Yanyan Supiyanti A.Md |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Ghiroh umat Muslim terbakar, dadanya bergolak, darahnya mendidih, amarahnya membuncah, ketika Bendera Tauhid bertuliskan La ilaha illalLah Muhammad RasululLah dibakar oleh sekelompok oknum berseragam Banser dengan sengaja dan bahkan dengan bangganya.
Dilansir oleh DetikNews, pada 23 Oktober 2018, Ketua Ansor Yaqut Cholil Qoumas atau sering disapa Gus Yaqut ketika dikonfirmasi, membenarkan peristiwa pembakaran Bendera Tauhid yang terjadi di Garut, Jawa Barat, bahkan menurut Gus Yaqut, itu dilakukan untuk menghormati dan menjaga kalimat tauhid.
Buntut dari pembakaran Bendera Tauhid di acara Hari Santri Nasional beberapa waktu yang lalu, ribuan umat Islam di berbagai kota di Indonesia menggelar Aksi Damai Bela Bendera Tauhid pada jum’at, 26 Oktober 2018 kemarin.
Salah satunya digelar di depan Gedung Sate, kota Bandung. Aksi damai tersebut diantaranya menuntut agar pelaku pembakaran bendera bertuliskan Kalimat Tauhid diproses hukum secara adil, menuntut ketegasan sikap pemerintah untuk melindungi simbol-simbol umat Islam serta menghimbau kepada seluruh masyarakat agar selalu menjaga kondusifitas dan aturan hukum yang berlaku (Republika.co.id, 26/10/2018).
Tindakan pembakaran Bendera Tauhid tersebut tentu sulit diterima akal sehat. Pasalnya, banyak hadis shahih atau minimal hasan yang menjelaskan seputar al-Liwa’ dan ar-Rayah ini. Diantaranya Rasulullah saw. bersabda:
“Sungguh aku akan memberikan ar-Rayah ini kepada seseorang yang melalui kedua tangannya diraih kemenangan. Ia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya pun mencintai dirinya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis lain dinyatakan:
“Rayah Rasulullah saw. berwarna hitam dan Liwa’ nya berwarna putih (HR at-Tirmidzi, al-Baihaqi, ath-Thabarani dan Abu Ya’la).
Di dalam riwayat lain juga dinyatakan:
“Rayah Rasulullah saw. berwarna hitam, persegi empat, terbuat dari kain wol Namirah (HR at-Tirmidzi).
Lebih tegas dinyatakan dalam hadis lain:
“Rayah Rasulullah saw. berwarna hitam dan Liwa’ nya berwarna putih. Tertulis di situ La ilaha illalLah Muhammad RasululLah (HR Abu Syaikh al-Ashbahani dalam Akhlaq an-Nabiy saw.).
Kalimat La ilaha illalLah Muhammad RasululLah merupakan ‘alamah atau ciri keagungan Islam. Kalimat ini pula yang tertulis dalam ar-Rayah dan al-Liwa’. Artinya ar-Rayah dan al-Liwa’ adalah simbol tauhid. Keduanya adalah syiar pemersatu. Kalimat tauhid adalah harga bagi surga, lambang akidah Islam, yang membedakan Islam dan kekufuran, yang bakal menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat.
Karena itu tentu aneh sekali jika ada sekelompok orang menghinakan, melecehkan dengan membakar Rayah dan Liwa’ Rasulullah saw. ini. Padahal mereka Muslim.
Jelas, pembakaran ar-Rayah yang bertuliskan kalimat tauhid merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Keliru juga jika diqiyaskan dengan hukum pembakaran al-Qur’an agar tidak tercecer dan terhinakan. Jika mushaf atau lembaran bertuliskan al-Qur’an itu sudah tidak terpakai, dan dikhawatirkan dalam bentuknya, maka dianjurkan dibakar. Ini sebagai penghormatan terhadap al-Qur’an dan menjauhkan al-Qur’an dari penghinaan. Sebaliknya, jika mushaf atau lembaran al-Qur’an itu masih terpakai, kemudian dibakar karena kebencian terhadap Muslim yang menggunakan al-Qur’an , ini jelas haram. Hal ini berlaku juga dengan kalimat tauhid.
Bahkan dalam pandangan Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjary, seorang ulama besar abad ke-17, dalam kitab Fasad al-Iman atau Penyebab Rusaknya Iman dalam bahasa Arab melayu, tindakan demikian bisa menjadikan seseorang keluar dari Islam (murtad).
Karena itu Rayah dan Liwa’ Rasulullah saw. itu harus diagungkan dan dijunjung tinggi. Sebab keduanya merupakan syiar Islam, sebagai bentuk peneladanan kepada Rasulullah saw. Lebih dari itu, mereka seharusnya berjuang bersama untuk mengembalikan kemuliaan keduanya sebagai panji tauhid, identitas Islam dan umat Muslim, sekaligus pemersatu mereka.WalLahu a’lam bi ash-shawab.[]
Penulis adalah member Akademi Menulis Kreatif
Comment