Silvi Rochmayanti, SEI, Penulis |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pada era digital saat ini, peran media sosial (medsos) sangat penting bagi setiap orang. Semua orang bisa melakukan komunikasi baik jarak dekat maupun jauh kepada orang lain. Di samping itu, Medsos sangat membantu setiap orang untuk mengembangkan usaha, mengekspresikan gagasan atau hasil kepiawaiannya pada bidang garap yang digeluti, dan masih banyak lagi. Dengan kata lain, memberikan manfaat sebagaima mestinya. Mengingat sebagian orang yang menyalahgunakannya untuk tindakan yang salah seperti: penipuan, menebar hoax, bisnis seks, atau perselingkuhan.
Tidak bisa dipungkiri, Penggunaan media sosial dituding menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka perceraian di Indonesia.
Munculnya berbagai aplikasi khusus selain Messenger atau WhatsApp semisal: Metking, Tinder, Lovoo, Paktor, Badoo, Benaugty, atau Moovz. Hal ini jelas memberikan ruang yang luas bagi pasutri untuk berinteraksi tanpa batas.
Data yang mencengangkan, Berdasarkan data dari pengadilan agama Purwakarta. Dari Januari hingga Agustus 2018 telah menerima laporan perkara sebanyak 1.227 laporan. Sementara dari laporan tersebut memutuskan 909 perkara cerai. Menurut panitera muda M Kesih menjelaskan banyaknya kasus perceraian dipicu oleh kehadiran pihak ketiga. Jadi pihak ketiga hadir lantaran bermain media sosial. Mulailah ada percik perpecahan dan krisis kepercayaan dalam rumah tangga (Pikiran rakyat, 28/09/2018).
Demikian juga pada Januari hingga Juli 2018 tercatat di Pengadilan Agama Karawang menerima 1.201 permohonan gugat cerai. Sedangkan pada periode yang sama, Januari hingga Juli 2018, Pengadilan Agama Karawang hanya menerima 434 pengajuan cerai talak dari suami. (Suara.kom, 09/09/2018 )
Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Gunadi, mengatakan, kasus perceraian di wilayah Jakarta Pusat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun ini, hingga bulan Oktober, terdapat 1.453 kasus perceraian yang ditangani pihaknya. Dari sekian banyak alasan, Gunadi memperkirakan kasus perselingkuhan menjadi penyebab utama rusaknya bahtera rumah tangga. Penyebab utama (perselingkuhan), sekitar 40 persen. Sedangkan 10 persen KDRT. Sisanya ada yang karena enggak mau dipoligami, dan sebagainya. Maraknya perselingkuhan tak terlepas dari perkembangan teknologi, terlebih lagi media sosial. (Wartakota, 08/11/2018 )
Sebuah penelitian di The Open University yang dilakukan oleh Profesor psikologis, Andreas Vossler dan Naomi Moller. Menyebutkan bahwa internet bukan hanya media atau pemicu perselingkuhan, tapi juga membuat orang banyak kecanduan berselingkuh.
Keluarga Dalam Era Digital
Dalam pandangan kapitalis hubungan pria dan wanita dalam rumah tangga merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, sedikit sekali yang bertujuan mendapatkan keturunan. Maka tidak heran jika seluruh aktifiitasnya hanya mencari materi sebanyak-banyaknya untuk mecukupi kebutuhan tersebut.
Pemenuhan hak dan kewajiban suami istri cenderung jungkir balik dihantam badai kapitalisme. Suami seringkali tak mampu memenuhi nafkah keluarga. Sehingga istri harus ikut membantu mencari nafkah keluarga. Walhasil peran istri dan Ibu tidak berjalan seutuhnya.
Seiring perkembangan zaman, peran era digital tak hanya berpengaruh ke persoalan ekonomi, teknologi, pendidikan dan sebagainya. Hubungan antar manusia juga memperoleh imbasnya. Termasuk hubungan suami istri.
Dulu zaman orang tua kita ( sebelum era smartphone menjamur) jarang sekali mereka bisa tahu kabar teman-teman ketika mereka masih remaja. Umumnya setelah lulus sudah tak tahu lagi kabar teman temanya.
Saat ini zaman sudah berubah. Sejak medsos tak lagi hanya dimonopoli oleh kaum muda, generasi ayah ibu kita seolah juga berlomba menggunakan itu untuk pertemanan. Mulai dari teman sekantor, teman jaman kuliah, teman di kampung, sampai kadang mereka punya kenalan baru baik dari orang yang asal add friend ataupun diskusi di sebuah group. Saat ini whatsapp bukan lagi aplikasi asing. Kalau dulu berkomunikasi terasa susah dan mahal saat ini cukup berbekal beberapa puluh ribu rupiah atau koneksi wifi sudah bisa sepuasnya. Hingga tengah malam pun grup di akun whatsapp mereka masih ramai. Mulai dari ledek-ledekan antar teman sampai share foto cucu dan meme-meme.
Kesemuanya ini melanda generasi orang tua. Mereka aktif di medsos juga aplikasi chatting.
Liberalisme semakin menggilas kehidupan rumah tangga. Interaksi di dunia nyata maupun medsos suami istri semakin tak terbendung.
