Terkait Penolakan Perda Syariah, Ini Penjelasan Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat

Berita440 Views
Jenderal (pur) Anton T Digdoyo, Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Belakangan publik dikagetkan dengan pernyataan salah satu ketua parpol Partai Solidaritas Indonesia yang akan menolak Perda Syariah di seluruh Indonesia karena dinilai merusak toleransi dan deharmonisasi sosial. 

Untuk mengetau lebih jauh persoalan tersebut, redaksi telah minta tanggapan Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat Anton T Digdoyo yang juga mantan petinggi Polri dan pngalaman terhadap praktek-praktek perda syariah di masyarakat. 
Menurut Anton Tabah Digdoyo, ada dua kategori yang menolak perda syariah itu. Pertama, mereka yang belum memahami apa itu perda syariah dan kedua, karena memang tak suka dengan agama Islam. Semoga saja karena yang pertama. 
Jenderal (pur) Anton Tabah Digdoyo menambahkan, perda syariah itu tidak bertentangan dengan falsafah NKRI, Pancasila dan konstitusi NKRI UUD 45 serta Dasar NKRI KeTuhanan Yang Maha Esa,  Pasal 28 dan 29 UUD 45. 
Bahkan lanjutnya, Perda Syariah itu memperkuat hukum positif yang ada. Jadi jangan alergi dengan istilah syariah. Apalagi di Indonesia sudah disosialisasikan oleh pemerintah dengan adanyaekonomi syariah,  bank syariah, fitness syariah,  hotel syariah dll. 
“Aturan syariah sudah dilakukan sejak NKRI ini lahir bahkan Pancasila dan UUD 45 banyak bermuatan syariah yang mengatur ketaatan kepada Tuhan, membangun bangsa berakhlakul karimah dsb. ” Ujar Anton melalui hub selular, Sabtu (17/11/2018).
Contoh konkrit era Bung Karno lahir UU Nomor1 Th 1965 ttg Penodaan Agama era Pak Harto lahir UU nomor1 Th 1974 tentang perkawinan secara Islam, itu UU berbasis syariah dan amanah UUD 45. 
Lahir juga beberapa Perda Syariah misalnya yang mengatur tentang minuman keras, minumn beralkohol yang tidak boleh dijualbelikn di toko-toko, warung-warung, pasar umum dan pembatasan kadar persen kandungan alkohol dll. 
“Bahkan tiap saya jadi komandan kewilayahan, melobi bupati, walikota dan gubernur utk melarang penjualan danjing (daging anjing) sengsu (tongseng asu) karena itu melanggar UU. ” Tutur Anton berkisah masa beliau masih aktif dahulu.
Ditambahkan Anton, ada lagi contoh perda syariah Pemda Tangerang yang bagus, melarang wanita bepergian sendirian di atas jam 22.00 sampai jam 05.00 karena banyak kasus perampokan,  perkosaan bahkan pembunuhan terhadap wanita di Tangerang pada rentang waktu tersebut. Masih banyak contoh lain tentang Perda Syariah yang semua justru memperkuat hukum positif demi kamtibmas yang diamanatkan UUD 45 dan pancasila. 
“Jika PSI menolak perda syariah karena ketidak-tahuannya tentang manfaat Perda Syariah tersebut segeralah minta maaf pada negara dan umat Islam. Tetapi jika menolak karena kebenciannya terhadap Islam saya setuju PSI dicabut badan hukumnya karena itu berarti mereka tidak pancasilais.” Imbuhnya. [Red]

Comment