SP. Fitriani: Bendera Tauhid Pemersatu Umat

Berita420 Views
SP.Fitriani
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Umat Islam adalah ummah wâhidah,
umat yang satu yang terwujud dalam banyak hal. Tuhannya satu, Kitabnya satu,
Rasulnya satu, kiblatnya satu. Bahkan, benderanya juga satu yaitu al-Liwa’ dan
ar-Rayah. Inilah panji pemersatu umat Islam.
 

Nyatanya, bendera itu kian hari kian
menggelora, setelah sebelumnya sempat dicap bendera teroris atau bendera ormas
oleh beberapa pihak. Hal ini disebabkan karena masyarakat tak bisa menafikan
kilauan pancaran cahaya kalimat tauhid yang tertulis padanya , Laa Ilaha
Illallah Muhammad Rosulullah. Ya, sebuah kalimat pamungkas yang membedakan
muslim dan kafir. Kalimat yang bersamanya kita ingin hidup dan mati. Lafadz
yang memiliki arti Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah.

Bendera ini sebenarnya telah lama
diperkenalkan ke tengah-tengah umat, namun baru membooming beberapa tahun
terakhir ini. Sematan buruk dan fitnah-fitnah keji tentu selalu mengiringi.
Namun sayang, bukannya umat menjauh malah semakin mendekat, semakin cinta
bahkan semakin paham bahwa bendera itu adalah bendera Rasulullah, milik umat
Islam, bukan milik teroris atau ormas tertentu.

Kita bisa lihat faktanya pada
Masiroh Panji Rasul yaitu pawai pengenalan panji atau bendera Rasulullah yang diadakan
elemen masyarakat di berbagai tempat tahun lalu. Dikutip dari Tribun Islam.com,
pada April tahun lalu, ada lima kota besar menggelar Masirah Panji Rasulullah
SAW. Kelima  kota tersebut adalah Samarinda, Kendari, Gorontalo, Medan dan
Banda Aceh. Acara berupa konvoi bendera dan panji Rasullah SAW di jalan-jalan
protokol masing-masing kota dengan diakhiri tabligh akbar.

Kesohorannya-pun kian melejit ketika
bendera ini menjadi pemandangan sekaligus saksi bisu pada berbagai macam aksi
yang dilakukan oleh umat Islam tahun lalu. Banyak pihak yang mengibarkan
bendera ini ketika hadir membela Al-qur’an yang di nista oleh Ahok. Di kutip
dari detik.com,pada 2 Desember 2017, massa aksi 212 bentangkan bendera besar
Ar-Rayah.

Keeksistensiannya taambah menjadi,
ketika bendera ini disinyalir sebagai bendera HTI, organisasi yang dibubarkan
semena-mena tahun lalu itu. Berbagai macam pihak membicarakannya, hingga
akhirnya pemerintah mengumumkan bahwa itu bukan bendera HTI, melainkan bendera
tauhid. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri), Soedarmo menyatakan bahwa yang dilarang itu adalah bendera dengan
simbol HTI, bukan bendera tauhid. Keduanya berbeda, kalau HTI ini mencantumkan
tulisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di bawah kalimat ‘Lailahaillallah’.
Sedangkan bendera tauhid biasa berupa bendera yang berisi tulisan kalimat
tauhid. ” kata Soedarmo dalam artikel yang dipublikasikan situs resmi
Kemendagri pada Juli 2017, dikutip pada Selasa ( detik.com, 23/10/2018).

Termutakhir, bendera itu kini dilecehkan oleh beberapa pihak. Bendera yang
tertulis kalimat tauhid itu di bakar dengan disertai iringan nyanyian dan
sorakan tanda bangga. Alasannya simpel, hanya ingin menjaga Indonesia dari
perpecahan. Melindungi Indonesia dari ormas yang identik dengan bendera yang
mereka bakar. Nyatanya, kegelapan alam sekularisme kapitalisme telah membuat
kaum muslim dan Islam menjadi lemah, dijajah dan dihinakan bahkan melecehkan
simbol-simbol Islamnya sendiri. Berita ini menjadi viral setelah videonya
beredar luas didunia maya.


Dan tentu, kaum muslim lagi-lagi
tersulut emosinya. Ketidakridhoan dan kesedihan melanda, ketika menyaksikan
saudara muslim seakidahnya dengan bangganya membakar bendera yang tertulis
kalimat tauhid ini. Ialah Ar-roya dan Al-liwa, panji pemersatu umat. Telah
jelas dalilnya bahwa ia bukan bendera suatu ormas, terlebih bendera terlarang. Hadist
Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibn Majah dari
Ibn Abbas RA, bahwa “Rayah Rasulullah Saw berwarna hitam dan Liwa beliau
berwarna putih”.

