RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Justitia Training Center bekerjasama dengan Pusat Mediasi Indonesia Universitas Gadjah Mada (PMI UGM) kembali menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Mediator Umum Bersertifikat Angkatan ke- III selama 4 hari, bertempat di Justitia Learning Center, Sarinah, Jakarta Pusat, (16-19/10/2019) . Angkatan I dan II telah dilaksanakan pada 17-21 September 2019.
Pelatihan ini diikuti oleh 19 peserta yang terdiri dari 5 lembaga berbeda yaitu BPJS, Pemda DKI Jakarta, Asosiasi Advokat Indonesia, Kementerian Agama, Perum Jamkrindo, HAKKI, dan lain-lain.
Pelatihan dibuka oleh Andriansyah Tiawarman K, S.H., M.H. selaku Presiden Direktur Justitia Training Center dengan memberikan sedikit penjelasan mengenai rangkaian pelatihan selama empat hari yang akan disampaikan oleh akademisi, mediator, dan para ahli hukum.
Pada hari pertama pelatihan, Prof. Dr. Tata Wijayanta, memberikan materi pengantar mediasi dan membedah Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Dalam kesempatan pelatihan tersebut, Prof Tata menyampaikan bahwa Perma No. 1 tahun 2016 mengandung ketentuan yang bersifat memaksa dan imperatif agar penyelesaian sengketa itu dimulai dengan terlebih dahulu menempuh jalur mediasi agar tidak semua perkara bermuara ke Pengadilan.
Pada hari kedua, pelatihan diisi dengan pemutaran Film Mediasi disertai latihan kisi-kisi dan praktik mediasi oleh Dodi Sudaryanto yang dilanjutkan dengan penyampaian materi mengenai Teknik Mediasi dan Penyusunan Nota Perdamaian oleh Prof. Indra Bastian.
Di hari ketiga, materi mengenai Sengketa dan Teknik Mapping, juga Negosiasi dan Resolusi Konflik di sampaikan oleh Dr. Riza Noer Arfani dan di hari terakhir peserta berkesempatan untuk melakukan role play untuk mengimplementasikan materi yang sudah didapatkan di dalam kelas sebelum akhirnya menempuh ujian sertifikasi mediator.
Dari pelatihan ini, Prof Tata menyampaikan pesan kepada para peserta untuk senantiasa meningkatkan skill, mengingat mediasi tak luput dari drafting suatu kesepakatan perdamaian, artinya peserta harus meningkatkan pemahaman mengenai pembuatan kontrak yang difokuskan pada kesepakatan perdamaian, akta perdamaian, dan putusan perdamaian, bukan kontrak pada umumnya, juga harus memperbanyak jam terbang.
“Sama seperti menyupir mobil, kalo kita gapernah nyupir, itu berbeda dengan yang setiap harinya menyupir, artinya semakin jam terbang bertambah, dia akan menjadi mediator yang bagus” Ujar Prof. Tata.
Andriansyah Tiawarman K, S.H., M.H. selaku pimpinan dari Justitia Traning Center bersyukur bisa menyelenggarakan 3 angkatan Pendidikan dan Pelatihan Mediator Bersertifikat dengan seluruh peserta dinyatakan lulus.
Tak hanya itu, keragaman instansi dan daerah asal peserta membuat pelatihan kali ini semakin unik dan merupakan suatu hal yang positif. Dari pelatihan ini, Andriansyah berharap agar seluruh peserta yang dinyatakan lulus dapat menjadi mediator yang profesional, baik di daerah maupun di instansinya masing-masing dan tentunya peserta yang lulus bisa mendaftarkan diri sebagai mediator baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama di seluruh Indonesia.
Pelatihan semacam ini harus dimanfaatkan dengan baik karena akan terbuka peluang-peluang baru baik bagi peserta maupun bagi sistem peradilan di Indonesia.
“Semakin banyak mediator, semakin banyak sengketa yang diselesaikan melalui mediasi yang nantinya akan menjadi langkah baru bahwa tidak semua penyelesaian sengketa akan bermuara di Pengadilan akan tetapi bisa saja di luar pengadilan sehingga tercapai win win process dan win win solution.” Imbuh Andriansyah.[]
Penulis: Tim Redaksi Media Justitia
Editor: Furqon Bunyamin Husein
Comment