Zulaikha: Sertifikat Nikah Selesaikan Masalah, Benarkah?

Opini689 Views

RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Isu tentang sertifikat Nikah yang menjadi syarat wajib pernikahan sudah tersebar luas ditengah-tengah masyarakat. Isu sertifikat nikah ini dipahami masyarakat, bahwa pasangan calon pengantin yang tidak memiliki sertifikat nikah tidak diperbolehkan menikah.

Asumsi ini diperkuat dengan adanya pernyataan Menko Pemberdayaan Manusia dan kebudayaan (PMK), Muhajir EfendM yang mengatakah bahwa yang akan menjadi salah satu syarat untuk menikah akan diterapkan pada tahun 2020 mendatang salah satunya sertifikat nikah. Seperti di lansir dari pemberitaan kompas “Jadi sebetulnya setiap siapapun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga.”

Menurut Menko PMK Muhadjir program ini bergulir karena dilatarbelakangi banyaknya kasus nikah dini, peceraian yang semakin tinggi, perselingkuhan, kasus stunting pada anak, dan kasus KDRT. Sehingga calon pengantin harus memahami arti dari sebuah pernikahan dan bagaimana mengurus rumah tangga serta memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga.

Dengan adanya sertifikasi nikah, para calon pengantin mendapat pembekalan dan pelatihan tentang agama, keluarga, dan kesehatan. Sehingga diharap bisa menekan angka perceraian, gizi buruk, dan hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan anak.

*Benarkah Sertifikasi Nikah Bisa Menyelesaikan Masalah?*

Secara umum program sertifikat nikah ini terlihat baik, namun apakah benar bisa menjadi solusi?

Pertama, masalah pernikahan dini.
Bila dicermati, kasus nikah dini banyak terjadi pada anak-anak yang hamil di luar nikah. Pergaulan bebas membuat mereka mudah melakukan zina, namun tak siap mengemban tugas sebagai orang tua di masa berikutnya. Tersebab rendahnya moral remaja dan jauhnya mereka dari aturan pergaulan Islam.

Nikah dini saat ini dilakukan karena efek dari pergaulan yang serba bebas. Persoalannya adalah bukan pada nikah dininya, tapi persiapan pranikahnya. Persiapan ini tak cukup sekadar kursus pranikah yang hanya berjalan beberapa kali pertemuan

Kedua tingginya angka perceraian. Rekapitulasi data angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya bahkan sudah mencapai tahap menghawatirkan.

Dikutip dari website mahkamah agung, pada tahun 2018 angka perceraian mencapai 419.268 pasangan. Dari jumlah ini, perceraian paling banyak dari pihak perempuan sebanyak 307.778 dan laki-laki sebanyak 111.490. Angka ini adalah kasus pernikahan muslim saja, belum termasuk yang non muslim.

Menurut direktur pembinaan administrasi peradilan agama badan peradilan agama (badilag) mahkamah agung factor yang mendominasi tingginya angka perceraian ini adalah karena factor ekonomi. 

Sulitnya mencari pekerjaan bagi suami, tingginya kebutuhan hidup membuat suami istri menjadi rentan berselisih hingga terjadinya KDRT. Hal ini yang menyebabkan perceraian, disamping minimnya pemahaman agama setiap individu.

Maka dari itu perbaikan taraf ekonomi masyarakat, penyediaan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat lah yang bisa menjadi solusi, dan ini merupakan peran besar Negara bukan peran dari setiap individu.

Ketiga, masalah kesehatan atau stunting. Stunting adalah kurangnya gizi pada anak-anak yang dapat menyebabkan anak gagal tumbuh. Pemerintah berpendapat kurangnya pemahaman orang tua dalam memenuhi gizi anak menjadi salah satu penyebab stunting.

Menurut kementrian kesehatan yang menyebabkan stunting adalah kurangnya gizi dalam waktu yang lama, penyebabnya adalah karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses lingkungan yang bersih (sanitasi dan air bersih).

