RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Setiap orang pasti mengetahui apa itu hidayah, dan terkadang banyak orang menyala tafsirkan apa itu hidayah.
Banyaka manusia menunggu hidayah datang kepadanya. Mereka akan merubah diri mereka ke jalan yang benar (hijrah) ketika hidaya itu telah datang pada dirinya.
Hidâyah berasal dari kata hadâ–yahdî–hud[an] wa hady[an] wa hidy[an] wa hidâyat[an], Hudâ dan hidâyah secara bahasa artinya ar-rasyâd (bimbingan/tuntunan) wa ad-dalâlah (petunjuk). Juga dikatakan, hadaytuhu ath-tharîqa wa al-bayta hidâyat[an], artinya ‘arraftuhu (aku memberitahunya).
Menurut al-Azhari di dalam Tahdzîb al-Lughah menukil Abu al-‘Abbas dari Ibn al-A’rabi dan menurut Ahmad bin Muhammad al-Fayumi di dalam Mishbâh Al Munîr, hidâyah juga berarti al-bayân (penjelasan). Dengan demikian, hidâyah secara bahasa artinya bimbingan, penerangan, petunjuk dan penjelasan Al-Hudâ atau al-hidâyah juga adalah lawan dari adh-dhalâl (kesesatan).
Secara ‘urf, adh-dhalâl adalah penyimpangan dari jalan yang bisa mengantarkan pada tujuan yang diinginkan, atau penyimpangan dari jalan yang seharusnya Karena itu, al-hudâ atau al-hidâyah secara ‘urf bisa diartikan sebagai jalan yang bisa mengantarkan pada tujuan yang diinginkan, atau jalan yang seharusnya.
Lantas bagaimana definisi hidayah secara Syar’i. Secara syar’i jalan yang dimaksud adalah jalan yang benar (tharîq al-haqq) dan jalan yang lurus (tharîq al-mustaqim), yaitu Islam dan keimanan terhadapnya Dengan demikian, secara syar’i, al-huda atau al-hidâyah adalah mendapat petunjuk atau terbimbing pada Islam dan beriman terhadapnya.
Dan jangan kira hidayah itu hanya satu ternyata hidayah itu terbagi atas beberapa macam. Di dalam al-Quran, kata hadâ dan turunannya dinyatakan sebanyak 316 kali di 96 surat. Dari semua ayat itu bisa disarikan, hidayah yang diberikan oleh Allah kepada manusia di dunia ada tiga macam yaitu yang pertama Hidâyah al-Khalq (hidayah penciptaan).
Intinya, Allah telah menciptakan dalam diri manusia secara built in adanya fitrah berupa gharîzah at-tadayyun (naluri beragama), kebutuhan dan pengakuan kepada al-Khâliq (QS. Al-Ankabut,29:65; QS az-Zumar,39:8); dan qâbiliyah (kesediaan) untuk cenderung pada kebaikan maupun keburukan.
وَهَدَيۡنَـٰهُ ٱلنَّجۡدَيۡنِ
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”(QS al-Balad [90]: 10)
فَأَلۡهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقۡوَٮٰهَا . وَنَفۡسٍ۬ وَمَا سَوَّٮٰهَا
“Dan jiwa serta penyempurnaannya [ciptaannya], maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu [jalan] kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. asy-Syams [91]: 7-8).
Allah juga menciptakan akal atau kemampuan berpikir untuk memahami dan membedakan yang baik dari yang buruk. Orang yang tidak memperoleh hidayah jenis ini, yaitu orang yang tidak sempurna atau tidak waras akalnya, tidak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Dan macam yang kedua adalah Hidâyah al-Irsyâd wa al-Bayân (hidayah petunjuk/bimbingan dan penjelasan), yaitu berupa penjelasan, petunjuk dan bimbingan yang diberikan Allah dengan risalah yang dibawa oleh Rasul.
Di dalamnya terdapat penjelasan tentang keimanan dan kekufuran, kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk akan jalan hidup yang diridhai Allah dan yang tidak, serta akibat dari masing-masingnya baik di dunia maupun diakhirat.
Di sinilah al-Quran disebut petunjuk dan Rasul adalah orang yang memberi petunjuk yaitu yang menyampaikan risalah, menjelaskannya dan menuntun serta membimbing ke jalan Allah.
وَكَذَٲلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحً۬ا مِّنۡ أَمۡرِنَاۚ مَا كُنتَ تَدۡرِى مَا ٱلۡكِتَـٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَـٰنُ وَلَـٰكِن جَعَلۡنَـٰهُ نُورً۬ا نَّہۡدِى بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَاۚ وَإِنَّكَ لَتَہۡدِىٓ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ۬
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu [Al Qur’an] dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab [Al Qur’an] dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS asy-Syura [42]: 52)
وَيَقُولُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوۡلَآ أُنزِلَ عَلَيۡهِ ءَايَةٌ۬ مِّن رَّبِّهِۦۤۗ إِنَّمَآ أَنتَ مُنذِرٌ۬ۖ وَلِكُلِّ قَوۡمٍ هَادٍ
“Orang-orang yang kafir berkata: ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya [Muhammad] suatu tanda [kebesaran] dari Tuhannya?’. Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.”(QS. ar-Ra’d [13]: 7).
Dan yang terakhir adalah Hidâyah at-Tawfîq (Hidayah Taufik). Tawfîq (taufik) kepada hidayah hanya berasal dari Allah.
قَالَ يَـٰقَوۡمِ أَرَءَيۡتُمۡ إِن كُنتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ۬ مِّن رَّبِّى وَرَزَقَنِى مِنۡهُ رِزۡقًا حَسَنً۬اۚ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أُخَالِفَكُمۡ إِلَىٰ مَآ أَنۡهَٮٰڪُمۡ عَنۡهُۚ إِنۡ أُرِيدُ إِلَّا ٱلۡإِصۡلَـٰحَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُۚ وَمَا تَوۡفِيقِىٓ إِلَّا بِٱللَّهِۚ عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُ وَإِلَيۡهِ أُنِيبُ
“Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku daripada-Nya rezki yang baik [patutkah aku menyalahi perintah-Nya]?
Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu [dengan mengerjakan] apa yang aku larang. Aku tidak. bermaksud kecuali [mendatangkan] perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufiq bagiku melainkan dengan [pertolongan] Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS Hud [11]: 88).
Hidayah taufik inilah yang dinafikan dari Rasul saw.
إِنَّكَ لَا تَہۡدِى مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يَہۡدِى مَن يَشَآءُۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS al-Qashash: 56).
Taufik itu bukanlah penciptaan hidayah dari tidak ada menjadi ada dalam diri manusia. Taufik kepada hidayah itu adalah penyiapan sebab-sebab hidayah untuk manusia.
Taufik berkaitan dengan sebab-sebab hidayah, atau sifat-sifat hidayah, yang jika seseorang menyifati diri dengannya maka ia akan mendapat petunjuk (hidayah).
Allah tidak memberikan taufiknya secara paksa kepada manusia, melainkan ketika manusia sudah menerima hidâyah al-khalq, menggunakan gharîzah tadayun-nya dan menggunakan akalnya, lalu sampai padanya hidâyah al-irsyâd wa al-bayân melalui Rasul, pewaris Rasul, kaum Muslim atau sarana lainnya, kemudian ia memahaminya dan menerima hujah risalah itu, maka Allah akan memberinya taufik dan memudahkannya memahami hidayah dan mengambilnya serta hidup dengannya
Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
“Orang-orang yang mencari petunjuk, Allah menambah mereka petunjuk dan memberi mereka (balasan) ketakwaannya.” (QS Muhammad [47]: 17).
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
“Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS al-‘Ankabut [29]: 69).
Ketika seseorang berusaha mencari dan menjemput hidayah, Allah memberinya taufik sehingga ia mendapat hidayah. Nah, itulah tadi 3 macam hidayah yang harus kita pahami, Dan bagaimana proses seseorang mendapatkan hidayah. Pada kesimpulannya Jika orang mencari dan menjemput hidayah, yaitu mengupayakan sifat-sifat hidayah ada dalam dirinya atau memilih jalan hidayah, maka Allah memberinya taufik sehingga ia mendapat hidayah dan Allah menambah hidayah kepadanya.
Sebaliknya, jika orang mencari dan menjemput kesesatan atau memilih jalan kesesatan maka ia akan tersesat, Allah tidak memberinya taufik, bahkan Allah akan menambah kesesatannya.
Selama sifat-sifat yang bertentangan dengan hidayah masih bercokol maka Allah tidak akan memberikan hidayah taufik Di sinilah Allah menyatakan tidak akan memberi hidayah kepada orang kafir (QS 2: 264), orang fasik (QS 61: 5), orang zalim (QS 2: 258), orang yang sesat (QS 16: 37) dan orang yang melampaui batas lagi berdusta (QS 40: 28).[]
*Mahasiswi Unkhair, Ternate
Comment