Ratna Munjiah: Ulama dalam Pusaran Politik

Berita457 Views
Ratna Munjiah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Juru bicara badan pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Miftah Nur Sabri menilai kubu Jokowi panik hingga Ketua PPP Romahurmuziy membuat video klarifikasi soal Ketua Majlis PPP Maimoen Zubair, soal dukungannya dalam pilpres. Dalam video yang diunggah di Instragram, Rommy menegaskan dukungan Mbah Moen kepada pasangan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.
Politisi Gerindra itu menduga Tim Kampanye Nasional Ma’ruf mengkondisikan dukungan Mbah Maimoen demi elektoral Jokowi. Sebab, kata dia, elektabilitas Jokowi sebagai petahanan belum aman. ”Ini menunjukkan ada sesuatu di Tim TKN melakukan ini berarti mereka menyadari tidak kuat-kuat amat sebagai incumben. Kalau kuat mereka tidak lakukan itu,”ucapnya (Merdeka.com,Sabtu 2/02/2019).
Dalam sistem demokrasi perolehan suara adalah satu hal yang tak bisa diabaikan sebagai jalan mencapai kekuasaan. Ulama dalam demokrasi rentan dijadikan sebagai alat legitimasi kekuasaan menjelang pemilu dan mengeluarkan kebijakan. Telah nampak dalam perpolitikan Indonesia bagaimana akhirnya ulama diajak ikut bergelut dalam dunia politik. Sebagaimana Ulama Ma’ruf amin dijadikan sebagai Cawapres dalam pemilu yang tinggal sesaat lagi dilaksanakan. Telah nampak pula bagaimana banyak terjadi perubahan  sikap dan perkataan yang dilontarkan oleh Kyai Ma’ruf setelah disandingkan dengan Jokowi.
Sesungguhnya Ulama secara garis besar memiliki dua peran. Peran pertama, ulama sebagai panutan ilmu, yaitu membimbing  umat dalam penerapan syariat Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kedua, ulama berperan sebagai penasihat bagi yang menyimpang dari syariah Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Sejatinya peran ulama dalam Islam sebagai pihak yang terdepan dalam melakukan muhasabah kepada penguasa. Namun, pada kenyataan saat ini justru ada ulama yang dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan dukungan suara dari rakyat, sehingga ada ulama yang dengan rela menjual ayat-ayat Allah. 
Kita dapati ada sebagian ulama yang menjadi ulama jahat (ulama suu’) yang menyesatkan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: ”Sesungguhnya aku tidak khawatir atas umatku kecuali para imam (pemimpin) yang menyesatkan.”(HR Ibnu Majah dan Tarmidzi).
Hadist ini menunjukan bahwa suatu saat akan muncul para pemimpin yang menyesatkan diantaranya adalah para ulama. Mereka ini sudah tidak setia lagi dengan ilmu yang diambilnya dari Rasulullah saw, sehingga para ulama yang seharusnya menjadi lampu penerang bagi perjalanan umat menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat, malah menjadi penyesat jalan umat menuju jurang kesesatan dan kebodohan. Mereka sungguh telah menjadikan agama Islam sebagai barang dagangan hanya untuk  mendapatkan kenikmatan duniawi yang sesat dengan menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah.
Saat Demokrasi yang dipakai, maka memang bukan menjadi suatu pekara yang mengherankan, akhirnya suara dari masyarakat bisa didapatkan hanya dari melihat sosok atau figur seseorang, bukan menilai dari kapasitas kemampuannya.
Sejatinya aktualisasi ulama telah digambarkan oleh Syaikh Ali bin Haj dalam Fashlul Kalam fil Muajahaati Dzulmil Hukkam menyangkut dua hal. Pertama, ulama yang memadukan ilmu dan amal. Dibuktikan dengan padunya ilmu yang dia kuasai dan aktifitas yang dilakukan. Kedua, selalu membela dan memperjuangkan hak-hak umat.
Namun, saat Islam dijauhkan dari umat, maka ulama saat ini dimanfaatkan oleh para penguasa hanya untuk mendulang dukungan demi dukungan, tidak menutup kemungkinan nanti setelah terpilih maka ulama yang telah mendukung pun bisa dilupakan atau diabaikan.
Ibnu Mas’ud ra. pernah menyatakan, “Sesungguhnya pada pintu-pintu penguasa itu ada fitnah sebagaimana tempat-tempat menderumnya unta. Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah kalian mengambil dunia mereka sedikitpun, kecuali mereka akan mengambil agama kalian sepadan (dengan dunia yang kalian ambil) (Al-Baghawi, Syarh as-Sunnah).”
Sudah seharusnya kita sebagai umat yang satu yang memiliki satu pemikiran, satu perasaan, dan satu peraturan mencampakan sistem demokrasi. Demokrasi hanyalah sistem buatan manusia dengan mengesampingkan bahkan mencampakan petunjuk Allah swt. Sistem seperti ini pada hakikatnya hanya berasal dari bisikan hawa nafsu dan setan.
Allah swt memperingatkan, “Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka (TQS an-Nisa(4);120). 
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban kita bersama sebagai seorang muslim untuk mendakwahkan Islam, agar ajaran Islam sebagai agama yang Rahmatan Lil ‘Alamin bisa diterima oleh seluruh manusia baik muslim maupun nonmuslim. Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun dan Penyayang” ( Al-Baqarah (2)-218 ). Wallahua’lam.[]

Comment