Penulis: Azizah Nur Fikriyyah | Mahasiswi, Aktivis Dakwah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Setiap tahun, umat Islam memperingati Nuzulul Qur’an sebagai momen refleksi atas turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah SAW. Namun, apakah peringatan ini hanya sebatas seremoni atau benar-benar membangkitkan kesadaran untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup?
Fakta hari ini menunjukkan bahwa meskipun Al-Qur’an dibaca dan dikaji namun penerapan dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara masih jauh dari harapan.
Kembali kepada Pedoman Ilahi
Bagi seorang Muslim, menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bukan sekadar pilihan, tetapi merupakan konsekuensi dari keimanan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
إِنَّ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ يَهْدِى لِلَّتِى هِىَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًۭا كَبِيرًۭا
“Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (QS. Al-Isra’ [17]: 9)
Ayat ini menegaskan bahwa Al-Quran adalah petunjuk terbaik bagi manusia. Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa banyak individu Muslim yang menjadikan Al-Qur’an hanya sebagai bacaan tanpa benar-benar menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika Al-Qur’an Hanya Sekadar Bacaan
Di bulan Ramadhan, masjid-masjid penuh dengan orang yang tadarus Al-Qur’an. Mereka berlomba-lomba menyelesaikan khataman dalam sebulan. Namun, setelah Ramadhan berlalu, Al-Qur’an kembali diletakkan di rak tanpa disentuh. Ini menunjukkan bahwa bagi sebagian orang, Al-Qur’an hanya sekadar ritual, bukan pedoman hidup yang diamalkan.
Analogi sederhananya, seseorang yang memiliki buku panduan kesehatan terbaik tetapi tidak pernah mengikuti isinya tidak akan merasakan manfaat dari buku tersebut. Begitu pula dengan Al-Quran, jika hanya dibaca tetapi tidak diamalkan, maka petunjuk di dalamnya tidak akan membawa perubahan dalam kehidupan individu.
Gaya Hidup yang Berseberangan dengan Al-Quran
Allah SWT telah memberikan petunjuk yang jelas dalam Al-Quran terkait bagaimana seharusnya seorang Muslim menjalani kehidupan. Namun, banyak yang justru lebih mengikuti tren dan standar kehidupan dari media sosial atau budaya populer yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Sebagai contoh, dalam urusan rezeki, Islam mengajarkan konsep keberkahan dan larangan terhadap riba. Allah berfirman:
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 276)
Dalam praktiknya, banyak individu muslim yang menganggap riba sebagai sesuatu yang wajar. Pinjaman berbunga, cicilan konsumtif dengan bunga tinggi, atau investasi yang tidak halal dianggap sebagai bagian dari gaya hidup modern. Ini menunjukkan bahwa meskipun mereka membaca Al-Quran, mereka belum benar-benar menjadikannya pedoman dalam aspek finansial.
Mengapa Individu Sulit Berpegang pada Al-Quran?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang sulit menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup:
1. Minimnya Pemahaman: Banyak yang membaca Al-Qur’an tanpa memahami maknanya. Padahal, membaca tanpa memahami ibarat membaca petunjuk jalan tanpa tahu arah tujuan.
2. Pengaruh Lingkungan: Masyarakat saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh standar sekuler yang menitikberatkan kebebasan individu dan materialisme. Akibatnya, nilai-nilai Islam sering dianggap kuno atau tidak relevan.
4. Kurangnya Keteladanan: Banyak orang tua yang meminta anak-anaknya belajar Al-Quran, tetapi mereka sendiri tidak menjadikannya pedoman dalam kehidupan. Ini membuat generasi muda sulit melihat contoh nyata penerapan Al-Quran.
Al-Qur’an Sebagai Tolak Ukur Peradaban
Al-Qur’an tidak hanya diturunkan untuk membimbing individu, tetapi juga menjadi pedoman bagi masyarakat agar membangun kehidupan yang harmonis dan beradab. Allah SWT berfirman:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةًۭ وَسَطًۭا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًۭا ۗ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 143)
Ayat ini menegaskan bahwa umat Islam seharusnya menjadi umat yang berada di tengah, adil, dan menjadi teladan bagi masyarakat lainnya. Namun, kondisi masyarakat saat ini sering kali bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al-Qur’an.
Ketika Al-Qur’an Hanya Jadi Simbol dalam Masyarakat
Di berbagai negara muslim, acara peringatan Nuzulul Quran rutin diadakan. Namun, ironisnya, meskipun Al-Quran diperingati, ajarannya tidak selalu diterapkan dalam kehidupan sosial. Masyarakat lebih banyak terpengaruh oleh budaya materialisme, individualisme, dan sekularisme yang menjauhkan mereka dari prinsip-prinsip Islam.
Sebagai contoh, banyak masyarakat yang berteriak menuntut keadilan sosial, tetapi dalam praktiknya masih banyak ketimpangan ekonomi, korupsi, dan diskriminasi. Padahal, Al-Qur’an mengajarkan keadilan dalam segala aspek kehidupan.
