RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – “Saya meminta maaf kepada warga negara kami. Tapi kita tidak bisa (sepenuhnya) mencegah penyebaran virus.” Demikian pernyataan yang disampaikan oleh pendiri Gereja Yesus Shincheonji di Korea Selatan, Lee Man-hee ketika memberikan keterangan pers pada Senin (2/3) di hadapan media Negeri Ginseng. Pernyataan maaf itu kemudian diikuti dengan gestur berlutut dan membungkukan badan.
Saat ini Gereja Yesus Shincheonji memang tengah menjadi sorotan publik di Korsel lantaran dituding sebagai kontributor besar meluasnya virus corona. Data yang dikutip dari BBC kemarin menunjukkan 60 persen dari 4.000 kasus pasien yang terjangkit virus mematikan itu, bila ditelusuri, pernah melakukan kontak dengan pengikut gereja itu. Menurut data yang dikutip dari Universitas John Hopkins yang diperbarui secara real time per hari ini, tingkat kematian di Korsel mencapai 28 orang. Angka itu menjadikan Korsel termasuk negara di luar Tiongkok yang perkembangan virus coronanya masif.
Pemerintah Korsel sesungguhnya sudah berupaya mencegah penyebarannya lebih meluas. Namun, ketika pengelola gereja dimintai mengenai data-data jemaat, mereka dituding tidak kooperatif.
Lee sendiri mengaku tidak memiliki niat sejak awal untuk menyebarluaskan virus itu. Bahkan, pihaknya mengklaim telah berupaya untuk mencegahnya.
“Walaupun sejak awal saya tidak memiliki niat itu, orang-orang sudah banyak yang terinfeksi. Kami telah melakukan berbagai upaya terbaik, tetapi tetap saja tidak bisa mencegahnya,” kata pria yang berusia 88 tahun itu seperti dikutip dari BBC.
Lalu, bagaimana awal mula jemaat gereja itu bisa dituding menjadi sumber penyebaran virus yang diberi nama COVID-19 itu di Kota Daegu?
1. Seorang jemaat sempat ikut empat kali misa di Gereja Yesus Shincheonji lalu kena demam tinggi
Menurut laman Japan Times edisi (2/3), salah seorang jemaat berusia 61 tahun sempat mengikuti empat kali misa di salah satu cabang Gereja Yesus Shincheonji di Daegu. Tak lama kemudian ia mengeluhkan demam tinggi. Belakangan, ia didiagnosa terjangkit virus corona.
Namun, ketika mengikuti ibadah misa, ia duduk berdekatan satu sama lain. Alhasil, jemaat lainnya juga terinfeksi virus yang sama. Gereja Yesus Shincheonji dituding merupakan sekte sesat, lantaran dalam situasi wabah virus corona, jemaatnya dilarang mengenakan masker dan kacamata. Hal itu diduga mempermudah penyebaran COVID-19.
Jemaat gereja yang telah terinfeksi itu kemudian bepergian secara leluasa ke wilayah lain di Korsel. Ketika otoritas setempat meminta data para jemaat untuk dideteksi, pihak gereja sempat menutup-nutupi.
Namun, hal itu dibantah oleh juru bicara gereja, Kim Shin-chang. Kepada BBC yang mewawancarainya, mereka mengaku telah memberikan daftar anggota, pelajar dan gedung-gedung yang digunakan sebagai tempat untuk beribadah.
“Kami memang sempat khawatir merilis informasi ini karena khawatir terhadap keselamatan jemaat kami,” kata Kim.
2. Gereja Yesus Shincheonji kerap disebut sebagai aliran sesat di Korea Selatan
Lebih lanjut, Gereja Yesus Shincheonji kerap dianggap sebagai sekte sesat oleh warga Korsel. Hal itu lantaran pendirinya, Lee Man-hee menganggap dirinya adalah titisan dari Yesus Kristus. Selain itu, ia juga mengklaim dirinya sendiri sebagai pastor yang dijanjikan seperti yang tertulis di Alkitab. Lee juga menyebut akan membawa 144 ribu jemaat bersamanya menuju ke surga.
Juru bicara gereja Kim Shin-chang mengatakan lantaran itu, jemaatnya sering kali jadi sasaran kritik, persekusi dan tindak diskriminatif.
3. Wali Kota Seoul mendesak pemerintah agar menjatukan sanksi bagi pendiri Gereja Yesus Shincheonji
Lantaran melihat jumlah korban yang berjatuhan semakin banyak dan tidak ada kerja sama dari pihak gereja, maka Wali Kota Seoul telah meminta kepada pihak kepolisian untuk menangkap Lee Man-hee dan 11 orang lainnya lalu diajukan ke persidangan. Menurut otoritas di Seoul mereka dinilai telah lalai mencegah virus corona menyebar di antara jemaatnya.
Selain itu, ketika pemerintah meminta nama- nama jemaat agar bisa melacak di mana keberadaan mereka, gereja justru menutup-nutupi identitas jemaatnya. Dakwaan yang dituduhkan tidak main-main yakni pembunuhan.
Sementara, Lee Man-hee berkukuh sejak awal mereka telah bekerja sama dengan otoritas berwenang untuk mencegah penyebaran virus corona.
4. Korea Selatan belum akan menerapkan kebijakan isolasi di Kota Daegu
Kendati Kota Daegu sudah berubah menjadi episentrum di Negeri Ginseng, namun otoritas setempat belum berencana untuk mengisolasi kota keempat terbesar di Korsel itu. Tapi, tanpa perlu diisolasi pun, Daegu sudah berubah seolah menjadi kota hantu.
Jalan-jalan protokol di kota itu sepi dan tidak ada aktivitas. Laman France 24 (29/2) melaporkan situasi kontradiktif justru terjadi di toko-toko yang menjual masker. Ada antrean yang begitu panjang di kota tersebut karena warga ingin membeli masker.
Selain itu, otoritas setempat juga mengimbau bagi publik yang memiliki permasalahan dengan sistem pernafasan agar sementara waktu beristirahat di rumah saja. [IDNTIMES]
Comment