Aisyah Karim, S.H*: Menguasakan Kembali Perekonomian Kepada Umat

Opini579 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan seharusnya orang beragama Islam mendominasi jajaran orang-orang terkaya di Indonesia. Sebab umat Islam merupakan mayoritas dengan jumlah mencapai 90 persen dari total penduduk Indonesia.

Namun saat ini 9 dari 10 orang paling kaya di Indonesia bukan pemeluk agama Islam. Fakta ini menjadi bukti lemahnya umat Islam di Indonesia dalam menguasai sektor bisnis dan ekonomi (cnnindonesia 31/1/2020).

“Kenapa saudara-saudara kita dari etnis China (Tionghoa) banyak yang sukses dan berhasil dalam dunia ekonomi dan bisnis ? Karena mereka serius dan bersungguh-sungguh di dalam mengurusi dan menerjuni dunia bisnis dan ekonomi tersebut,” ujarnya.

Kapitalisme Sumber Nestapa

Fakta bahwa ekonomi dan bisnis Indonesia di kuasai Tionghoa memang benar adanya. Sebagaimana data yang dirilis oleh Forbes terkait 10 orang terkaya di Indonesia tahun 2019. Dari tahun ke tahun orangnya pun itu-itu juga, bahkan dari masa orde baru. Tidak berubah, kini digantikan oleh generasi kedua atau cucu-cucu mereka.

Telah sejak lama para pebisnis muslim terpinggirkan, jauh sebelum Indonesia merdeka. Munculnya pebisnis-pebisnis keturunan Tionghoa bukanlah sesuatu yang lahir secara alamiah melalui proses kerja keras mereka saja. Dalam perjalanannya ada keputusan politik yang diambil untuk mendudukkan mereka pada posisi yang demikian.

Belanda telah menerapkan kebijakan yang membuat pribumi tersingkir dari pasar dan bisnis melalui politik tanam paksa Cultuur Stelsel (1830-1919 M). Belanda menyerahkan kekuasaan ekonomi dan pasar kepada Vreemde Oosterlingen-bangsa Timur Asing: yaitu China, India dan Arab, terutama kepada China yang paling dipercaya.

Diberikanlah hak monopoli dalam masalah sandang dan pangan pribumi termasuk kewenangan menarik pajak (tax collector). Pribumi menjadi warga negara kelas tiga, mulailah mereka masuk kedalam sisi kelam yang kemudian menjadikannya terbelakang.

Sejak Kongres Pemuda Pertama 1926, dan Kongres Pemuda Kedua 20 Februari 1927 dan 3 Mei 1928, Jong China tidak mau bergabung dan menyatakan dirinya bukan bagian dari bangsa Indonesia, mereka bergabung dengan penjajah Belanda.

Sementara Jong Arab yang diwakili AR. Baswedan menyatakan dirinya serta segenap anggotanya sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan ikut bersama-sama berjuang melawan penjajah Belanda.

Dalam perjalanan sejarah Indonesia modern, melalui penerapan sistem kapitalisme, para cukong China telah menjelma menjadi taipan dengan penguasaan 80 persen asset ekonomi Indonesia.

Mereka dibesarkan dan dipelihara selama lebih dari 20 tahun dalam masa orde baru. Mereka menguasai total sumber daya ekonomi dan memegang seluruh potensi ekonomi strategis Indonesia.

Hingga Suharto mengadakan koreksi atas kebijakan, arah dan prioritas pembangunan nasional dengan mengajukan permohonan kepada para konglomerat untuk membantu ekonomi pribumi dengan menyisihkan 1%-2,5% laba bersih untuk dana pembinaan UMKM.

Konglomerat China serempak menolak. Penolakan komunitas bisnis China ini, khususnya 100 pengusaha China terbesar yang tergabung dalam Prasetya Mulia dinyatakan secara terbuka dan dimuat pada beberapa harian Kompas serta media mainstream lainnya ketika itu.

Setelahnya para taipan tak hanya berdiam diri membangun gurita ekonomi namun meluaskan cengkramannya hingga menguasai politik.

Kapitalisme telah menjadi gerbang bagi dominasi kapitalis kroni. Dalam Bukunya yang berjudul “Pancasilanomics: Jalan Keadilan dan Kemakmuran, Arif Budimanta, menjelaskan bahwa menurut indeks Kapitalisme Kroni versi The Economist pada tahun 2016 Indonesia berada di urutan ketujuh.

