Moulidia*: Wanita dan Kepemimpinan

Opini608 Views

RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Wanita sampai saat ini masih menjadi bahan bincangan terhadap mainstreamnya pemikiran bahwa segala urusan yang menyangkut luar rumah itu sepenuhnya urusan laki-laki tidak boleh adanya campur tangan wanita, wanita hanya ditempat kan pada tiga tempat yaitu dapur, sumur dan kamar selain itu wanita seakan di batasi apalagi dari sisi kepemimpinan.

Wanita seakan tidak bisa mempunyai hak yang sama dan seakan terdesak pada suatu keadaan yang hanya mengurus rumah tangga saja. Kini yang membedakan laki-laki dan wanita adalah hakikat melahirkan dan mengandung, para wanita juga mempunyai hak yang sama dalam demokrasi karena dalam sistem pemerintahan yang bergerak adalah sistem bukan lah fisik semata.

Sangat disayangkan seiring berkembang pesat nya zaman, masih banyak pemikiran-pemikiran seperti itu yang meletakkan wanita hanya bisa menduduki posisi terbawah, tanpa di beri izin untuk menduduki posisi teratas.

Pada hakikatnya, tidak bisa dipungkiri bahwa wanita memegang peranan penting. Terlihat jelas ketika wanita mampu mengurusi berbagai hal dalam satu waktu seperti seorang ibu yang mengurusi segala aspek yang menyangkut rumah tangga. Hal itu yang menjadi tolak ukur bahwa wanita juga bisa menjadi pemimpin.

Orang-orang yang menganggap bahwa wanita lebih rendah daripada laki-laki dan membatasi ruang wanita untuk menjadi seorang pemimpin, itu menunjukan bahwa mereka menganut dan terbelenggu dengan budaya Patriaki dimana budaya ini merupakan suatu budaya yang lebih mengedepankan bahkan mengistimewakan peran laki-laki di atas wanita.

Budaya ini juga menganggap bahwa laki-laki mempunyai keunggulan yang lebih dalam berbagai bidang dibandingkan wanita. Budaya semacam ini sudah sangat melekat dalam paradigma masyarakat umum hingga saat ini serta juga banyak kaum wanita yang ikut mengamini hal itu.

Di Indonesia sendiri sampai saat ini tidak ada yang mengatur bahwa wanita tidak boleh menjadi seorang pemimpin dan tidak mengatur bila wanita tidak dibolehkan memegang kekuasaan. Banyak sekali contoh wanita-wanita yang sudah sukses dalam memegang kekuasan bahkan diakui seluruh belahan bumi.

Sejarah dunia mencatat bahwa banyak pemimpin yang hebat terlahir dari kaum wanita, hal itu tidak bisa dipungkiri, kita pasti mengenal yang namanya Cleopatra, Margareth Theacher dan yang jauh hebat lagi Ratu Balqis yang mampu membawa kemakmuran bagi negaranya sehingga ia hampir menandingi kerajaan Nabi Sulaiman.

Hal itu diabadikan dalam Al-Quran dalam Surah Al-An’am ayat 23:44, bahkan juga salah satu istri Rasulullah, Aisyah yang merupakan tokoh pemimpin pada saat perang Jamal.

Maka jelas terlihat begitu besarnya keberanian tokoh wanita sehingga mampu memimpin perang sedemikian itu.

Di Aceh juga tidak terlepas dari tokoh-tokoh wanita hebat yang sangat berperan penting untuk Aceh sendirinya, diantaranya Laksamana Keumala Hayati yang menjadi wanita pertama yang memimpin armada angkatan laut di dunia, sehingga saat itu armada angkatan laut Aceh disegani bangsa Portugis di Selat Malaka.

Bukan hanya itu, Aceh juga pernah dipimpin oleh seorang wanita yaitu Sultanah Safiatuddin yang pada masa pemerintahannya terdapat seorang Mufti besar yaitu Syekh Abdurrauf As-Singkili seorang ulama Aceh yang namanya sudah sangat termasyhur tentu bukan tanpa dasar ia memperbolehkan Aceh dipimpin oleh seorang perempuan!, serta banyak sekali tokoh-tokoh perempuan lainnya yang berani berjuang untuk mempertahakan Kesultanan Aceh Darussalam seperti Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Pasukan Inong Blaee mereka itu adalah wanita-wanita yang sangat ditakuti oleh penjajah Belanda.

Berbagai penjelasan tadi mengenai hal perempuan bisa menjadi pemimpin, setidaknya penulis dapat memberikan pandangan baru bahwa wanita bukanlah sebuah golongan lemah seperti anggapan masyarakat umum kini.

Akan tetapi wanita sama halnya dengan laki-laki terlepas itu dari hal keberanian, kecerdasan dan juga kepemimpinan jadi pantas dan sah-sah saja jika wanita menjadi seorang pemimpin. Sudah boleh berhenti dengan pemikiran-pemikiran yang kurang wajar seperti itu, kini bukan tentang fisik lagi.[]

*Mahasiswi UIN Ar-Raniry, Aceh

Comment