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآىِٔ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl [16]: 90)
Dalam praktiknya, masih banyak ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Misalnya, hukum sering kali tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Orang miskin yang melakukan kesalahan kecil dihukum berat sementara koruptor yang merugikan negara bisa mendapatkan keringanan hukuman.
Menjadikan Al-Qur’an Sebagai Landasan Kebijakan
Sebagai kitab suci yang sempurna, Al-Quran tidak hanya mengatur kehidupan individu dan masyarakat tetapi juga memberi prinsip-prinsip yang harus dipegang oleh negara dalam upaya mengelola pemerintahan. Negara yang berpegang pada Al-Quran akan melahirkan sistem yang adil, berkah, dan sejahtera bagi rakyatnya. Allah SWT berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
“Dan barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 45)
Ayat ini menegaskan bahwa hukum yang tidak berlandaskan wahyu Allah akan menghasilkan kezaliman. Namun, dalam sistem demokrasi dan kapitalisme saat ini, hukum dibuat berdasarkan keinginan manusia yang penuh keterbatasan, sehingga sering kali melahirkan ketidakadilan dan kepentingan tertentu.
Ketika Negara Tidak Menjadikan Al-Qur’an sebagai Pedoman
Saat ini, banyak negara muslim yang menjadikan Al-Quran sebagai simbol, tetapi tidak menerapkannya dalam sistem hukum dan kebijakan negara. Akibatnya, berbagai permasalahan muncul, seperti:
Hukum yang Berbasis Kepentingan, Bukan Keadilan
Banyak negara yang menerapkan hukum berdasarkan tekanan politik dan ekonomi, bukan atas dasar keadilan. Kasus-kasus korupsi sering kali berakhir dengan hukuman ringan, sementara rakyat kecil mendapatkan hukuman berat atas kesalahan yang jauh lebih kecil.
Kesenjangan Sosial dan Ekonomi
Sistem ekonomi berbasis riba membuat kesenjangan semakin lebar. Orang kaya semakin kaya, sedangkan orang miskin semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan. Padahal, Islam telah menetapkan sistem ekonomi berbasis zakat, sedekah, dan larangan riba untuk menciptakan keseimbangan sosial.
Krisis Moral dan Akhlak di Tingkat Pemerintahan
Banyak pemimpin yang terlibat dalam korupsi, kolusi, dan nepotisme. Padahal, Islam menekankan bahwa seorang pemimpin harus amanah dan bertanggung jawab atas rakyatnya, sebagaimana dalam hadis Rasulullah ﷺ:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kebijakan yang Tidak Mencerminkan Nilai Islam
Banyak kebijakan yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti legalisasi riba dalam sistem keuangan, maraknya industri hiburan yang merusak moral, serta kurangnya dukungan terhadap pendidikan berbasis nilai-nilai Islam.
Menjadikan Al-Qur’an Sebagai Dasar Kebijakan Negara
Untuk menciptakan negara yang sejahtera dan berkeadilan, diperlukan langkah-langkah konkret dalam menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam sistem pemerintahan:
Hukum Berbasis Syariat Islam
Hukum harus ditegakkan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dalam Islam, tanpa dipengaruhi kepentingan politik atau ekonomi.
Sistem Ekonomi Berbasis Keberkahan
Negara harus membangun sistem ekonomi yang menjauhkan riba dan menerapkan distribusi kekayaan yang adil melalui zakat, wakaf, dan infaq.
Pemimpin yang Amanah dan Bertanggung Jawab
Negara harus memastikan bahwa pemimpin dipilih berdasarkan integritas dan kemampuan, bukan hanya kepentingan politik. Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran.” (HR. Bukhari).
Pendidikan Berbasis Al-Qur’an
Kurikulum pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai Islam dan membentuk generasi yang berakhlak mulia serta memahami pentingnya menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan.
Masyarakat yang Aktif Mengawal Kebijakan Negara
Masyarakat harus berperan aktif dalam mengingatkan pemerintah agar tidak keluar dari prinsip-prinsip Islam. Amar ma’ruf nahi munkar harus menjadi budaya dalam kehidupan bernegara.
Saatnya Kembali ke Pedoman Ilahi
Al-Quran bukan sekadar kitab suci yang dibaca saat ibadah atau perayaan tertentu, tetapi harus menjadi pedoman utama dalam seluruh aspek kehidupan—baik bagi individu, masyarakat, maupun negara.
Jika individu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, maka ia akan hidup dalam ketenangan dan keberkahan. Jika masyarakat berpegang teguh pada Al-Quran, maka akan terwujud kehidupan sosial yang harmonis dan beradab. Jika negara menerapkan prinsip-prinsip Al-Quran dalam kebijakan, maka keadilan dan kesejahteraan akan terwujud.
Allah SWT berjanji kepada orang-orang yang berpegang teguh pada Al-Qur’an:
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَخْشَ ٱللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَآئِزُونَ
“Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. An-Nur [24]: 52).
Maka, saatnya kita kembali kepada pedoman Ilahi. Tidak cukup hanya membaca dan memperingati turunnya Al-Quran, tetapi harus menjadikannya sebagai landasan hidup dalam setiap aspek. Dengan demikian, umat Islam akan kembali berjaya dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahua’lam bishshawwab.[]
Comment