RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, memaparkan program dan proyeksi pembangunan Jabar 2021 dalam Rapat Koordinasi Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021.
Gubernur Ridwan Kamil mengusulkan akses transportasi, yaitu pembangunan pelabuhan dan bandara, serta jalur-jalur kereta api di Jabar selatan bisa digenjot untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di sana.
Beliau mengajukan anggaran Rp 60 triliun kepada pemerintah pusat untuk pembangunan di Jawa Barat pada 2021.
Kita melihat populasi penduduk semakin tahun meningkat sehingga pembangunan infrastruktur menjadi semakin penting sebagai penunjang hajat hidup rakyat banyak.
Sumber Daya Alam (SDA) suatu daerah dapat dikelola dan dimanfaatkan menjadi penyumbang kesejahteraan, sejalan dengan apa yang dibutuhkan seluruh rakyat.
Kang Emil optimis dan meyakini penambahan infrastruktur ini akan menambah kesejahteraan warga dan menstimulus pemerataan ekonomi antarwilayah. Jabar adalah salah satu daerah penyumbang agregat pertumbuhan ekonomi nasional.
Selama ini persentase kesejahteraan masih jauh panggang dari api bahkan tingkat keluarga miskin terbanyak ada di Jabar.
Menurut Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia, Harry Hikmat menyebutkan bahwa provinsi ini tercatat sebagai penerima Program Keluarga Harapan atau PKH tertinggi.
Keluarga miskin di Provinsi Jawa Barat itu mencapai 1,59 juta keluarga, jumlahnya terbesar dibanding provinsi lain di Indonesia. Artinya, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat itu lebih tinggi dibanding jumlah penduduk miskin di Papua.
Hal ini dirasa janggal, padahal Jabar sedang gencar dalam pembangunan infrastruktur.
Para pemangku jabatan terkait bekerja keras dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Sebab Pembangunan menjadi salah satu program yang gencar dilaksanakan agar pertumbuhan ekonomi semakin merata,
Hanya saja yang selalu menjadi sebuah pertanyaan adalah, untuk siapa pembangunan infrastruktur dilaksanakan?
Pertanyaan tersebut muncul dikarenakan kesejahteraan rakyat Jabar tak berbanding lurus dengan gencarnya pembangunan infrastruktur.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan bahwa Indonesia saat ini memang tengah banyak mendapat guyuran dana asing untuk kelanjutan pembangunan infrastruktur.
Inilah yang menjadi bukti, sekaligus jawaban bahwa infrastruktur dibangun belum tentu atas nama kesejahteraan rakyat, melainkan untuk memenuhi kesejahteraan para korporat asing, sebab Indonesia memang menganut manajemen korporatokrasi.
Manajemen korporatokrasi adalah kesepakatan keliru yang terjadi antara birokrasi dan korporasi alias pengusaha, baik swasta atau individu bahkan bisa juga asing.
Pembangunan membutuhkan biaya, dan para korporat asing membiayai dengan guyuran dana yang banyak, maka tak heran apabila pembangunan infrastruktur harus sesuai dengan kebutuhan para korporat asing.
Alih-alih mensejahterakan rakyat, selama ini pembangunan infrastruktur justru untuk kepentingan para pemodal.
Ini adalah model negara rusak disebabkan menganut manajemen korporatokrasi di sistem kapitalisme saat ini.
Infrastruktur adalah hal penting dalam membangun dan meratakan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan bagi rakyatnya.
Maka dalam Islam, seorang Khalifah atau pemimpin negara wajib membangun infrastruktur yang bagus, merata dan menjamin kesejahteraan rakyat.
Dasarnya adalah kaidah, “Mâ lâ yatim al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib (Suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksana dengan baik karena sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya menjadi wajib).
Hal tersebut dicontohkan oleh Khalifah Umar al-Faruq yang menyediakan pos dana khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal ihwal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Tentu dana ini bukan dari dana utang.
Berbagai proyek tersebut direalisasikan mulai dari membuat sungai, teluk, memperbaiki jalan, membangun jembatan dan bendungan menghabiskan anggaran negara dengan jumlah besar pada masa Umar.
Khalifah Umar membuat perencanaan keuangan dan pembangunan, semata-mata untuk periayahan (pengurusan) umat, bukan asing.
Dengan itu, pembangunan yang membutuhkan dana besar dapat dengan mudah dibangun tanpa melanggar syariah Islam sedikitpun.
Hal ini hanya dapat terwujud tatkala syariah Islam menjadi pedoman kehidupan bernegara.
Tentu satu-satunya yang dapat menjadikan Islam pedoman bernegara dengan menerapkannya secara keseluruhan baik dalam ranah privat ataupun publik. Wallahu’alam Bishawab.[]
*Mahasiswi Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Siliwangi Bandung
Comment