RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Kebutuhan dan ketersediaan air bersih bagi rakyat sangat penting, apalagi di musim pancaroba seperti sekarang, panjangnya kemarau dan datangnya hujan yang langka menjadikan ketersediaan air bersih menjadi sesuatu yang sulit.
Permasalahan di negeri ini adalah sulitnya mendapat air bersih dan sanitasi lingkungan yang masih minim. Indonesia dalam hal ini berada di peringkat palinh bawah.
Lantas bagaimana peran negara dalam mengupayakan kebutuhan dasar rakyat akan ketersediaan air bersih tersebut?
Negara memiliki badan usaha daerah untuk distribusi air minum yaitu PDAM yang memberikan pelayanan ke daerah-daerah di wilayah Indonesia.
Sayangnya belum semua daerah yang membutuhkan air minum sehat memperoleh fasilitas dan pelayanan dari PDAM ini.
Keterbatasan penyaluran air minum bersih ini disebabkan oleh aspek keuangan dan aspek nonkeuangan (operasional dan administrasi).
Aspek keuangan dapat dilihat dari tarif yang diberlakukan oleh PDAM pada tiap daerah jangkauannya, sedangkan aspek non keuangan dilihat dari ketersediaan air baku dan mutu dalam tanah terutama pada masa kemarau serta pelayanan listrik di tiap daerah jangkauannya.
Dilansir laman CNBC Indonesia, tarif ini mendapat sorotan dari Wapres Ma’ruf Amin, yang menyebutkan tarif yang rendah dari PDAM adalah salah satu sebab kerugian yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang merembet pada perluasan distribusi air minum ke daerah yang belum terjangkau.
Menurut wapres kabinet Jokowi jilid II saat berbicara di Konferensi Sanitasi dan Air Minum (KSAN) seperti dikutip cnbc (2/12/2019) ini, PDAM mengalami kerugian pada tarif yang dibuat di bawah full cost recovery.
Penentuan tarif lebih banyak dilakukan secara populis. Ma’ruf Amin menyatakan skema investasi antara pemerintah dan swasta akan menjadi solusi untuk menyelesaikan perluasan air minum.
Dengan demikian, pernyataan Ma’ruf Amin ini mengarah kepada kapitalisasi distribusi air minum untuk masyarakat umum. Sudah tergambar nantinya tarif yang akan diberlakukan mengalami kenaikan karena dalam hal ini pihak swasta yang akan diuntungkan.
Komersialisasi dan liberalisasi layanan publik seperti air bersih ini akan menyebabkan kesengsaraan di pihak rakyat dan inilah ciri yang melekat pada sistem kapitalisme-neoliberalisme.
Rakyat hanya dijadikan sapi perah demi kepentingan korporat dan negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator.
Bagaimana Islam Mengelola layanan publik
Islam melarang hajat publik dikomersialisasi apalagi diserahkan kepada swasta.
Islam memerintahkan negara mengoptimalkan pelayanan dalam mengelola harta publik, yang meliputi air, energi (listrik dan gas), dan padang gembalaan termasuk sumber daya hutan.
Hal ini dimaksudkan agar rakyat memperoleh seluruh harta yang disyariatkan sebagai milik dan haknya dengan mudah, murah bahkan gratis.
Pelayanan publik dalam kitab “Adab al -Dunyâ wa al-Din”, termasuk mengenai pelayanan pengelolaan alam, fasilitas umum bagi rakyat, seperti pengairan dan irigasi yang baik agar pertanian milik rakyat bisa terairi, subur, dan menghasilkan panen yang baik, tidak boleh ada privatisasi sumber daya alam.
Dalam Al-Qur’an, surat An-Nahl, 16 : 91, Allah berfirman, “Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan Janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.
Sejatinya negara dengan perangkatnya yang telah berikrar untuk menjadi pelayan bagi rakyatnya berusaha untuk menyejahterakan rakyatnya dan amanah atas kepemimpinannya.
Sebagaimana hadis dari Rasulullah saw., “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus”. (H.R. Al-Bukhari dan Ahmad).
*Pemerhati sosial
Comment