Aswarini Puspa Arnas (Kanan) saatseminar beasiswa yg diadakan Centre of Language Improvement di Kampung Inggris, Kediri.[Dok/pribadi] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Permasalahan guru honorer di negeri ini merupakan sebuah ironi yang tak kunjung selesai. Aksi demi aksi terus dilakukan demi menuntut kesejahteraan bagi tenaga pendidik ini. Tak bisa dipungkiri, ada kesenjangan yang jauh antara tenaga pendidik honorer dan PNS. Bagi tenaga pendidik yang berstatus PNS, mereka bisa mendapatkan penghasilan yang layak, namun tidak bagi guru berstatus honorer. Mendapatkan gaji yang layak seperti jauh panggang dari api.
Munculnya guru-guru berstatus honorer ini pun mulai dipertanyakan mulanya. Mengapa ada guru honorer ? Dengan wilayah negara Indonesia yang luas, dengan banyaknya sekolah-sekolah yang tersebar senusantara, dan banyaknya peserta didik yang wajib mendapatkan pendidikan, maka negeri ini membutuhkan jumlah tenaga pendidik yang juga sangat banyak. Hanya saja tenaga pendidik yang diangkat negara dalam hal ini sebagai pegawai negeri sipil (PNS) tidak mampu memenuhi kebutuhan yang ada terutama di daerah-daerah.
Sebagaimana pengalaman penulis mengajar di sebuah sekolah negeri tingkat menengah atas, hanya ada dua guru yang berstatus PNS di sekolah tersebut, selebihnya adalah honorer. Bayangkan saja bagaimana sekolah menengah atas bisa menjalankan proses belajar mengajar dengan hanya dua guru PNS. Maka untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga pendidik, umumnya para kepala sekolah atau dinas pendidikan akan merekrut guru bantu sebagai solusi guna kelangsungan proses belajar mengajar di sekolah. Penggajiannya pun umumnya diambil dari dana BOS, sesuatu yang sebenarnya melanggar aturan pemanfaatan dana BOS. Atau digaji oleh pemerintah kabupaten/kota yang diambil dari APBD, sehingga penggajiannya pun tergantung kemampuan masing-masing daerah.
Masalah guru honorer ini tak akan muncul jika sedari awal kebutuhan akan tenaga pendidik terpenuhi secara maksimal dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Hanya saja kuota cpns yang direkrut sangat jauh dari jumlah yang dibutuhkan bagi keberlangsungan pendidikan di Indonesia. Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah masalah anggaran. Apakah negara ini mampu menggaji jika merekrut guru PNS sesuai jumlah yang benar-benar dibutuhkan ? Jawabannya tentu tidak. Karena itu kuota pengangkatan guru PNS pun disesuaikan dengan kemampuan negara dalam membiayai.
Namun yang menggelitik disini, Indonesia sebagai negara yang kaya raya namun sungguh miris jika menggaji dan merekrut guru sejumlah yang dibutuhkan saja tak mampu. Katanya hal itu akan ‘membebani APBN’. Jelas saja membebani APBN sebab selama ini perekonomian kita hanya ditopang oleh pajak dan utang. Sedangkan sumber daya alam kita justru habis dijarah oleh para kapitalis asing.
Agaknya apa yang sering kita dengar sejak zaman duduk dibangku sekolah dasar dulu bahwa Indonesia sangat kaya akan potensi sumber daya alamnya yang luar biasa baik di laut maupun darat hanyalah omong kosong belaka. Kenyataannya walau dalam keadaan yang dikata merdeka, kekayaan SDA itu belum juga bisa dinikmati oleh anak-anak bangsa. Padahal dengan modal potensi kekayaan alam yang dimiliki negeri ini, maka bukan hal yang mustahil seluruh rakyat Indonesia bisa hidup sejahtera. Merekrut dan menggaji guru pun dengan layak tidak lagi menjadi soalan.
Namun faktanya, kekayaan alam kita saat ini justru banyak dikuasai oleh pihak asing dan aseng yang menyebabkan sulitnya meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia. Masalah kesejahteraan guru bukan hanya masalah di dunia pendidikan tapi juga tentang pengelolaan ekonomi yang salah yaitu diterapkannya sistem ekonomi kapitalis liberal yang makin menjerat rakyat. Bukti nyata penerapan ekonomi kapitalis adalah lahirnya UU Penanaman Modal, UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Ketenagalistrikan, UU Perkebunan, dan UU Minerba yang semuanya beraliran kapitalis-liberal. Dalam berbagai UU yang dilahirkan tersebut, peran negara dalam pengelolaan SDA dikebiri sehingga bagaimana mungkin sumber daya alam negeri ini dapat digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Masalah kesejahteraan guru hanyalah satu dari segudang masalah lainnya mengenai kesejahteraan rakyat. Masalah ini merupakan imbas dari penerapan sistem ekonomi kapitalis dan ketidakmandirian ekonomi negeri kita. Maka untuk mensejahterakan guru, yang kita butuhkan adalah kemandirian ekonomi dan kemerdekaan yang sebenar-benarnya.[]
Penulis adalah Mahasiswi Master of
Science, Jurusan Pure Mathematics di Eötvös Loránd University Penerima
Stipendium Hungaricum 2017 (Domisili : Budapest,
Hongaria, Eropa).
Science, Jurusan Pure Mathematics di Eötvös Loránd University Penerima
Stipendium Hungaricum 2017 (Domisili : Budapest,
Hongaria, Eropa).
Comment