Lulu Nugroho : Ketika BUMN Beranak Pinak

Opini609 Views

RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Sulitnya mengatur negara dengan basis sekularisme. Sebab memperbaiki satu sisi, akan mengganggu sisi yang lain. Begitupun yang terjadi dengan negeri ini, saat urusan rakyat tidak lagi menjadi prioritas. Kekayaan negara yang semestinya dialokasikan untuk kesejahteraan umat, menjadi semakin jauh dari harapan.

Seperti disampaikan Ketua Koordinator BUMN Watch Naldy N Haroen SH, di Depok, Sabtu (14/12/2019), bahwa saat ini terdapat sekitar 600-700 anak cucu perusahaan milik negara yang tidak sesuai dengan bisnis induknya. Sehingga, kata dia, anak perusahaan inilah yang diduga hanya menggerogoti induk perusahaan dan akhirnya terus merugi.

Saya ambil contoh di PT Krakatau Steel ada 70 an anak perusahaannya. PT Pertamina ada 140 an, PT PLN ada 40an, PT Indonesia Ferry (ASDP) ada juga dan masih banyak anak perusahaan di BUMN lainnya,” kata Naldy. (Mediaindonesia,15/12/2019)

Semula, anak cucu perusahaan pelat merah tersebut adalah sebagai penunjang bisnis dan untuk meningkatkan efisiensi. Sebab merupakan kepanjangan proses bisnis yang masih bersinggungan. Bahkan diharapkan darinya akan menambah pemasukan negara.

Namun, dari 142 perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) di berbagai sektor, ternyata hanya sebagian kecil yang mampu memberikan kontribusi keuntungan untuk negara. (CNBCindonesia.com, 2/12/2019). Sehingga, alih-alih memudahkan bisnis, malah terjadi monopoli. Swasta sendiri mengklaim bahwa mereka sulit berkembang, tidak bisa masuk dalam lingkaran usaha.

Bahkan yang lebih membahayakan, adanya bancakan di seputar para kapital. Hal ini tak bisa dielakkan. Akibatnya tidak ada pemasukan ke kas negara, roda pembangunan pun terhambat bahkan mungkin berhenti. BUMN rasa swasta. Hal ini terjadi akibat penerapan sekularisme. Tanpa kendali agama, manusia mengambil alih peran Allah dalam membuat peraturan.

Berbeda dengan Islam, ia memiliki konsep yang tepat tentang kepemilikan (al-milkiyah). Kepemilikan (property) hakikatnya seluruhnya adalah milik Allah secara absolut. Allahlah Pemilik kepemilikan dan kekayaan. Allah SWT berfirman:

وَِللهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا

Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi serta apa saja yang ada di antara keduanya. (QS al-Maidah [5]: 17).

Islam membagi konsep kepemilikan secara jelas: kepemilikan individu (private property); kepemilikan publik (collective property); dan kepemilikan negara (state property). BUMN termasuk dalam kepemilikan publik, yaitu seluruh kekayaan yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah bagi kaum Muslim sehingga kekayaan tersebut menjadi milik bersama kaum Muslim.

Individu-individu dibolehkan mengambil manfaat dari kekayaan tersebut, namun terlarang memilikinya secara pribadi. Ada tiga jenis kepemilikan publik:

(1) Sarana umum yang diperlukan oleh seluruh warga negara untuk keperluan sehari-hari seperti air, saluran irigasi, hutan, sumber energi, pembangkit listrik dan lainnya.

(2) Kekayaan yang asalnya terlarang bagi individu untuk memilikinya seperti jalan umum, laut, sungai, danau, teluk, selat, kanal, lapangan, masjid dan sebagainya.

(3) Barang tambang (sumberdaya alam) yang jumlahnya melimpah, baik berbentuk padat (seperti emas atau besi), cair (seperti minyak bumi), atau gas (seperti gas alam). Rasulullah saw. bersabda:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ: فِي الْكَلأِ، وَالْمَاءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim sama-sama membutuhkan tiga perkara: padang, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).

Walaupun akses terhadapnya terbuka bagi kaum Muslim, regulasinya diatur oleh negara. Kekayaan ini merupakan salah satu sumber pendapatan Baitul Mal kaum Muslim. Khalifah, selaku pemimpin negara, bisa berijtihad dalam rangka mendistribusikan harta tersebut kepada kaum Muslim demi kemaslahatan Islam dan kaum Muslim.

Maka tampak perbedaan yang jelas antara Islam dengan sekularisme. Dalam Islam, hak umat dijaga, oleh sebab itu akan tercapai kesejahteraan. Sedangkan dalam sekularisme, sulit menegakkan yang haq. Kekayaan akan berputar pada segelintir orang. Bahkan penguasa pun abai terhadap urusan umat.

Maka perlu mengembalikan urusan umat secara sistemik, kepada Islam. Agar manusia serakah produk sekularisme tidak merajalela menghabisi hak umat. Sebab kepemilikan sejatinya adalah milik Allah secara mutlak, kecuali Syari’ memberi izin untuk menguasainya. Wallahu ‘alam bish showab.

*Muslimah Revowriter Cirebon

Comment