Pemisahan agama dengan kehidupan semakin menjauhkan pemahaman yang benar tentang pergaulan. Perasaan tertarik dengan lawan jenis bukan pada saat pertama bertemu. Intensitas saat berkomunikasi, perhatian-perhatian kecil seringkali menjadi awal mula perpecahan rumah tangga. Dari sini mereka menemukan kenyamanan dengan orang yang intens dengannya di media sosial maupun aplikasi chatting. Apalagi jika kemudian itu berlanjut di dunia nyata. Bukan rahasia lagi, banyak yang akhirnya merasa menemukan kenyamanan dengan teman dunia mayanya dibanding pasangannya sendiri. Kenyataanya mereka lebih ekspresif di dunia maya. Serta bisa menjadi pribadi yang sangat beda di media sosial. Maka tidak heran perselingkuhan menjadi sesuatu hal yang biasa di era liberalisme saat ini. Perzinahan semakin dilegalisasi secara sistematis oleh negara.
Solusi Islam Dalam Rumah Tangga
Islam memandang pernikahan adalah Ibadah. Tujuan mewujudkan mawaddah dan rahmah, yakni terjalinnya cinta-kasih dan tergapainya ketenteraman hati (QS ar-Rum: 21). Melanjutkan keturunan dan menghindarkan dosa mempererat tali silaturahmi. Sebagai sarana dakwah dan menggapai mardhatillah.
Jika tujuan pernikahan yang sebenarnya dipahami dengan benar, insya Allah akan lebih mudah bagi suami-istri meraih keluarga sakinah dan terhindar dari konflik-konflik yang berkepanjangan. Sebab, kesepahaman tentang tujuan pernikahan sesungguhnya akan menjadi perekat kokoh sebuah pernikahan.
Islam memandang pernikahan sebagai “perjanjian yang berat (mîtsâq[an] ghalîdza)” (QS an-Nisa’ [4]: 21) yang menuntut setiap orang yang terikat di dalamnya untuk memenuhi hak dan kewajibannya.
Islam mengatur dengan sangat jelas hak dan kewajiban suami-istri, orangtua dan anak-anak, serta hubungan dengan keluarga yang lain. Islam memandang setiap anggota keluarga sebagai pemimpin dalam kedudukannya masing-masing. Dengan kata lain, pernikahan haruslah dipandang sebagai bagian dari amal shalih untuk menciptakan pahala sebanyak-banyaknya dalam kedudukan masing-masing melalui pelaksanaan hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Ketimpangan atau terabaikannya hak dan kewajiban, misalnya soal nafkah, pendidikan atau perlindungan, tentu akan dengan sangat mudah menyulut perselisihan dalam keluarga yang bisa berpeluang untuk terjadi perselingkuhan.
Kesabaran merupakan langkah utama ketika mulai muncul perselisihan. Islam memerintahkan kepada suami-istri agar bergaul dengan cara yang baik. Mendorong mereka untuk bersabar dengan keadaan pasangan. Jika dibutuhkan orang ketiga untuk membantu menyelesaikan persoalan maka jangan sekali-sekali melibatkan lawan jenis yang bukan mahram-nya; seperti teman sekantor, tetangga, kenalan dan sebagainya.
Awalnya hanya sebatas curhat, tetapi tanpa disadari, jika sudah mulai merasa nyaman, persoalan mungkin justru tidak terpecahkan, yang kemudian terjadi adalah munculnya rasa saling ketergantungan dan ketertarikan. Hal ini bisa menjadi awal dari kedekatan di antara mereka dan peluang untuk terjadinya perselingkuhan
Keberadaan sosial media tak ubahnya sains teknologi yang memberikan kemudahan dan manfaat bagi pasangan suami Istri. Tentunya bisa menjadi wasilah atau cara dalam menjalankan bahtrera rumah tangganya. juga membantu aktifitas dalam menggapai Ridho Allah SWT. Tata pergaulan baik didunia nyata dan maya adalah sama tak berbeda. Kesemuanya diatur dengan hukum syara’.
Dalam pandangan Islam hubungan antara pria dan wanita merupakan pandangan yang terkait dengan tujuan untuk melestarikan keturunan, bukan semata-mata pandangan yang bersifat seksual.
Dalam konteks itulah, Islam menganggap berkembangnya pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual pada sekelompok orang merupakan keadaan yang membahayakan.
Oleh karena itu, Islam memerintahkan pria dan wanita untuk menutup aurat, menahan pandangannya terhadap lawan jenis, melarang pria dan wanita ber-khalwat, melarang wanita bersolek dan berhias di hadapan laki-laki non mahram.
Islam juga telah membatasi kerjasama yang mungkin dilakukan oleh pria dan wanita dalam kehidupan umum serta menentukan bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita hanya boleh dilakukan dalam dua keadaan, yaitu: lembaga pernikahan dan pemilikan hamba sahaya. Selebihnya adalah perbuatan zina. Hakikatnya perselingkuhan sama dengan perzinaan.
Dalam pandangan Islam seorang yang berselingkuh/berzina mendapatkan hukuman yang sangat berat. Jika belum menikah, pelakunya harus dicambuk 100 kali, dan untuk yang sudah menikah harus dirajam sampai mati. Hukuman yang berat ini akan menjadi pelajaran bagi pelakunya hingga menimbulkan jera sekaligus sebagai penebus dosa atas perbuatan yang dilakukan. Jika hukuman ini diterapkan, seseorang akan berpikir panjang sebelum melakukan perselingkuhan.
Demikian Islam mengatur bagaimana tata pergaulan pasangan dalam sebuah ikatan pernikahan. Semuanya dalam rangka menuju keta’atan kepada Allah.
Hanya saja, ketika aturan Islam belum diterapkan secara totalitas dalam sebuah negara. Tak terkecuali keluarga muslim pun rentan terpapar dampak dari kehidupan digital masa sekarang. Maka tak ada jalan lain untuk mengkunci noktah-noktah merah rumah tangga adalah dengan penerapan Islam secara Kaffah. Wallahua’lam bishowab.[]
Penulis adalah Pemerhati Keluarga dan Member WCWH
Comment