti kedatangan virus Covid-19 ini datang ke Indonesia. Karena wabah dunia seperti ini tidak akan mungkin dapat dihindari hingga saatnya virus ini sampai juga, termasuk Indonesia.

Akan sangat baik jika negara mempersiapkan fasilitas umum yang diberikan secara cuma-cuma pada masyarakat seperti masker, hand sanitizer, vitamin, dan tes massal bagi yang membutuhkan. Hal itu dilakukan karena rasa tanggung jawab seorang pemimpin yang besar terhadap rakyatnya.

Namun faktanya kepanikan masyarakat semakin memuncak. Terbukti dengan terjadinya “panic buying” di berbagai daerah. Info yang didapat hanya pada isolasi mandiri di rumah masing-masing. Tanpa ada info detil, valid dan tuntunan tepat mengenai isolasi mandiri itu sendiri, membuat masyarakat ketar-ketir menanti perkembangan sebaran virus Covid-19 selanjutnya, seakan-akan menghantui pikiran mereka bahkan melakukan tindakan seperti menumpuk bahan makanan dan persediaan sanitasi kesehatan melebihi kebutuhan normal. Akibatnya ekonomi masyarakat sedikit terguncang disebabkan ketidakmerataan sebaran ataupun kepemilikan kebutuhan pokok yang tiba-tiba menghilang atau harga bahan pokok serta kebutuhan medikal yang semakin melangit.

Kondisi ini membuat masyarakat berpikir untuk mengambil langkah lockdown mandiri sebagai alternatif keselamatan diri dan keluarganya masing-masing.

Tidak adanya kemudahan tes corona secara massal bagi masyarakat membuat mereka hanya pasrah dengan penuh kecemasan. Sebagian masyarakat awam tidak akan mengetahui perbedaan antara gejala flu batuk biasa dengan flu batuk terpapar virus Covid-19 jika tidak dilakukan tes virus corona secepat mungkin.

Dengan kondisi yang semakin meresahkan rakyat, diperlukan pemimpin yang mampu memberikan ketenangan dan rasa aman bagi rakyatnya. Dengan melakukan tindakan pencegahan ataupun aksi cepat tanggap dalam meredam sebaran virus tersebut, bahkan mengatasi maalah ini dengan lebih serius, fokus dan terkendali. Adakah pemimpin amanah yang dirindukan umat saat ini?

Sejatinya Islam telah mencontohkan bagaimana seorang pemimpin mengatasi masalah wabah penyakit besar dan memakan banyak Korban. Pada zaman Rasulullah saw, jika ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha’un, beliau memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus. Jauh dari pemukiman penduduk. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail.

Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Para penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total.

Pada masa Kekhalifahan Umar bin al-Khaththab juga pernah terjadi wabah penyakit menular. Diriwayatkan:

أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ. فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ‏ ‏إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْه‏.

Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengabari Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meningggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).

Riwayat ini juga dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wa al-Nihayah. Menurut Imam al-Waqidi saat terjadi wabah Tha’un yang melanda seluruh negeri Syam, wabah ini telah memakan korban 25.000 jiwa lebih. Bahkan di antara para sahabat ada yang terkena wabah ini. Mereka adalah Abu Ubaidah bin Jarrah, al-Harits bin Hisyam, Syarahbil bin Hasanah, Fadhl bin Abbas, Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan dan Abu Jandal bin Suhail.

Maka, sangatlah penting hadirnya peran negara dalam menjaga kesehatan warganya. khususnya saat terjadi wabah penyakit menular. Kebutuhan rakyat akan perlindungan optimal dari seorang pemimpin sangat dibutuhkan. Negara tidak boleh abai akan keselamatan mereka.

Karena semestinya penguasa bertanggung jawab atas segala persoalan yang terjadi pada rakyatnya, seperti yang kita hadapi saat ini. Wallahu a’lam bishawab.[]

* Anggota komunitas menulis Revowriter Bogor

Comment