Dari sinilah semestinya negara berperan dalam memudahkan masyarakat untuk mengakses makanan bergizi dengan harga yang terjangkau. Karena persoalan kurang gizi ini tidak terlepas dari masalah ekonomi. Rendahnya penghasilan memicu orang tua tidak mampu mencukupi asupan gizi anak.

Sertifikasi Nikah menimbulkan Masalah baru!

Sejatinya sertifikat nikah ini tidak menjadi solusi atas masalah yag ada, justru perpeluang menimbulkan masalah baru. Jika sertifikat nikah menjadi syarat wajib, hal ini mungkin menjadi
lahan baru terjadinya korupsi. Demi memenuhi keinginan untuk menikah bisa jadi jalan suap akan di tempuh.

Jika birokrasi dalam menjalankan pernikahan juga semakin rumit dan sulit, jangan heran jika perzinahan akan menjadi semakin marak. Sertifikat nikah tidak akan menyelesaikan persoalan keluarga, kesehatan ataupun agama. Program ini hanyalah solusi tambal sulam yang tidak menyelesaikan hingga ke akar masalah.

Jika Negara ingin menyelesaikan masalah ini maka selesaikan-lah dari akarnya. Ekonomi kapitalis yang turut andil dalam menciptakan tingginya angka perceraian, harus ditumbangkan. Dan Negara ketika mau terjun dalam ranah domestik ini tidak bisa hanya setengah-setengah saja. Maka negara wajib mengcover seluruh biaya kesehatan, pendidikan, termasuk dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan.

Pernikahan adalah Ibadah

Islam adalah agama yang paling sempurna, karena Islam mempunyai aturan yang sangat rinci termasuk pernikahan. Dalam Islam menikah merupan ibadah terpanjang, bahkan termasuk sunnah Rasul. Maka dalam Islam, sebelum menikah ada persiapan yang harus dilakukan.

Pertama, Pengokohan akidah. Dalam Islam pengokohan akidah adalah hal pertama dan utama bagi generasi Islam, karena akidah merupakan dasar dari kehidupan seorang muslim yang akan mengarahkan pada tujuan ibadah kepada Allah.

Orang tua juga mengenalkan kepada anak sejak dini dengan syariah Islam, sekaligus menjadikan syariah sebagai standar perbuatan sehingga seluruh anggota keluarga terbiasa terikat pada hukum syara.

Orang tua juga memberikan pendidikan seksualitas. Pendidikan seks dalam Islam berbeda dengan cara pandang barat. Pendidikan seks ala barat hanya berkisar pada alat reproduksi, bagaimana melakukan seks yang aman.

Sementara Islam sudah mengajarkannya sejak dini. Pengenalan jenis kelamin, berperilaku sesuai jenis kelamin, memisahkan tempat tidur, kewajiban menutup aurat, meminta izin di waktu tertentu saat memasuki kamar orang tua, menundukkan pandangan, tidak berikhtilat dan berkhalwat.

Inilah praktek pendidikan seks dalam Islam yang diberikan secara bertahap sesuai usia.

Menanamkan anak agar tumbuh mandiri khsususnya pada anak laki laki karena ia memiliki tanggung jawab terhadap keluarga sehingga harus mampu bekerja untuk memberi nafkah dan menyiapkannya sebagai qowwam (pemimpin) dalam keluarga. Anak perempuan dibiasakan melakukan aktivitas di rumah sehingga cekatan dan mampu mengelola waktu dengan baik nantinya.

Tatkala anak dididik dengan akidah, pemahaman akan syariah, maka potensinya akan terasah, ia tumbuh menjadi seseorang yang bekepribadian Islam dan menjadi muslim yang produktif. Menikah dan membangun rumah tangga dilihat sebagai sarana ibadah untuk melahirkan generasi yang bertakwa, sehat dan kuat.

Ini semua mustahil bisa terwujud apabila sistem yang diterapkan tetap memakai sistem kapitalis.

Maka dari itu sudah saatnya kita beralih dari sistem buatan manusia (kapitalis) ke sistem yang berasal dari sang Pencipta seluruh makhluk. Wallahu’alam bishawab.[]

Comment