RADARINDOMESIANEWS. COM, JAKARTA – Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من تشبه بقوم فهو منهم
“Orang yang menyerupai suatu kaum, ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).
Pergantian tahun Masehi adalah salah satu momen yang selalu dinanti. Uephoria umat Islam dan yang di luar Islam luar biasa. Espektasinya tinggi sekali hingga banyak yang mempersiapkan ini dan itu.
Terkadang momen pergantian tahun ini beriringan dengan libur Natal dan liburan anak sekolah. Momen yang pas libur panjang bagi keluarga yang ingin menghabiskan liburan sambil menanti pergantian tahun.
Namun, budaya ini sebenarnya bukan berasal dari Islam. Cikal bakal sejarah perayaan tahun baru sebenarnya berawal sejak zaman Kekaisaran Romawi, tepatnya pada era pemerintahan Julius Caesar, meskipun saat itu masih terhitung masa Sebelum Masehi (SM). Tidak lama setelah dinobatkan sebagai kaisar, Julius Caesar memberlakukan penanggalan baru untuk menggantikan kalender tradisional yang sudah digunakan sejak abad ke-7 SM.
Julius Caesar dan Senat Romawi kemudian memutuskan tanggal 1 Januari sebagai hari pertama dalam kalender baru itu. Istilah Januari diambil dari nama salah satu dewa dalam mitologi bangsa Romawi, yakni Dewa Janus.
Itulah alasan dipilihnya nama Dewa Janus sebagai awal tahun baru dalam kalender anyar Romawi, serta tradisi awal masyarakat Romawi untuk merayakan pergantian tahun.
Dilihat dari sejarahnya perayaan tahun baru Masehi bukan dari Islam, lantas sebagai umat Islam ingin ikut serta merayakannya, atas dasar apa? Pedoman umat Islam hanyalah Al Qur’an dan As Sunnah serta meneladani apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw saja.
Sebagai muslim yang senantiasa ingin lebih baik dari waktu ke waktu, maka lebih baik pergantian tahun ini dijadikan sebagai momen muhasabah, perenungan selama satu tahun yang dilewati apakah kita semakin baik atau malah semakin buruk?
Dilansir laman Liputan6.com, badai Topan Phanfone yang terjadi di Filipina pada 25 Desember 2019 menewaskan 16 orang. Celakanya, badai yang berkecepatan mencapai 196 kilometer itu berpotensi menerjang wilayah Banten jelang pergantian tahun. Badai itu diprediksi akan mengakibatkan hujan deras disertai angin kencang, kilat dan petir di wilayah Banten.
“Hujan lebat disertai angin kencang, kilat dan petir di sebagian besar Sumatera, Banten, Jabar, Jatim, Bali, NTB, NTT, Kalimanyaj Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan hingga Papua,”
BMKG pun merilis peringatan dini kemungkinan terjadinya badai Phanfone ini, khususnya masyarakat yang beraktivitas di pesisir Banten. Sebab, badai ini berpotensi memicu gelombang tinggi.
“Gelombang tinggi hingga empat meter ada di samudera Hindia selatan Jawa hingga Lombok”.
Glombang tinggi itu disebabkan meningkatnya kecepatan angin dengan kecepatan mencapai 20 knot di wilayah Indonesia bagian utara dan 16 knot di wilayah Selatan Indonesia. Gelombang setinggi 2,5 meter pun diprediksi akan menerjang wilayah Selat Sunda. (29/11/19)
Melalui kabar ini bisa jadi Allah mengingatkan kita untuk lebih memperbanyak muhasabah. Apakah dari waktu ke waktu kita semakin taat atau banyak maksiat. Dari tahun ke tahun semakin baik atau tidak, menjadi bagian dari pejuang agamaNya atau tidak.
Karena semua masalah ini hakikatnya karena kita tidak patuh pada aturan Allah. Maka kita harus berupaya agar aturan Allah bisa diterapkan di muka bumi ini, hingga menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Patut kita renungkan kata-kata bijak dari sahabat Ali Radhiyallahu ‘Anhu:
“Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang hari ini lebih jelek daripada hari kemarin maka dia terlaknat.” Allahu A’lam bi as Shawab.[]
*Anggota Revowriter Cilegon
Comment