RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Negara saat ini bisa dikatakan gagal mengatasi banjir. Buktinya, banjir di berbagai kota, khususnya Kalimantan Timur (Kaltim) tak berakhir meski berbagai cara dilakukan pemerintah. Diantaranya mulai dari menggelontorkan anggaran, membuat progam cegah banjir, sampai meminta bantuan luar negeri.
Seperti Pemkot Bontang terbang ke negeri kincir angin untuk menyerap dana hibah pemerintah Belanda. Kepala BPBD Bontang, Ahmad Yani membenarkan kabar terbangnya Walikota ke Belanda dalam urusan presentasi masalah banjir.
Secara kelembagaan BPBD mendukung penuh langkah walikota yang berjuang mendapatkan anggaran penanganan banjir yang tak bergantung pada APBD maupun APBN. (kaltim.tribunnews.co,07/12/2019)
Di Berau untuk mengatasi banjir, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Berau tutup jalan Pulau Panjang. Pasalnya, banjir kerap terjadi dan tidak di sangka-sangka datang.
Kepala Bidang Reservasi Jalan dan Jembatan DPUPR Berau, Junaidi mengatakan, selama pengerjaan drainase di kawasan ini, pihaknya melakukan penutupan di sepanjang area pekerjaan.
Tujuan dari pekerjaan proyek ini untuk menata saluran drainase, sebagai upaya mencegah terjadinya banjir atau genangan. (kaltim.tribunnews.co,2/12/2109)
Selanjutnya, Penajam Paser Utara guna mengantisipasi potensi banjir Pemerintah Kab. PPU meminta seluruh instansi Pemerintah, terutama instansi yang terkait kebencanaan bersama masyarakat meningkatkan kegiatan gotong-royong membersihkan saluran-saluran. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari mereduksi potensi adanya bencana banjir. (kaltim.tribunnews.co,29/12/2019)
Di Balikpapan penanggulangan banjir dengan proyek normalisasi drainase, gorong-gorong dan normalisasi sungai yang meluap. Anggaran penanganan banjir telah masuk dalam rencana strategis Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum sebanyak Rp123 miliar. (korankaltim.co, 28/12/2019)
Solusi Pragmatis Sia-sia
Secara umum penanggulangan bencana banjir yang dilakukan di Kaltim seakan tidak efektif.
Sejumlah kegiatan dianggarkan setiap tahunnya belum mampu menanggulangi dampak banjir yang ditimbulkan justru malah bertambah. Progam pencegahan dan penanganan banjir hanya fokus pada tataran teknis.
Namun tidak dibarengi dengan upaya sistemis berupa pengaturan undang-undang dan kebijakan penguasa.
Ijin, kebijakan dan undang-undang yang ada justru merampok SDAE sehingga merugikan rakyat dan negara berujung kerusakan lingkungan dengan berbagai bencana. Kekeringan, longsor, polusi, krisis air bersih, dan banjir merupakan efek dari rusaknya SDAE akibat Undang-undang yang liberalistik.
Undang-undang Sumber Daya Alam, UU Pertanahan, UU air, UU Migas, UU tentang penataan ruang, dll semuanya sarat dengan kepentingan para kapitalis. Bahkan demi para kapitalis berkedok investasi pemerintah mengeluarkan wacana penghapusan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Wacana tersebut dikemukakan Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/BPN.
Pemerintah beralasan, penghapusan tersebut agar mempermudah usaha. Pemerintah bahkan telah memasukan aturan tersebut dalam skema perundangan omnibus law. (nasional.kompas.co, 26/11/2019)
Tata kelola dan eksploitasi SDAE yang liberalistik ditambah kesalahan dalam penataan ruang menjadi penyebab kerusakan lingkungan, salah satunya banjir.
Seharusnya, perlu solusi mutakhir yang bisa menyelesaikan persoalan secara sistematis dan ideologis sampai ke akarnya.
Bukan solusi yang hanya bersifat pragmatis dan teknis. Seperti solusi dengan meninggikan bangunan rumah oleh setiap individu, masyarakat dengan gotong royong membersihkan got, saluran air, sungai, dsb.
Negara dengan memberikan anggaran cegah banjir, progam atau proyek penanganan banjir, dan berbagai kegiatan lain baik sebelum, saat, dan pasca banjir.
Banjir tak akan berakhir selama negara masih menerapkan ideologi kapitalis sekuler liberalis. Negara telah kalah dengan para kapitalis, perlu solusi mutakhir yang mampu mengakhiri berbagai persoalan kerusakan, termasuk banjir.
Islam Solusi Mutakhir Cegah Banjir
Islam mempunyai solusi mutakhir untuk mengatasi kerusakan lingkungan dengan fokus pada akar masalah penyebabnya. Islam akan menghentikan tata kelola SDAE liberalistik dengan mengembalikannya kepada tata kelola SDAE Islam.
Rasulullah saw bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Islam melarang kepemilikan SDAE dikuasai oleh individu, swasta, atau asing. SDAE dalam Islam adalah kepemilikan umum dan dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan masyarakat.
Negara dalam Islam berkewajiban mengelola SDAE untuk dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk langsung atau pun tidak langsung seperti gratisnya biaya pendidikan, kesehatan, dan terjangkaunya harga kebutuhan pokok.
Pengelolaan SDAE dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari penerapan Islam secara totalitas karena saling terkait dengan sistem lain dan berakar dari sistem kehidupan. Dengan dikuasainya SDAE oleh negara dalam sistem Islam dan pemimpin yang bertakwa maka akan meminimalisir kurusakan lingkungan. Masyarakat akan sejahtera dan lingkungan akan terjaga dari berbagai kerusakan.
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (TQS. Ar-Ruum: 41)
Banjir tak akan berakhir selama masih menerapkan ideologi kapitalis sekuler liberalistik. Hanya Islam yang mampu memberikan solusi mutakhir sedari awal dengan mencegah penyebab banjir.
Wallahu’alam.[]
Comment