Wulan Eka Sari: Gas 3 kg Tidak Ada Subsidi?

Berita442 Views
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan hasil alam seperti minyak dan gas. Cadangan gas Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke. Diantaranya tersebar di Natuna mencapai 49,87%, NAD 7,56%, Sumatera Utara 0,8%, Sumatera Tengah 12,92%, Papua 19,03%, Maluku 16,73%, Kalimantan 14,75%, Jawa 12,27%, Sulawesi 2,66% tercatat pada Januari 2016. (m.merdeka.com/uang/fakta-mengejutkan-soal-cadangan-gas-indonesia-termasuk-kalahkan-arab-saudi.html)
Namun faktanya, rakyat belum bisa merasakan kekayaan alam ini secara langsung. Buktinya, PT. Pertamina (Persero) memastikan akan segera menjual gas elpiji 3 kilogram non subsidi. Penjualan ini rencananya akan dimulai pada tanggal 1 Juli 2018. (economy.okezone.com/read/2018/06/22/320/1912700/gas-elpiji-3-kg-nonsubsidi-mulai-dijual-1-juli-2018)
Senin 2 Juli 2018, PT Pertamina (Persero) mulai uji pasar elpiji 3 kilogram non subsidi pada awal Juli 2018. Menurut Adiatma, kemungkinan gas non-subsidi tersebut dipatok harga di atas 11.000 perkilogram. Dengan volume 3 kilogram, harganya diperkirakan lebih dari Rp. 33.000 pertabung.
Harga Bright Gas tabung pink ukuran 5,5 kilogram yang dibandrol di atas Rp. 11.000 per kilogram, untuk volume 5,5 kilogram, harganya sekitar Rp. 65.000 pertabung. (https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/02/0934144926/mulai-pekan-ini-pertamina-uji-pasar-elpiji-3-kilogram-non-subsidi)
Mengapa hal itu terjadi?
Liberalisasi migas di Indonesia terjadi semenjak Orde Baru. Hal ini ditandai dengan kedatangan Investor Asing yang mengeksplorasi SDA. Liberalisasi juga dilakukan dalam pertambangan dan pengilangan minyak untuk menyamakan investasi di Indonesia di Indonesia, investor asing mengajukan beberapa persyaratan. Misalnya terkait dengan dengan kebijakan yang dilegalisasi dalam UU.
Sistem demokrasi yang diemban negeri ini akhirnya banyak menjadikan UU tidak pro-rakyat. Semua disesuaikan dengan kebutuhan yang diminta (asing) dan asalkan menguntungkan pemerintah. Sebut saja UU SDA, UU Migas, UU Penanaman Modal Asing, dan lainnya. Yang diakibatkan dari sistem ekonomi Liberal yang dipakai untuk menyusun perundang-undangan.
Berikut pengakuan beberapa pihak IMF, World Bank, dan USAID:
“Pada sektor migas, Pemerintah berkomitmen: mengganti UU yang ada dengan kerangka yang lebih modern, melakukan restrukturisasi dan reformasi di tubuh Pertamina, menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional. 
“Utang-utang untuk reformasi kebijakan memang merekomendasikan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja public, belanja subsidi khususnya pada BBM cenderung regresif dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh ke tangan orang kaya.
USAID juga telah membantu pembuatan draft UU Migas yang diajukan ke DPR pada Oktober 2000. UU tersebut akan meningkatkan kompetisi dan efisiensi dengan mengurangi peran BUMN dalam melakukan eksplorasi dan produksi.
Pernyataan tersebut menunjukan bahwa sesungguhnya pemerintah ini disetir oleh asing untuk mengeruk dan menguasai migas di Indonesia. Inilah bukti bahwa sumber migas dijual kepada asing dan rakyat mati di negeri sendiri. (www.google.co.id/amp/s/blossomiffahwardah.wordpress.com/2012/11/29/analisis-liberalisasi-migas-di-indonesia/amp/
Inilah yang menyebabkan rakyat tidak dapat merasakan kekayaan sumber daya alam salah satunya migas yang berlimpah di Indonesia.
Adakah Solusi lain?
Rasul saw bersabda, «الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»
Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)
An-nâr dalam hadits ini juga mencakup semua sumber energi termasuk migas. Jadi, menurut syariah sumber migas adalah milik publik, milik seluruh rakyat.
Selain itu menurut syariah, tambang yang deposit atau cadangannya sangat besar adalah milik publik yang tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing. Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia pernah meminta kepada Rasul Saw agar diberi sebuah tambang garam di daerah Ma’rib. Rasul pun memberikannya. Tapi seorang sahabat berkata mengingatkan beliau: “Ya Rasulullah, tahukah engkau, apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu (bagaikan)3 air yang terus mengalir (al-mâ’u al-‘iddu)” Ia (perawi) berkata, “Beliau pun menarik kembali tambang itu darinya.”
Maka, tidak ada solusi lain selain menerapkan islam secara totalitas. Mari kita perjuangkan sistem yang mulia ini.
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.S Al-A’raf: 96).
Penulis adalah seorang mahasiswi UIN Imam Bonjol Padang
Fakultas Syariah, semester IV

Comment