Noni Apriliani*: Waspada! Jabar Rawan Bencana

Opini572 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – BNPB mencatat lebih dari 400 bencana terjadi hingga minggu ketiga Februari 2020, atau per 10 Februari 2020. Tiga wilayah provinsi dengan jumlah bencana tertinggi yaitu Jawa Tengah 119 kejadian, Jawa Barat 72 dan Jawa Timur 69.

Bencana hidrometeorologi dominan terjadi hingga mengakibatkan korban meninggal dunia 94 orang dan hilang 2 orang. Sebanyak 994.932 orang tercatat menderita dan mengungsi akibat bencana. Bencana hidrometeorologi yang dominan tersebut yaitu banjir 171 kejadian, puting beliung 155, tanah longsor 98 dan gelombang pasang atau abrasi 2 kali.

Selain berdampak pada korban jiwa, sejumlah kejadian bencana tadi mengakibakan kerusakan infrastruktur seperti tempat tinggal dan fasilitas lain, seperti pendidikan, kesehatan, perkantoran dan jembatan. (pikiran-rakyat.com, 10/02)

Semakin berkembangnya peradaban manusia, semakin berkembang pula pola kehidupan manusia baik itu dalam sektor informasi, komunikasi, teknologi, produksi, dll. Berbagai kemudahan dapat kita capai sedemikian rupa, namun sangat disayangkan bahwa hal ini tidak diiringi kesadaran umat manusia untuk memperhatikan lingkungannya.

Semakin manusia memenuhi kebutuhannya, dilain pihak semakin memburuk pula kondisi lingkungan kehidupan. 

Bencana sejatinya datang karena ulah tangan manusia. Tercantum dalam Q.S. Ar-Rum: 42 “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia sehingga akibatnya Allah mencicipkan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kembali.”

Satu hal yang terbesit didalam kepala kita adalah ‘apakah seluruh kerusakkan alam memang di sebabkan oleh manusia?’ Dalam kasus ini kita perlu menelaah bentuk-bentuk kerusakan itu sendiri. 

Jawa Barat saat ini sedang menggenjot pembangunan infrastruktur, pariwisata, banyaknya peralihan fungsi lahan, dll yang semuanya “mengganggu alam” yang telah Allah SWT ciptakan.

Inilah sistem kapitalisme-sekulerisme yang menjadikan pembangunan infrastruktur, pariwisata, peralihan fungsi lahan, dan lain-lain sebagai tolak ukur pembangunan ekonomi, sementara disisi lain tak terasa menuai bencana.

Tentu harus ada usaha serius secara bersama-sama untuk mencampakkan sistem kapitalisme-sekulerisme ini. Karena kapitalisme telah terbukti melahirkan banyak kebijakan yang hanya berpihak pada kepentingan penguasa.

Bahkan nilai-nilai kapitalisme telah nyata mengabaikan ekologi alam dan hajat hidup manusia. Tak heran jika kerusakan dan bencana terus terjadi.

Dengan sistem Khilafah yang berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam menjamin pembangunan harus selalu menjaga keseimbangan lingkungan. Ekonomi Islam tidak tersentralisasi dan berorientasi pertumbuhan, melainkan berorientasi pada distribusi.

Sehingga, aktivitas ekonomi akan merata di seluruh penjuru negeri, yang berimbas pada menurunnya kepadatan kota. Hal ini karena prinsip tata kota dalam Islam dikembangkan dengan memberikan daya dukung lingkungan, karena Islam melarang bersikap zalim baik terhadap sesama manusia, hewan dan tumbuhan. Wallahu a’lam bishawwab.[]

*Mahasiswi, Universitas CIC Cirebon Prodi teknik informatika.

Comment