RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Perceraian pastinya bukan sesuatu yang didambakan setiap pasangan suami istri namun tak jarang runyamnya permasalahan yang menghampiri pasutri dalam kehidupan rumahtangga menjadikan perceraian sebagai solusi yang dianggap mampu memberi kebaikan bagi masing-masing pasutri.
Zaman now perceraian seolah bukan sesuatu yang buruk, banyak yang menganggap sebagai solusi atas problematika keluarga yang tak berujung.
Tren perceraian di Indonesia pun semakin tinggi. Angka perceraian selalu meningkat dari tahun ke tahun. Mirisnya hingga saat ini belum ada solusi terbaik untuk mengurangi angka perceraian.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan perbedaan berbagai alasan tingginya angka perceraian di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat yang disebabkan oleh berbagai hal berbeda.
Angka perceraian di Jawa Timur merupakan yang tertinggi. Faktor-faktor penyebabny karena tidak harmonis, bukan karena faktor ekonomi tapi ada wanita idaman lain. Hal ini diungkapkan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dalam acara Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran BKKBN di Surabaya seperti dikutip liputan6.com, Senin malam (16/9).
Perceraian di Jatim tertinggi disebabkan karena faktor ketidak-harmonisan akibat adanya wanita idaman lain. Sehingga banyak para istri yang menggugat cerai suami. Munculnya ketidak-harmonisan tersebut sebenarnya dipengaruhi faktor internal maupun eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi terjadinya perceraian dalam sebuah rumah tangga dapat didetailkan sebagai berikut:
1. Minimnya keimanan
Setiap individu yang meyakini keberadaan Sang Pencipta pastinya akan selalu merasa diawasi sehingga akan muncul rasa takut jika melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Munculnya kemaksiatan yang dilakukan masing-masing pasangan baik suami ataupun istri pastinya akan berdampak dalam kehidupan rumahtangga. Masing-masing pasutri tak akan ada rasa bersalah jika melakukan kemaksiatan sehingga akan menjadi kebiasaan bermaksiat. Hal inilah yang akan mengundang murka Sang Pencipta.
2. Kurangnya pemahaman terkait tujuan pernikahan
Setiap individu seharusnya memahami tujuan sebuah pernikahan. Karena apapun perbuatan jika tak mempunyai tujuan yang jelas pastinya akan terjadi kegagalan. Begitu pula dengan pernikahan. Misalnya jika tujuan pernikahan karena ingin menjadi kaya, maka pernikahan tersebut akan berujung perceraian ketika kehidupan setelah berumahtangga tak juga membuatnya menjadi kaya.
3. Komunikasi yang bermasalah
Komunikasi termasuk salah satu kunci kestabilan sebuah interaksi apapun. Pasangan suami istri pastinya tak bisa lepas dari komunikasi. Jika komunikasi antar pasutri bermasalah, bisa dipastikan rumah tangga pun akan penuh masalah. Komunikasi bukan hal sepele. Tak sedikit berujung perceraian ketika pasutri tak mampu berkomunikasi dengan baik. Akibat buruknya komunikasi antar pasutri akan menyebabkan saling curiga, anti kritik, merasa paling benar, tidak adanya empati dan sebagainya.
Adapun faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hubungan keluarga hingga memuncak pada perceraian adalah sebagai berikut:
1. Rusaknya aturan sosial di masyarakat
Manusia sebagai makhluk sosial memang tak bisa lepas dari interaksi dengan sesamanya. Interaksi sosial tanpa aturan pastinya akan berdampak buruk. Sehingga butuh aturan sosial yang sesuai dengan fitrah manusia. Interaksi laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki aturan yang mampu menjaga martabat keduanya.
Zaman now interaksi laki-laki dan perempuan tak ada sekat. Sudah menjadi kebiasaan laki-laki dan perempuan bebas berinteraksi kapanpun dan di manapun asalkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Misalnya fenomena pacaran, perselingkuhan hingga sexbebas.
Atas nama kebebasan berperilaku, manusia lain tak layak ikut campur mengatur interaksi sosial. Sehingga sangat wajar tatanan aturan sosial rusak akibat aturan manusia yang lemah dan terbatas.
2. Penyalahgunaan kecanggihan teknologi
Kecanggihan teknologi akan bernilai positif jika penggunanya bijak memanfaatkannya. Era milenial saat ini gadget seolah tak mampu membatasi ruang dan waktu. Setiap pengguna gadget mampu mengakses apapun yang diinginkan baik itu yang positif ataupun negatif.
Tak sedikit peran gadget berdampak buruk bagi kehidupan rumah tangga. Masing-masing pasutri tersibukkan dengan gadget dan mirisnya hal ini menjadikan hubungan antar suami-isteri kian renggang. Berinteraksi dengan teman-teman di medsos dirasa lebih nyaman daripada bercengkrama dengan pasangan halal.
4. Minimnya peran negara
Negara penganut sistem demokrasi, pastinya merasa tak layak mencampuri urusan setiap individu warga negaranya. Sehingga tak pernah ada aturan yang mengatur secara detail terkait interaksi sosial ataupun pergaulan. Aturan yang ada hanya terkait pernikahan, waris, perceraian atau hal-hal yang dinilai masih dalam ruang lingkup urusan agama bagi individu.
Padahal munculnya permasalahan akibat interaksi sosial sangatlah banyak misalnya pacaran, perselingkuhan, kenakalan remaja, free sex, geng motor, lesbian, gay, bisex, trans gender dan sebagainya.
Hingga saat ini pun masih belum ada aturan yang tepat untuk mengatasi permasalahan sosial. Tidak adanya aturan yang tepat yang diberlakukan oleh negara akan menjadikan interaksi sosial kian buruk tanpa ada solusi yang tepat.
Tingginya angka perceraian di negeri ini seharusnya menjadi PR besar bagi semua pihak (individu, masyarakat dan negara). Keutuhan keluarga sangat berpengaruh bagi kualitas generasi bangsa.
Perceraian bukanlah solusi terbaik kareana meskipun halal tetapi jalan perceraian itu sangat dibenci oleh Allah SWT karena akan memunculkan permasalahan-permasalahan baru yang berdampak negatif terhadap anak-anak dan lingkungan sosial-masyarakat.
Maka menimbang munculnya problematika sosial-masyarakat, seharusnya dilakukan pencegahan dan solusi terbaik untuk meminimalisir terjadinya perceraian dalam keluarga.[]
Comment