Luthfiah Jufri, S. Si, M. Pd: Waspada Penyakit Impor ‘Islamophobia’ di Indonesia

Opini582 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Islamophobia yang menjangkiti Amerika dan Eropa rupanya merambah ke tanah air yang dulunya sangat halus bak debu namun saat ini begitu nampak sikap kebencian mereka terhadap islam (islamphobia) yang banyak muncul dari kaum kafir.

Hal ini sangat mengherankan mengingatkan Indonesia berstatus sebagai negeri dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Tentu hal ganjil ketika di dalam komunitas Islam, terjadi ketakutan akan Islam itu sendiri.

Kebencian dan permusuhan yang tersimpan di dada mereka dengan bersikap nyinyir terhadap berbagai ajaran Islam. Pandangan negatif tentang Islam dan kaum muslimin di negeri ini sangat terasa ketika membela agamanya yang dianggap fundamental. Pun ormas Islam yang menyuarakan dakwah dianggap radikal.

Tak sedikit pula sebutan anti NKRI disematkan kepada beberapa tokoh Islam . Mereka tidak suka dengan berbagai simbol dan syiar islam. Mereka menyoal dan merendahkan hijab (jilbab), menyebarkan issue poligami yang sarat dengan ‘kekerasan’ dalam rumah tangga. Mereka meradang melihat panji ar-rayah dan al-liwa dikibarkan oleh siswa setingkat SMA.

Mereka gerah menyaksikan geliat semangat hijrah menuju Islam diberbagai kalangan khususnya para selebritis yang konon katanya pengaruh hijrah para selebritis itu bisa saja memicu semangat para pemuda. Segala prasangka tersebut membuat Islamophobia merasuki Indonesia tak peduli fakta bahwa negeri ini ditinggali mayoritas muslim.

Seperti telah dilansir dalam republika online Khazanah ”Menelusuri jejak Islamphobia” dituliskan secara bahasa, Islamophobia berasal dari dua kata, yaitu Islam dan phobia (ketakutan yang berlebihan). Jika ditarik maknanya, istilah tersebut didefinisikan sebagai prasangka atau ketakutan yang tidak wajar terhadap Islam dan kaum Muslimin.

“Dalam arti yang lebih luas,
Islamophobia juga menjadi sinonim dari ‘anti-Islam’, yakni segala sikap atau tindakan yang menunjukkan ketidaksukaan terhadap agama Islam,” ungkap peneliti dari Universitas Hamburg, Jerman, Miriam Urbrock dan Marco Claas, dalam karya tulis “Islamophobia: Conceptual Historical Analysis.”

Islamophobia sering berhubungan dengan ketakutan yang tidak wajar akan simbol-simbol agama, seperti kerudung (hijab) yang kerap diartikan sebagai antifeministik dan antiliberal.

Begitu pula halnya dengan kesalahan persepsi sebagian masyarakat mengenai pria yang memelihara janggut yang sering dikait-kaitkan dengan teroris.

Islamophobia sesungguhnya sudah ada sejak Rasulullah SAW diutus. Saat itu tokoh-tokoh kafir Quraisy menolak dakwah Rasulullah saw dengan berbagai cara. Mereka mulai dengan cara yang halus yakni lobi dan tawaran harta, tahta dan wanita agar beliau menghentikan dakwah. Saat semua itu gagal, mereka mulai dengan cara yang kasar yakni “black campaign” dengan menyebut Rasulullah sebagai tukang sihir, orang gila lalu menganiaya hingga memboikot beliau dan pengikutnya selama kurang lebih tiga tahun.

Jadi, tujuan besar dari proyek Islamophobia ini tak lain adalah ingin mencegah bahkan menghentikan laju gerbong politik Islam dalam naungan Khilafah yang semakin kencang melaju di atas relnya. 

Karena mereka sadar bahwa kebangkitan politik Islam semakin menyeruak dan meninggi seiring dengan kembalinya kesadaran umat Islam untuk menyelematkan diri mereka dari berbagai ketertindasan akibat proyek jahat Islamophobia tersebut.

Kalau bukan Khilafah, Lalu Siapa yang Akan menjadi Perisai Umat Islam ?
Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah radhiya-Llahu ‘anhu, bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda:

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim].

Makna, al-Imâm Junnat[un] [Imam/Khalifah itu laksana perisai] dijelaskan oleh Imam an-Nawawi:

“Maksudnya, ibarat tameng. Karena dia mencegah musuh menyerang [menyakiti] kaum Muslim. Mencegah masyarakat, satu dengan yang lain dari serangan. Melindungi keutuhan Islam, dia disegani masyarakat, dan mereka pun takut terhadap kekuatannya.”

Begitu juga frasa berikutnya, “Yuqâtalu min warâ’ihi, wa yuttaqâ bihi” Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.

“Maksudnya, bersamanya [Imam/Khalifah] kaum Kafir, Bughat, Khawarij, para pelaku kerusakan dan kezaliman, secara mutlak, akan diperangi. Huruf “Ta’” di dalam lafadz, “Yuttaqa” [dijadikan perisai] merupakan pengganti dari huruf, “Wau”, karena asalnya dari lafadz, “Wiqâyah” [perisai].”

Mengapa hanya Imâm/Khalîfah yang disebut sebagai Junnah [perisai]? Karena dialah satu-satunya yang bertanggungjawab sebagai perisai, sebagaimana dijelaskan dalam hadits lain:

“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” [Hr. Bukhari dan Muslim].

Menjadi Junnah [perisai] bagi umat Islam, khususnya, dan rakyat umumnya, meniscayakan Imâm harus kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu akidah Islam. Inilah yang ada pada diri Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama dan para Khalifah setelahnya, sebagaimana tampak pada surat Khalid bin al-Walid:

“Dengan menyebut asma Allah, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid bin al-Walid, kepada Raja Persia. Segala puji hanya milik Allah, yang telah menggantikan rezim kalian, menghancurkan tipu daya kalian, dan memecahbelah kesatuan kata kalian. Maka, masuk Islamlah kalian. Jika tidak, bayarlah jizyah. Jika tidak, maka aku akan datangkan kepada kalian, kaum yang mencintai kematian, sebagaimana kalian mencintai kehidupan.”

Makna hadits di atas dengan jelas dan tegas menyatakan, bahwa Khilafahlah satu-satunya pelindung umat, yang menjaga agama, kehormatan, darah dan harta mereka. Khilafahlah yang menjadi penjaga kesatuan, persatuan dan keutuhan setiap jengkal wilayah mereka.

Penyakit Kronis Islamophobia yang melanda dunia khususnya di Indonesia telah menjadi lonceng yang menandakan bahwa kaum kafir  tidak akan berhenti menyebarkan virus kebenciannya terhadap umat Islam. Sekaligus menjadi lonceng peringatan terhadap kaum muslimin khususnya dan dunia pada umumnya akan kebutuhan mendesak untuk segera mewujudkan ‘anti-virus’ perisai umat, yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahua’lam.

Comment