Mulyaningsih, S.Pt, Penulis |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Tahun 2018 adalah tahun polik. Pasalnya di tahun 2019 merupakan hajatan akbar lima tahun sekali diselenggarakan. Selain pilpres ada juga pileg. Menghadpi pileg tersebut, beberapa artis kenamaan menjajal peruntungan lewat menyuarakan hak rakyat-nya lewat panggung politik. Tak sedikit pula para artis yang akhirnya berpindah partai. Sebagai contoh adalah Venna Melinda, dahulu beliau kader Partai Demokrat namun saat ini melabuhkan hatinya ke Partai Nasdem.
Menurut Wakil Ketua Partai Demokrat Roy Suryo mengakui bahwa suara Venna Melinda yang kemaren maju caleg 2014-2019 di Dapil Jawa Timur cukup besar. Venna mempunyai kantong suara yang tak sedikit. Suaranya hampir mencapai 40 ribu.
Lantas kemudian menurut Sekjen Partai Nasdem Johnny G. Plate menyatakan bahwa mudah-mudahan tetap besar suaranya. Kalau gitu jangan mau dicomot dong, kenapa mau? Saya nggak tahu kenapa Venna mau pergi. Kalau dari kami menyediakan, memfasilitasi.
Ternyata di bursa artis nyaleg, Nasdem menjadi paling banyak menampung public figure untuk maju di Pileg 2019 mendatang. Sebut saja Okky Asokawati, petinju Chris John, Tesa Kaunang kemudian Olla Ramlan. Di kubu PDIP ada Krisdayanti, Tina Toon, Ian Kasela dan Kirana Larasati (m.detik.com, 22/7).
Menurut Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini partai tidak hanya asal usung artis untuk kumpulkan suara, tapi partai punya kewajiban untuk mengawal kinerja artis sehingga mampu memerankan tugas-tugas sebagai wakil rakyat dan anggota parlemen yang mempersentasikan aspirasi dan kepentingan konstituen yang ada di dapil.
Fakta di atas adalah hanya segelintir dari fenomena artis nyaleg. Itu hanya beberapa, masih banyak lagi fakta yang lainnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa partai akan menggunakan berbagai macam cara agar memuluskan langkah-langkahnya menuju senayan. Termasuk didalamnya adalah merekrut berbagai public figure. Tak peduli apakah mereka mengetahui visi misi partai secara gamblang, yang penting tujuan mereka bisa terwujud.
Wajarlah semua usaha tersebut dilakukan, karena memang saat ini adalah siapa yang berkuasa pastilah dia akan kaya. Lewat sistem kapitalis yang sekarang mencengkram negeri ini maka menghalalkan segala macam cara agar memuluskan jalannya. Tak lagi menghiraukan apakah jalan tersebut baik atau buruk, dimata mereka semua jalan adalah sama. Ditambah lagi persaingan diantara parpol semakin menjadi-jadi manakala hajatan sudah mulai di depan mata. Tak ada teman yang abadi, melainkan kekuasaan yang abadi. Itulah mungkin gambaran nyata yang ada sekarang. Buktinya sudah nyata ada di depan mata, beberapa anggota partai pindah dari parpol yang satu ke parpol yang lainnya. Gonta-ganti parpol pun tak masalah bagi mereka asalkan kekuasaan tadi di dapat maka tak mengapa. Itulah gambaran realitas yang terjadi sekarang ini.
Berbeda sekali ketika Islam diterapkan. Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Tak hanya mengatur masalah ibadah saja, Islam mempunyai aturan untuk yang lainnya juga. Termasuk di dalamnya adalah permasalahan politik. Ketika Islam berbicara masalah politik, maka akan sangat jauh berbeda. Jika di sistem yang sekarang politik diidentikkan dengan sesuatu yang kotor dan saling rebut kekuasaan. Lain halnya dengan Islam, politik yang dimaksud adalah mengurusi masalah ummat. Secara jelasnya, ri’ayah syu’unil ummah bil hukmi syar’i (mengurus urusan umat disesuai dengan hukum syariah, bukan hawa nafsu penguasa).
Antara Islam dan politik tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Satu sama lain harus saling terkait. Tidak seperti sekarang ini, Islam tidak boleh mewarnai politik. Maka yang terjadi adalah perebutan kekuasaan belaka tanpa menghiraukan aspirasi dari umat (rakyat), bahkan janji-janji merekapun akhirnya tak dilaksanakan dengan baik. Kesengsaraan dan kemunduran yang nyata adalah sebagai bentuk dari pemisahan antara Islam dan politik. Rakyatlah yang selalu menjadi korban.
Dalam Islam menjadi hal yang biasa ketika saling mengoreksi. Tentunya tidak berdasarkan pada haawa nafsu semata, melaikan harus merujuk pada Islam. Termasuk didalamanya adalah mengoreksi jalannya roda pemerintahan, hal tersebut menjadi kewajiban bagi partai politik. Semua dilakukan agar roda pemerintahan berjalan sesuai dengan koridornya (sesuai Islam).
Ketika Islam bisa diterapkan maka semua akan berjalan dengan baik. Semua saling bersinergi satu dengan yang lainnya. Ibarat roda yang berputar, ketika bagian depan berputar maka akan menarik bagian belakangnya agar mampu menjalankan kendaraan yang akan kita tumpangi. Itulah seharusnya gambaran antara penguasa, partai politik dan rakyat. Semua saling bahu-membahu guna mencapai tujuan bersama. Penguasa menjalankan roda pemerintahan serta menerapkan system Islam secara sempurna. Kemudian partai politik menjalankan kewajibannya yaitu mengoreksi jalannya pemerintahan.
Ketika ada yang salah maka wajib bagi anggota parpol untuk menyampaikan kesalahan serta memberikan solusi atas kesalahan tersebut. Dengan begitu ada wujud amar ma’ruf juga didalamnya. Rakyatpun menjadi sejahtera ketika roda pemerintahan berjalan dengan baik dan benar. Maka kata kesejahteraan tak lagi hanya di bibir saja namun sudah benar-benar terwujud. Dengan begitu maka semua akan menjalankan kewajibannya secara benar. Begituah jika sistem Islam dipakai secara menyeluruh, semua akan berjalan dengan baik. Tidak ada yang merasa dirugikan, semua akan bahagia dan sejahtera. Semoga kita mampu untuk segera menerapkannya dalam kehidupan. Tentunya harus ada usaha yang sungguh-sungguh dan serius untuk berjuang bersama. Wallahu A’lam.[]
Penulis adalah pemerhati masalah anak, remaja dan keluarga
Anggota Akademi Menulis Kreatif (AMK) Kalsel.
Comment