Al-Liwa’ dan ar-Rayah juga adalah
termasuk syiar Islam yang wajib diagungkan dan dijunjung tinggi. Ia merupakan
simbol kenegaraan Rasulullah saw. Hal itu ditandai dengan praktik Rasulullah
saw. sebagai kepala negara dan sekaligus komandan perang. Al-Liwâ’ berada di
tangan beliau saw, semisal ketika Fathu Mekkah. Beliau saw juga secara resmi
memberikan mandat al-Liwâ dan ar-Râyah kepada orang pilihan yang diamanahi
memimpin pasukan perang. Di antara dalilnya adalah sabda Rasulullah saw. ketika
Perang Khaibar, “Sungguh aku akan memberikan ar-Râyah kepada seseorang,
ditaklukkan (benteng) melalui kedua tangannya, ia mencintai Allah dan
Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” (HR Muttafaqun ’alayh).

Makin Mempersatukan
Tak ada peristiwa yang tak terselip
hikmah didalamnya. Nyatanya, pembakaran bendera ini kembali mempersatukan kaum
muslim, sama seperti yang terjadi pada penistaan al-qur’an yang dilakukan oleh
Ahok. Apa yang Banser lakukan justru mendapat opini dari semua golongan, baik
ormas-ormas Islam maupun berbagai kalangan masyarakat. Bahkan beberapa
perkumpulan turun melakukan aksi bela bendera tauhid hari ini. Di himpun dari
Tribunjabar.com, 23/10/2018 Ribuan orang dari Aliansi Umat Islam Bela
Tauhid menggelar aksi long March dari Bundaran Simpang Lima menuju
Alun-alun Garut. Massa yang berkumpul sejak pukul 13.00, terus meneriakkan
takbir. Massa juga membawa bendera berwarna hitam dan putih bertuliskan
kalimat berbahasa Arab.

Sehingga dari sini kita bisa menyimpulkan
bahwa umat hari ini telah memiliki pemahaman yang sama bahwa bendera tauhid
adalah bendera Rasulullah bukan bendera HTI. Bahkan media nasional
beramai-ramai menjelaskan bahwa yang di bakar oleh ansor bukanlah bendera HTI
melainkan bendera tauhid, milik umat Islam dunia. Seperti dilansir dari
Republika.co.id salah satunya. Media ini merilis artikel dengan judul Mengenal
Ar-Rayah, Bendera Tauhid yang di Bakar di Garut. (23/10/2018).

Tak bisa dipungkiri lagi bahwa semua
yang terjadi saat ini membuat pemahaman tentang panji Rasul semakin mengglobal,
umat kian kental persatuannya. Hingga pada akhirnya akan menjadi kuat dan
berjaya. Sebab, bendera inilah juga yang telah menyatukan mereka di masa
lampau.

Al-Liwa’ dan ar-Rayah juga
sesungguhnya bukan sekadar panji dan bendera yang berwarna putih atau hitam.
Namun, tulisan yang tertera di dalamnya. Kalimat: Lâ
ilâha illâl-Lâh Muh ammadur RasûluLlâh adalah dua kalimat yang amat penting.
Dua kalimat itulah yang menjadi pembatas antara keimanan dan kekufuran. Siapa
yang mengimaninya beserta semua turunannya dikategorikan sebagai Mukmin.
Sebaliknya, siapa pun yang mengingkarinya terkategori sebagai kafir.
Konsekuensi dari kategori itu sangat besar. Yang satu disebut sebagai khayr
al-bariyyah, sebaik-baik makhluk. Yang lain dinyatakan sebagai syarr
al-bariyyah, seburuk-buruk makhluk. Yang satu akan menjadi penghuni surga. Yang
lainnya ditempatkan di dalam neraka dan ditetapkan sebagai penghuninya
selama-lamanya.

Dalam konteks negara, dua kalimat
tersebut menegaskan perkara yang menjadi asas bagi sistem Islam, yakni akidah
Islam yang teringkas dalam dua kalimat tersebut: Lâ ilâha illâl-Lâh Muhammadur
RasûluLlâh. Konsekuensinya, seluruh interaksi, pemikiran dan perundangan diatur
dengan syariat Islam. Sistem ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, seni, dan
lain-lain semuanya berlandaskan akidah Islam. Di dalam sistem Islam, kalimat
tauhid tidak hanya tertera di dalam panji, namun hidup dan dijalankan secara
praktis mencakup seluruh aspek kehidupan kaum muslim.

Kalimat inilah yang menyatukan kaum
Muslim dengan ikatan yang hakiki, yakni ikatan akidah Islam. Keduanya kalimat
yang terkandung di dalam bendera ini termasuk syiar Islam yang wajib diagungkan
dan di junjung tinggi, menggantikan syiar-syiar jahiliah yang selama ini telah mencerai-beraikan
kaum Muslim dalam sekat-sekat imperialistik nasionalis. Pun, dengan
terbangunnya kesadaran dan opini umum ini akan menghantarkan harapan kuat akan terwujudnya
kembali persatuan bangsa Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya dalam
naungan bendera pembawa kesatuan dan perdamaian yang sebentar lagi kan tegak. Wallahu A’lam Bissawab

Comment