Mutiara Putri Wardana: Jilbab Tidak Wajib, Sebuah Narasi Sesat

Opini639 Views

RADATINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Upaya-upaya untuk membuat jurang pemisah antara Islam dan umatnya terus menerus digencarkan salah satunya dengan cara mengaruskan narasi sesat yang menyatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib memakai jilbab sebab jilbab bagian dari budaya bukan syari’at Islam.

Hal ini tentu sangat ironis mengingat opini sesat ini terlontar dari mulut sekelas public figure yang katanya muslim, lalu menyalahkan tafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang menurutnya keliru karena dianggap hanya sekedar tafsiran tekstual semata. (https://seleb.tempo.co/read/1295839/sinta-nuriyah-jilbab-tak-wajib-bagi-perempuan-muslim)

Seharusnya sebagai sesama muslim kita saling mengingatkan dalam ketaatan dan kebenaran bukan sebaliknya. Standar benar dan salah juga harusnya merujuk kepada hukum syara’ dan lagi bukan nafsu atau bahkan merujuk kepada tokoh-tokoh tertentu yang dianggap role model. Padahal sudah jelas al-Qur’an diturunkan Allah sebagai pedoman hidup kita dan sudah sepatutnya al-Qur’an lah yang menjadi tuntunan hidup kita dalam menentukan hukum maupun standar benar salahnya sesuatu.

Padahal kewajiban berpakaian syar’i sudah jelas merupakan suatu kewajiban sebagaimana hadist yang diriwayatkan dari Ummu’Athiah r.a “Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata, ‘Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?’ Maka Rasulullah Saw menjawab, ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!’ Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, juz I, hal. 388, mengatakan: “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar (rumah) jika tidak mengenakan jilbab.”

Kewajiban menutup aurat dengan jilbab (gamis) sudah jelas diperintahkan Allah dalam Q.S al-Ahzab ayat 59 yang artinya Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Demikian pun hal nya dengan kerudung (khimar) yang terdapat di dalam Q.S an-Nur ayat 31 yang artinya Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka”

Dari ayat-ayat di atas, Allah memerintahkan kepada muslimah untuk memakai jilbab dan kerudung yang menutupi tubuhnya.

Ketika seorang wanita yang benar imannya mendengar ayat tersebut, maka tentu ia akan melaksanakan perintah-Nya tanpa ‘tapi’. Ketaatan terhadap perintah Allah tentu menjadi tolak ukur keimanan seseorang, bagaimana bisa dikatakan beriman jika perintah-Nya saja tidak dilaksanakan bahkan dengan bangga dan terang-terangan memperlihatkan ketidaktaatannya itu dengan beragam narasi sesat untuk memalingkan umat dari syari’at Allah.

Meskipun ada perbedaan tentang karakteristik antara jilbab, kerudung, dan bahkan hijab tapi tak ada satupun alim ulama yang memperselisihkan tentang hukum wajibnya pakaian syar’i tersebut bagi muslimah. Perintah untuk muslimah agar mengenakan pakaian syar’i (jilbab dan kerudung) sudah sangat jelas tertuang di dalam al-Qur’an dan tak berhak seorang pun menggugatnya bahkan memberikan penyimpangan terhadap isinya.

Narasi basi yang terus menjadi ‘jualan’ para pembenci syari’at Islam bisa menimbulkan salah kaprah di tengah umat tentang ajaran Islam yang sebenarnya, ditambah lagi negara saat ini yang menjunjung tinggi demokrasi seolah memberikan kebebasan kepada orang-orang tersebut untuk terus menerus menjual narasi yang menyesatkan terbukti dari kejadian seperti ini yang terus berulang tanpa ada tindak tegas dari negara.

Inilah bukti dari rusaknya aturan yang lahir dari sistem demokrasi-sekuler. Syariat Islam tidak diberlakukan sebagai aturan kehidupan bernegara sehingga ketika ada yang berani melecehkan negara atau pemerintah maka sudah pasti akan ditindak tegas dengan pemberian sanksi , akan tetapi berbanding tebalik jika Islam yang dilecehkan negara seolah tutup mata dan telinga dengan dalih kebebasan berpendapat.

Jelas hal ini sangat bertentangan dengan prinsip Islam bahwa manusia wajib berhukum dengan hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT. Seperti dalam terjemahan quran surat Al-Maidah ayat: 45 “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orng-orang dzalim.”
Hanya dengan penerapan sistem Islam lah keimanan dan ketaqwaan umat dapat terjaga, bukan hanya terfokus pada persoalan pakaian syar’i tapi tentang ketaatan terhadap aturan Allah yang sudah sepatutnya dilaksanakan baik oleh individu terlebih negara.

Selama penistaan agama seperti ini terus dibiarkan, umat Islam akan semakin jauh dari syari’at Islam dan kejadian seperti akan terus berulang. Jadi, sudah saatnya kita sebaagai umat Islam memperjuangkan syari’at Islam secara kaffah untuk ditegakkan di muka bumi ini. Wallahu a’lam.[]

Comment