“Ada lonjakan kekayaan para miliarder yang mempunyai hubungan erat dengan penguasa”.

Hal ini bermuara pada praktik kartel, monopoli dan lobi-lobi bisnis. Sistem pemerintahan demokrasi menumbuh suburkan praktik ini, simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha.

Bukti lain yang dijabarkan untuk mengkonfirmasi dominasi sekelompok pihak dan ekonomi terlihat dari data LPS. Pada Maret 2018, tercatat sebanyak 1% penabung menguasai nominal hingga 57% tabungan di Indonesia yang mencapai Rp 3.280 triliun. Selain itu hanya sedikit perusahaan yang menguasai beberapa industri.

Indikasi oligarki terlihat dari data bahwa 48 grub konglomerasi keuangan menguasai hampir 67,25% atau Rp 3,63triliun dari total aset sistem jasa keuangan yang mencapai Rp 5.893 triliun pada Juni 2017. Laporan Credit Suisse 2018 menyebutkan 1% rumah tangga terkaya di Indonesia menguasai 47% kekayaan nasional.

74 tahun Indonesia merdeka, pribumi, terutama muslim nyaris terkubur. Mereka terpasung dalam kemiskinan struktural, hanya menjadi penonton saja. Tak ada peran yang dapat dimainkan selain menjadi pekerja.

Kapitalisme tidak memberi ruang bagi rakyat. Monopoli dan penimbunan menyebabkan distribusi tidak merata, kekayaan hanya berputar pada kalangan yang sama.

Kepemilikan individu/korporasi tidak memiliki batas, keserakahan, tipu daya, korupsi, ketidakadilan menjadi nafas dan urat nadi sistem jahat ini.

Jalan Baru Sistem Ekonomi Islam

Dalam pandangan sistem ekonomi Islam, problematika ekonomi yang utama adalah masalah pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga negara, walaupun pertumbuhan dan produksi barang dan jasa tinggi, namun bila ada warga negara yang tidak terpenuhi kebutuhan pokoknya, berarti ekonomi negara tersebut berada dalam masalah.

Oleh sebab itu, solusi problem utama ekonomi sebenarnya adalah bagaimana mengatur distribusi harta kekayaan sehingga semua individu terpenuhi kebutuhan pokoknya dan kekayaan tersebut beredar tidak hanya dikalangan orang-orang kaya saja.

Secara garis besar mekanisme yang ditempuh oleh Khalifah untuk menguasakan kembali perekonomian di tangan umat yaitu melalui 2 mekanisme, mekanisme individual dan mekanisme sosial ekonomi.

Dalam mekanisme individu, Khalifah memahamkan kepada setiap individu, terutama melalui sistem pendidikan, tentang kewajiban berusaha guna meraih kemuliaan dan keridhaan Allah. Negara memfasilitasi peningkatan keterampilan dan pemodalan bagi rakyat. Jika rakyat tidak bekerja baik karena malas, cacat, minim keahlian maka negara memfasilitasi.

Mekanisme sosial ekonomi ditempuh melalui sistem dan kebajikan. Dalam bidang ekonomi Khalifah menetapkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor real bidang pertanian, kehutanan, kelautan, pertambangan dan perdagangan. Dalam bidang pertanian, tidak akan ada lahan yang disia-siakan oleh pemiliknya melainkan semua diberdayakan demi meraih aspek materi dan spiritual. Islam melarang penelantaran lahan, ketika kendala masyarakat adalah ketiadaan lahan maka negara akan memberikannya.

Negara mengatur sistem kepemilikan harta. Kepemilikan umum tidak akan pernah diberikan untuk dikelola individu, swasta apalagi diserahkan ke pihak asing. Negara tidak akan memberikan toleransi kepada pengembangan sektor non real dan ribawi, karena sektor ini akan berpeluang menggoyang kestabilan ekonomi.

Kesejahteraan dan keberkahan hidup hanya ada ketika kita menjadikan syari’ah Allah sebagai aturan hidup, tidak terkecuali dalam bidang ekonomi. Hanya dengan sistem ekonomi Islam yang bisa menjadi solusi bagi korpotokrasi.

Tentu saja, keunggulan sistem Islam hanya akan mewujud secara sempurna jika ada instiusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah, yang menerapkannya secara total. Sebaliknya, berpaling dari aturan-Nya akan semakin menambah parah kondisi yang ada.[]

*Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Comment