Ir. Novianti, M.Pd*: Gadget, Kawan atau Lawan?

Opini599 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Yang membedakan antara manusia dan hewan adalah kemampuan berpikir. Prosesnya terjadi pada otak. Dan salah satu bagian penting pada otak terletak di area depan, yaitu Preferontal Cortex ( PFC).

Bagian otak yang matang secara bertahap dan baru sempurna di saat menjelang usia 18 tahun bahkan ada yang berpendapat 25 tahun.

Bagian ini sangat penting karena memiliki fungsi-fungsi yang mendukung kematangan dan kedewasaan manusia. Fungsi perencanaan, mempertimbangkan, mengingat, mengolah informasi , memutuskan, membandingkan benar dan salah, memecahkan masalah, mengatur perilaku ada pada bagian otak ini. Fungsi-fungsi yang berkaitan dengan kemampuan aqil (kematangan mental) seseorang.

Dikarena bagian ini memerlukan waktu kematangan yang lama, maka menjadi tantangan bagaimana melindungi PFC agar fungsi-fungsinya bisa optimal. Misal fungsi memusatkan perhatian atau kosentrasi.

Untuk mempelajari apapun harus didukumg oleh kemampuan kosentrasi. Rendahnya kemampuan ini akan menghambat perkembangan seseorang.

Saat ini banyak sekali gangguan yang dapat mengalihkan bahkan merusak kosentrasi diantaranya adalah alat gadget. Alat yang seolah menjadi magnet dimanapun dan kapanpun. Bahkan alat ini sering dijadikan sebagai pengaman saat orang tua sibuk.

Agar anak anteng, tidak ngamuk, pekerjaan beres. Yang memprihatinkan anak diberi alat gadget sedangkan ibunya anteng ikut kajian atau parenting. Dua kondisi bertolak belakang terjadi pada posisi yang sangat berdekatan.

Biasanya yang dibuka adalah aplikasi Youtube atau permainan game. Memang berhasil membuat anak anteng tapi ini berpotensi merusak sel-sel otak secara perlahan.

Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) , anak usia 0-2 tahun sebaiknya tidak terpapar oleh alat gadget. Jika sesudah usia 2 tahun sulit dihindari maka gunakan batasan waktu. Usia 2-5 tahun batasannya 1 jam per hari. Di atas 6 tahun, 2 jam perhari. Termasuk kita, orang tua juga perlu membatasi diri.

Salah satu yang membahayakan dalam alat gadget adalah berbagai aplikasi game. Game sudah bermutasi sedemikian rupa. Yang dulu hanya dikenal sebagai alat permainan, sekarang sudah menjadi media penyebar konten yang meracuni.

Ada unsur pornografi misalnya aurat terbuka, tindak kekerasan, bahkan pergaulan bebas dan LGBT pun dipropagandakan secara halus.

Ini sangat memprihatinkan karena informasi apapun yang tertangkap oleh indra akan berpengaruh terhadap sel otak.

Otak dengan kemampuan yang luar biasa terdegradasi secara perlahan hingga bisa mengakibatkan kerusakan. Pada tahap ini, pengobatannya sudah tidak mudah.

Kasus pasien rumah sakit jiwa karena kecanduan alat gadget meningkat menunjukkan bahaya dampaknya. Karena itulah para ahli yang berkaitan dengan alat berteknologi seperti Bill Gates sangat berhati hati memberikan interaksi perangkat teknologi pada anak-anaknya.

Alat gadget bisa merusak proses penyimpanan informasi termasuk hapalan Al Quran. Otak ketika belajar, perlu waktu untuk mengendapkan materi, dan otak butuh ketenangan.

Apabila otak dibombardir dengan games setelah belajar, proses pengendapan memori di long term memory akan terganggu. Otak seolah menjadi “gaduh” dan mengganggu ketenangan hippocampus untuk menyimpan memorinya.

Ilustrasi sederhananya adalah ketika anak belajar di sekolah lalu lanjut bermain games ber jam jam di rumah, penyambungan sel-sel otaknya terganggu. Informasi yang telah mereka simpan dalam otak tidak terikat dengan kuat. Bayangkan, hapalan berjam-jam bisa ambyar oleh game.

Mengingat bahaya yang ditimbulkan, orang tua perlu waspada dan segera mendeteksi jika mulai ada gejala kecanduan alat gadget. Disebut kecanduan jika muncul setidaknya 5 dari 8 gejala berikut ini:

1. Penggunaan waktu untuk browsing lama, lebih dari 2 jam dan tidak produktif.

2. Saat sedang tidak on line, muncul depressi, gelisah. Termasuk mengamuk jika dilarang bermain games.

3. Berfantasi ketika sedang tidak on line, matanya nampak kosong.

4. Berubah pola tidur atau kebiasaan.

5. Berubah BB bisa turun atau naik sekali.

6. Sering berbohong atau menyangkal mengenai penggunaan internet.

7. Mulai meninggalkan aktivitas yang disukai.

8. Kalau ada masalah lari ke internet.

Kecanduan tidak hanya terjadi pada anak anak, tapi bisa juga pada orang dewasa. Pernah diberitakan seorang suami menganiaya istri hingga tewas karena merasa diganggu saat bermain game.

Kehidupan kita sekarang memang sudah tak mungkin terpisahkan dari alat gadget. Hukum penggunaan alat gadget sendiri adalah mubah. Namun tugas orang tua adalah bagaimana membimbing anak menjadi pengguna alat gadget yang bijak.

Gadget seperti pisau bermata dua, bisa memberikan manfaat atau mudharat. Kita harus menyadari ada banyak bisnis berbahaya yang melibatkan alat gadget seperti games, pornografi, peminjaman uang berbunga. Keberadaan bisnis haram seperti ini memang sulit dikendalikan di alam sekuler kapitalis sekarang . Timbang perbuatan bukan haram halal, tapi semata keuntungan materi.

Jadi bagi para orang tua, kurangi interaksi anak dengan alat gadget jika tidak diperlukan. Buat kegiatan yang produktif di rumah. Ajak anak- anak murojaah, libatkan mereka dalam mengurus kegiatan di rumah, sediakan buku bacaan, biarkan bermain sepeda bersama temannya, sediakan mainan yang mengasah otak seperti lego atau puzzle.

Jangan khawatir mereka akan gagap teknologi. Ketika memulainya di usia 12 tahun, mereka bisa belajar cepat tentang teknologi. Saat sudah siap dan matang, mereka menjadi pengguna alat gadget yang bijak dan produktif.

Jika mengajak anak bepergian, hindari menjadikan alat gadget sebagai pengaman. Lebih baik siapkan buku bacaan, alat tulis, mainan, makanan sehat sebagai alternatif pengisi waktu.

Repot memang, tapi melahirkan pribadi khoiru ummah di era digital memang tak mudah. Namun pahala akan setimpal dengan upaya.

*Pengelola TK Anak Sholeh Makassar dan Bekasi, Mudirah Sekolah Tahfizh Iqro Bekasi.

Comment