Nur Afifah*:  Nasib Para Pelajar dan Para Pendidik Di Bawah Naungan Nadiem Makarim

Opini, Pendidikan842 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Usai pelantikan presiden dan wakil presiden 2019-2024, kita dikejutkan dengan terpillihnya seorang menteri pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang berlatar belakang seorang pengusaha. Hal ini sudah yang ke sekian kalinya seorang pejabat Indonesia bermula dari seorang pebisnis.

Suara.com melansir bahwa sistem pendidikan Indonesia merupakan terbesar ke empat di dunia tetapi kualitasnya merupakan salah satu yang terburuk. Laporan PISA terbaru menunjukkan Indonesia masuk ke dalam jajaran 10 negara dengan performa pendidikan terburuk. Kualitas pendidikan di Indonesia masih lebih buruk dibandingkan Mexico, Kolombia, dan Thailand.

Penelitian yang dilakukan oleh organisani pendidikan terkemuka di Universitas Cambridge Internasional-bagian dari Universitas Cambridge di Inggris menemukan pelajar Indonesia menggunakan teknologi di dalam kelas lebih banyak dari negara lain, sering mengalahkan negara yang maju.

Pelajar Indonesia adalah yang tertinggi secara global dalam penggunaan ruang komputer (40%). Mereka menduduki peringkat kedua tertinggi di dunia dalam penggunaan komputer desktop (54%), setelah Amerika Serikat. Disamping itu, lebih dari dua pertiga siswa Indonesia (67%) menggunakan ponsel pintar di kelas, dan bahkan lebih banyak menggunakannya untuk mengerjakan pekerjaan rumah (81%). (https://www.bbc.com).

Ketika kita melihat kembali bagaimana kondisi kualitas keilmuan, sikap dan moral seorang pelajar yang getol dengan teknologi yang digunakan tidak untuk media sosial saja namun juga dalam urusan pendidikan di negara kita, ternyata sungguh ironis. Bukan malah menyelesaikan masalah dalam meningkatkan kualitas ilmu, sikap dan moral namun justru semakin maraknya kasus-kasus yang menunjukkan bahwa kualitas sistem pendidikan yang diemban oleh pelajar dan tenaga pendidik saat ini sangatlah buruk.

Apalagi harapan dari seorang pemimpin negara kita ketika menunjuk seorang pengusaha (baca: Pendiri Ojek Online Go-Jek) sebagai pengatur segala urusan terkait pendidikan hanyalah dikarenakan teknologi. “Kita diberi peluang setelah ada yang namanya teknologi, yang namanya aplikasi sistem yang bisa membuat loncatan sehingga yang dulu dirasa tidak mungkin sekarang mungkin” Ungkapnya. (https://m.detik.com)

Bagaimana mungkin kualitas, sikap dan moral seorang pelajar dan pendidik bisa meningkat di saat alasan memilih seorang menteri pendidikan hanya karena teknologi aplikasi GoJek? Padahal urusan pendidikan adalah urusan yang rumit mulai dari hulu hingga hilir. Mampukah teknologi mengatasi masalah terkait pelajar yang hamil di luar nikah, pelajar yang candu gadget, pelajar pengguna narkoba dan kebobrokan kualitas pelajar yang lainnya?

Sungguh yang bisa menyelesaikan berbagai masalah saat ini adalah sebuah sistem terpadu (integrated system) yang mengatur segala urusan secara komprehensif mulai dari aktifitas bangun tidur hingga bangun negara, termasuk di dalamnya pendidikan. Sistem pendidikan yang telah teruji dan mampu merubah kegelapan Eropa khususnya Spanyol, menjadi terang benderang di abad 8 M hingga 15 M. Dari model pendidikan inilah lahir tokoh ilmuwan dunia di bidang ilmu pengetahuan, filsafat, arsitektur dan kedokteran.  Mereka lahir dalam sebuah sistem pendidikan yang berbasis Islam.

Sistem pendidikan islam yang universal itu mengajarkan manusia agar memahami tujuan hidup  di dunia. Allah SWT menjelaskan di dalam surah Adz Dzariyat : 56 “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka ber ibadah kepada-Ku”. Sehingga jiwa yang dihasilkan oleh Islam adalah jiwa-jiwa yang berkarakter dengan visi besar, berkualitas dan unggul. Bagaimana tidak, ketika kita menerapkan sistem sang pencipta, maka kita akan menjadi manusia yang sebenarnya. Manusia dengan konsep, perilaku dan jati diri keislaman yang jelas bukan apatis, cuek, hedonis bahkan liberal.

Sistem pendidikan Islam jauh dalam benak kita yang belum pernah merasakan hidup dalam kepemimpinan Islam. Output sistem pendidikan saat ini belum mampu melahirkan tokoh-tokoh besar sebagaimana yang pernah dicetak oleh Spanyol saat berada dalam genggaman Islam dahulu. Pola dan sistem pendidikan sekuler yang diaplikasikan bukan saja di Indonesia ini justeru melahirkan generasi yang kian memburuk dari segi perilaku, ilmu dan peradaban.

Kalau saja para pemangku kekuasaan di negeri ini berani mengambil langkah dan kebijakan revolusioner untuk menerapkan model dan sistem pendidikan yang telah terbukti mampu menghasilkan tokoh sekaliber Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail,  Ibnu Rusyd, Al-Jabbar, dan Az-Zahrawi, maka pendidikan akan menghasilkan bukan saja generasi tangguh dalam ilmu pengetahuan  tetapi juga memiliki kualitas perilaku yang santun.

Sistem pendidikan Islam melahirkan generasi yang secara individu berkualitas ‘Ulul Albab’ dan secara generasi berkualitas ‘Khoiru Ummah’. Generasi yang dihasilkan dari proses pendidikan Islam yang berkualitas ini akan mampu memimpin bangsa menjadi bangsa besar, kuat dan terdepan, bahkan akan menghantarkan bangsa menjadi pemimpin peradaban dan perkembangan teknologi di dunia.

Hal tersebut bisa terjadi karena Islam sangat mementingkan ilmu pengetahuan. Dalam Islam ilmu pengetahuan adalah pondasi dalam membangun peradaban. Hal ini ditandai dengan aktivitas membaca sebagai pintu utama membuka khazanah ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah. Kemudian pada saat Rasulullah menjadi pemimpin negara (Khalifah) di Madinah beliau memberantas buta huruf dengan meminta tawanan perang Badar untuk mengajarkan membaca dan menulis pada penduduk Madinah.

Selanjutnya, kita menunggu  bagaimana seorang pengusaha Nadiem Makariem merevolusi sistem pendidikan yang buruk ini, apakah ia akan memperbaiki atau justru keadaan kaum terpelajar dan tenaga pendidik semakin parah dalam lingkaran kurikulum dan sistem pendidikan sekuler dan liberal? Wallahu a’lam bishowab.[]

*Jebolan STIS SBI Surabaya

Comment